HARI belum berganti. Hari ini masih hari Sabtu, masih hari yang sama. Dia baru ingat bahwa malam sebelumnya satpam yang berjaga di basement memberitahu Fasya bahwa akan ada seorang pria yang akan tinggal di depan kamarnya mulai hari ini. Dan ternyata orang yang disebutkan adalah Aaron, pria yang merupakan pemesan makanan dan minuman pertamanya di hari Sabtu yang banyak maunya.
Setelah makan siang bersama dengan Amanda, teman dekatnya di kelas piano, Fasya mendapatkan telepon dari redaksi majalah yang menerimanya sebagai editor. Katanya ia harus datang ke kantor pukul empat sore dan itu berarti hanya tinggal satu setengah jam lagi.
Tidakkah bosnya itu punya hati? Siapa orang yang menyuruh seseorang bekerja pada hari Sabtu, apalagi sore-sore?
Ah ia lupa. Catherine memang seperti itu, perfeksionis. Saat menerima tawaran pekerjaan Fasya sama sekali tidak memikirkan bagaimana sifat atasannya. Menjadi editor di majalah tersebut memang sudah cukup bergengsi. Juga sudah menjadi cita-citanya sejak memiliki kakak sepupu yang seorang editor majalah di Jakarta. Dan sekarang Fasya mendapatkan tempat menjadi editor di majalah yang sangat ditunggu di seluruh dunia.
Seharusnya dia tidak menyesalinya. Seharusnya.
Bagaimanapun posisinya sekarang ini sangat diinginkan banyak orang dan Catherine memilihnya. Itu berarti Fasya memang berbakat dan orang lain mengakuinya.
Ting Tong
Dan bagaimanapun juga Fasya harus mengganti bel pintu kamarnya yang terdengar sangat konyol.
Fasya berjalan dari sofa yang didudukinya lalu membuka pintu tanpa melihat siapa yang menekan bel. Namun setelah itu ia menyesal setelah melihat orang yang menekan bel barusan.
Aaron Lu yang sekarang pakaiannya sudah berganti menjadi kaos berwarna abu-abu dan celana jeans hitam, ada di depan pintu kamarnya. Fasya menghela nafas panjang.
"Selamat siang menjelang sore!"Respon yang diberikan Fasya adalah sedikit terkejut. Tak heran karena memang sejauh ini tidak ada tetangganya yang menyapanya dengan sehangat dan sepanjang itu. Namun ia sudah cukup kesal karena orang itu, Aaron Lu, mengganggu waktu istirahatnya yang tinggal sebentar. Tapi menjawab sapaannya yang hangat itu juga perlu, bukan?
"Juga?"Aaron menaikkan sebelah alisnya karena Fasya memberikan jawaban yang dapat dikatakan sangat singkat. Bagaimana perasaan seseorang setelah mengakatakan sesuatu dengan panjang lebar namun hanya dijawab dengan satu kata. Ah mungkin Aaron saja yang melebih-lebihkan. Mungkin bagi Fasya menjawab dengan satu kata itu adalah hal yang wajar?
"Jadi apa maksudmu mendatangi kamarku di jam istirahatku?"Setelah mereka berdua terdiam selama beberapa saat, Fasya membuka suara duluan. Namun kalimatnya membawa satu rasa bersalah yang sangat besar bagi Aaron.
"Aku mengganggu waktu istirahatmu? Oh sayang sekali, aku mohon maaf. Maksudku kesini hanya untuk mengenal lebih dekat tetanggaku. Kita berdua tinggal berseberangan, kita harus saling mengenal agar apabila salah satu dari kita membutuhkan bantuan, tidak akan ada salah satu dari kita yang tidak rela. Hanya itu maksudku, mungkin."
Fasya terkejut untuk yang kedua kalinya. Maksudnya ini sangat mengejutkan. Sebenarnya Aaron Lu itu datang dari mana? Sejauh ini tidak ada satupun tetangganya yang berpikir sampai sejauh itu.
"Wow? Kau tahu? Ini pertama kalinya seorang tetanggaku mengajak berkenalan denganku di sini. Sejauh ini semua orang di sini lebih mementingkan hal lain. Mereka lebih dominan ke individual sehingga aku pun tidak pernah berbicara dengan mereka dan kau mengajakku berkenalan? Aku sangat bahagia akhirnya ada orang yang mau berinteraksi denganku di tempat ini."
KAMU SEDANG MEMBACA
Sorrow
Teen FictionSemuanya berawal dari coba-coba, sesederhana itu. Untuk menyukainya, Fasya Anadila memulainya dari coba-coba. Tapi dengan begitu, Fasya malah terjatuh sendiri untuk seorang laki-laki yang kini sangat dipujanya.