Prolog

52 4 0
                                    

LANGIT mulai menggelap.

Kesunyian mulai menyelimuti.

Hey, apa jadinya dengan kesepian? Kesepian yang semakin malam semakin terasa.

Ia sangat membenci malam. Ia sangat membenci di saat ia tidak bisa berbincang dengan seseorang, seperti setiap malam. Dimana ia hanya tinggal seorang diri di flat nya. Ia sangat membenci keadaan ini. Keadaan yang sangat sering dilewatinya. Tidak peduli seberapa sering, ia tetap tidak terbiasa dan merasa sangat tidak nyaman. Ia membencinya.

Sekarang ia berbaring terlentang di atas kasurnya dengan masih menggunakan pakaian yang tadi dipakainya saat jalan-jalan. Namun dalam pikirannya dan semua letihnya serta efek dari semua kekesalannya, ia sedang berbaring di sebuah perahu kayu yang tidak ada pengendalinya. Menunggu. Menunggu aktivitas alam yang sangat sederhana seperti angin, hujan, atau bahkan gempa kecil untuk mendorongnya ke laut yang jauh. Mendorongnya hingga pergi menjauh, sangat jauh, hingga tidak ada orang lagi.

Oh, bukan. Dia tidak berpikir untuk melakukan bunuh diri. Dia tidak ingin mati dulu. Semua hal yang dia inginkan dan butuhkan sebelum pergi belum tercukupi. Jika dia memutuskan untuk pergi sekarang, apa bedanya dari sepi?

Apakah memang takdirnya untuk selalu merasa kesepian?

SorrowTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang