Heroine : Jin (Kim Seok-Jin)
"Hai–"
"Oh, apa kau @beauty$wan?"
Gadis di dalam balutan mantel tebal berwarna abu mengangguk malu-malu. Ia mendekati meja dengan seorang lelaki yang duduk pada kursi lain. Ia bisa merasakan tatapan dari pemuda itu mampu menembus ke balik masker hitam yang dikenakannya.
Andai lelaki itu tahu apa yang disembunyikannya, masihkah ia tersenyum berdebar seperti sekarang?
Tapi, gadis itu mengesampingkan firasat buruknya. Ia harus percaya diri – seperti tips yang dibacanya dalam forum online kecantikan kemarin sore – dan menunjukkan sisi inner beauty-nya. Menarik napas dalam, perempuan itu menarik satu kursi pada sisi yang berseberangan dan menjatuhkan pantatnya dengan hati-hati, seolah-olah kursi itu dilapisi paku yang menusuk.
Kursinya memang nyaman, namun entah mengapa gadis itu merasa gelisah. Ia tahu ini tidak disebabkan karena apa yang ia duduki, melainkan lebih pada pemikiran negatifnya yang tak kunjung lenyap.
Dengan tidak sabar, pemuda tersebut menjulurkan tangannya ke depan dan,"Aku Oh Jung-Yeol, dan kau?"
"Ch-Choi Woo-Ri," jawabnya lirih.
"Apa?"
Woo-Ri gelisah. Keringat dingin mengalir melalui tengkuknya. Sudah pasti, sebentar lagi pria ini akan menyuruhnya untuk berbicara lebih kencang. Tapi, ia tidak bisa, karena sekencang apapun ia bersuara tetap saja terdengar lirih karena masker yang menghalangi mulutnya. Satu-satunya cara adalah dengan melepas benda tersebut, namun jika itu dilakukan, Woo-Ri yakin kencan butanya akan berakhir tepat ketika pria itu melihat ke arah bibirnya.
Lebih tepatnya, barisan geliginya yang terpasang kawat besar jelek.
Woo-Ri mendesah. Bisa ditebak, akhir cerita dari kencannya hari ini sama seperti yang pernah ia alami sebelum-sebelumnya. Siklus menyebalkan yang seakan tiada akhirnya membuat Woo-Ri kesal.
Ia putus asa.
Namun, disisi lain Woo-Ri belum mau menyerah. Dan lagi, pemuda bernama Oh Jung-Yeol ini kelihatannya pria baik-baik. Jika Woo-Ri mau mencoba berpikir positif, ada kemungkinan ia bisa bercengkrama dengan Jung-Yeol tanpa perlu merasa takut untuk ditinggalkan.
Jadi, Woo-Ri pun menguatkan tekad dan dalam hitungan ketiga melepas masker yang menghalangi rongga mulutnya.
"Namaku Choi Woo-Ri." Diimbuhi sebuah senyum – yang terlihat dipaksakan.
Sesuai dugaan Woo-Ri, tatapan hangat yang sebelumnya terpancar dari netra pria itu berubah menjadi kengerian, seolah-olah ia baru saja bertemu monster. Bagaimana tidak, teman kencannya tampak aneh dengan kawat besar jelek yang memagari barisan gigi berantakannya. Tidak cukup sampai disitu, kengeriannya bertambah demi menyaksikan bintik besar merah yang ada di bagian dahi perempuan itu. Tidak hanya satu, dua, atau tiga, melainkan banyak jerawat tumbuh disana. Si pria terdiam, tidak membayangkan situasi ini akan terjadi.
Di dalam keheningan yang sangat kaku itu, keduanya berpikir : apa yang harus kulakukan?
Seperti seorang yang berpengalaman, Woo-Ri mengalihkan perhatian pria itu dari wajahnya dengan menyodorkan buku menu yang sejak semula sudah ada di meja mereka. Ia pun berkata,"Eh, apa sebaiknya kita memesan sesuatu?"
