Hujan mengguyur bumi dengan derasnya di sertai guntur yang saling bersahut-sahutan. Menciptakan atmosfir yang terkesan horor. Waktu telah menunjukkan pukul tujuh malam, dimana para pekerja pulang dari kantornya masing-masing.
Ah sial! Baju ku udah basah, mana rumah masih jauh lagi. Neduh dulu lah, tapi dimana? Ahirnya ketemu juga. Sekarang, di depan ku ada sebuah rumah bergaya minimalis namun terkesan elegan dengan biru lautnya. Tanpa babibu Aku menghampiri rumah tersebut dan mengetuknya.
(Tok...tok...tok....)
Setelah aku menunggu agak lama akhirnya pintu pun di buka oleh sang pemilik rumah."Mau apa ke rumahku?" tanyanya dengan nada datar dan tak peduli.
Oh iya, orang yang membuka pintu itu adalah sahabatku. Namanya Irsyad. Kami sudah berteman sejak kecil dan sudah saling mengenal satu sama lain. Dia juga satu kelas denganku. Tinggi badannya 175 cm, rambut pirang panjang seleher dengan bola mata hijau toska. Berbeda denganku yang dimusuhi para gadis, dia sangat dikagumi dan populer dikalangan para gadis karena ketampanan dan kejeniusannya, sangat berkebalikan dengan ku kan? Sebenarnya aku juga tak kalah jenius dengan orang ini, hanya saja fisik kami yang berbeda. Meskipun dia terlihat tak peduli dan bersikap dingin, sebenarnya dia itu orang yang peduli dan berhati lembut.
"Hai!" sapa ku penuh nada ceria, "Sebegitu tak senangnya kah kau dengan kedatangan sahabatmu ini kawan? Sampai-sampai kau menyambutku dengan suara datar begitu." lanjutku dengan ekspresi memelas andalanku.
"Haah, kambuh deh sikap dramatisnya. Aku heran, kenapa aku bisa tahan temenan ama kamu yang kelewat aneh sampai detik ini?" tanya Irsyad.
"Itu karena kamu gak bisa berpaling dari ku yang spesial ini. Hehe," kataku narsis.
"Astaga, sesukamu ajalah. Oh iya, kenapa kamu basah kuyup begitu? Kamu masih suka hujan-hujanan? Malem-malem pula. Apa kamu udah ga waras ya? Atau kamu pingin sakit biar besok gak usah sekolah? Wah, aku kagum sama keanehanmu itu!" katanya dengan nada paling datar yang ia punya.
"Astaga! Bisa engga sih kamu positif thinking sama aku? Huh! Zebel!!! Ya Tuhan! Belum puaskah KAU membuatku menderita?" ratapku pilu. "Aku bukan hujan-hujanan tapi aku kehujanan. Tak bisakah kamu membedakannya? Hah?" lanjutku menjelaskan.
"Oh, jadi kamu ke sini mau numpang berteduh toh." ucapnya.
"Hmm, begitulah. Boleh ya? Aku mohon." pintaku dengan nada memohon dan mata pappy eyes andalanku yang selalu berhasil meluluhkannya.
'Glek..' suara saliva ditelan paksa.(ya Tuhan, dia manis banget. Ingin rasanya aku makan dia.) 'Irsyad POV.
"Hei...hei...! Kamu masih sadarkan? Hello!" tanyaku sambil mengibas-ngibaskan tangan ku di depan mukanya.
"Ah! Te-tentu saja aku masih sadar. Bodoh,"
"Tapi kenapa mukamu memerah dan juga, he-hei, hidungmu berdarah! Kamu sakit ya?" ucapku panik.
"Se-seriusan?" katanya sambil memegang hidung yang sudah meneteskan banyak darah.
"Oh tidak, ba-bagaimana bisa aku membayangan diriku melakukan ha-hal itu bersamamu. A-aku mulai engga waras," katanya masih dengan muka yang semerah tomat karena malu."A-apa?!, ja-jadi kau membayangkan hal yang me-mesum dengan diriku?" tanyaku dengan muka yang ikut memerah juga.
Krik...krik...krik...krik... Tiba-tiba keheningan tercipta. Hanya suara hujan yang terdengar.
GLEGER.... Suara Guntur akhirnya memecahkan keheningan.
"Ekhem, ya-yasudah, kamu boleh masuk dan berteduh. Tapi aku ga jamin kamu bisa lolos dariku dan keluar dari rumah ini dengan keadaan utuh. Oh iya, aku kasih tau ya orangtua dan kakak ku lagi ga di rumah . Berarti cuma ada kamu ma aku di rumah ini dan aku bebas melakukan apapun yang aku mau. Berdoalah semoga kamu bisa selamat dariku." katanya dengan senyum yang menyeramkan nan mesum.