Jung-Yeol tidak menyahut. Ia masih sibuk memerhatikan rupa gadis yang dikenalnya melalui aplikasi kencan seminggu lalu. Apa gadis ini sudah menipunya dengan memasang foto perempuan lain? Namanya saja @beauty$wan, tapi nyatanya tidak lebih dari seorang bebek buruk rupa dan pembohong besar!
"Maaf, tapi aku harus pergi," tembak Jung-Yeol tiba-tiba. Woo-Ri mengangkat wajahnya dari balik buku menu. Benar saja, pria itu tampak terburu-buru mengenakan jaket dan merapikan pakaiannya.
"Eh? Tapi aku baru saja datang–"
"Aku barusan teringat kalau sudah membuat janji dengan seorang klien," Jung-Yeol bangkit dari duduknya dan melambaikan tangan,"Sampai jumpa."
"Oh Jung-Yeol-ssi!"
Mendengar namanya disebut, lelaki itu membeku. Selang beberapa detik kemudian, secara dramatis ia membalik badan agar berhadapan dengan Woo-Ri yang pucat pasi. Jung-Yeol merendahkan tubuhnya, dan berbisik,"Apa kau pernah terpikir untuk pergi ke klinik bedah plastik?"
"Lihat jerawatnya itu! Seperti ceri, merah dan besar! Bedanya, ceri tampak manis, sedangkan jerawatnya itu sangat menjijikkan, bukan?"
"Kau benar. Tapi, menurutku yang paling menjijikkan adalah rahangnya. Coba kau perhatikan, bagian atasnya seperti mencuat keluar! Aku tidak bisa membayangkan, bagaimana jadinya nanti jika ia berciuman dengan seseorang? Pasti lelaki itu akan lari terbirit-birit karena tergigit gigi tajamnya!"
"Memangnya kau pikir perempuan sejelek itu bisa punya pacar? Jangan mengarang, deh!"
"HENTIKAN!"
"Wah, monsternya mengamuk! Lari, selamatkan diri kalian sebelum ia menyerang!"
Sudah bermenit-menit berlalu sejak Woo-Ri mematung di depan cermin rias berukuran sedang yang tergantung pada dinding kamarnya. Di dalam sana, ia bisa melihat pantulan bayangannya sendiri, mulai dari ujung kepala hingga sebatas lengan atas. Sejak mengamati penampilannya yang tercermin, Woo-Ri mulai mendengar suara-suara dari masa lalu. Para pemilik suara itu menjulukinya monster.
Woo-Ri yang jelek, Woo-Ri yang berjerawat, dan Woo-Ri yang berkawat.
Woo-Ri ingin menyobek mulut-mulut kasar yang suka menggunjingkannya. Namun, ia tak kuasa, karena mau tak mau ia harus menyadari bahwa yang mereka katakan adalah sebuah kebenaran.
Lama-lama ia kesal dengan dirinya yang seperti ini. Ia tidak pernah berani maju ke muka di kelas menyanyi yang merupakan kelas favoritnya. Ia juga tidak pernah berani menyatakan cinta pada senior anggota OSIS yang disukainya. Bahkan, setelah lulus SMA pun, tidak ada satu lelaki pun yang mau mengencaninya.
Ini semua gara-gara wajah buruk rupa yang dimilikinya. Ia ingin menghancurkan cermin itu dengan kepalan tangannya, juga tiap bagian tubuhnya yang tidak sedikit pun menyenangkan untuk dilihat. Bagi Woo-Ri, ini adalah derita paling menyengsarakan dalam hidupnya.
Dan lagi, kata-kata terakhir yang Jung-Yeol lontarkan padanya benar-benar membuatnya hatinya menjerit.
Apa kau pernah terpikir untuk pergi ke klinik bedah plastik?
"DASAR JELEK! APA YANG KAU LIHAT?!" teriak Woo-Ri histeris.