Prologue

28 1 1
                                    


" Masih menunggu teman Mba Bulan ? "

Suara pelayan cafe membuyarkan lamunan Bulan. Bulan yang sedari tadi hanya menatap kosong ke arah jendela cafe langsung tergagap.

" Oh enggak kok, saya emang sendiri aja. Boleh saya pesan Green Tea Latte nya lagi ? "

Pelayan itu lalu mengangguk sambil tersenyum dan segera kembali ke dapur. Bila dibandingkan dengan pengunjung lainnya, pasti Bulan terlihat miris. Sendirian sambil mengutak – atik laptopnya yang berisi lembaran pendaftaran formulir kerja yang kosong, sedangkan yang lain tengah bersama pacar atau temannya. Sudah 4 jam ia duduk memikirkan arah kerjanya. Padahal orang seusianya sudah menemukan bidang yang diminatinya, hal itu membuat Bulan semakin frustasi. Minatnya selalu berubah – ubah, awalnya ingin jadi seperti orang kantoran, lalu ingin jadi desainer, dan yang terakhir menjadi barista. Aneh memang, dasar mahasiswa labil.

Ia bisa dibilang pelanggan tetap di The Cafetaria, karena letaknya yang tidak terlalu jauh dari rumahnya. Ayah dan ibunya yang seringkali sibuk bekerja membuat ia jenuh jika hanya di rumah. Ia sebenarnya mempunyai kakak laki – laki, namun kakaknya sudah dua tahun ini bekerja. Kadang ia kemari bersama teman – teman kuliahnya, namun ia lebih sering datang sendirian.

" Silahkan minumannya Mba " Pelayan yang sudah sering melihat Bulan kemari, memberikan pesanannya.

Drrt. Drrt.

Bulan langsung merogoh saku celananya, dan mendapati telefon dari kakaknya, Kak Zuan.

" Lan, kamu udah isi formulirnya belum? Nanti kamu gak kebagian loh ikut interviewnya, selagi ada teman Kaka yang bantuin, kamu buruan daftar gih "

" Belom "

" Isi gak "

" Harus banget banget banget hari ini? "

" Menurut loe? Ya iyalah. Masa di entar – entar. Jangan bilang kamu gamau ikut ngelamar di perusahaan itu? "

" Yaah gimana ya? Mau sih tapi.."

" Tapi apa? "

" Tapi.."

" Kamu mau ya ngecewain Ayah? Anak jaman sekarang emang ya, kalau kamu gak mau sih yaudah, tapi dipikir baik – baik dulu deh mendingan. Aku gak tanggung jawab ya kalau nantinya kamu nyesel. Udah dulu ya. Bye. "

" Eh tung- "

Pip.

Bulan menaruh handphonenya dengan kasar diatas meja, menimbulkan suara berisik yang membuat sebagian orang menoleh. Sudah menjadi kebiasan kakaknya untuk menelepon ala kadarnya. Pelayan yang sedari tadi masih disampingnya merasa heran karena ekspresi Bulan yang terlihat horror.

" Mba Santi, kira – kira aku lebih cocok jadi apa ya kerjanya? " ucap Bulan dengan suara yang lemah. Ia terus mengacak – acak rambutnya dengan geram. Ya, saat ini Bulan baru saja lulus sebagai sarjana ekonomi, lebih tepatnya kemarin.

" Maksudnya kerja yang beneran kerja Mba? " tanya Mba Santi kebingungan, tidak menyangka Bulan menanyakan hal seperti itu kepadanya. Biasanya ia kemari hanya untuk menumpang Wi-Fi untuk menonton YouTube dan sekedar menggambar.

" Iyaa, aku bingung. Aku selama ini kan sukanya—gambar, semacam desain gitu kali ya. Tapi aku kuliahnya jurusan Akuntansi, dan itu juga karena saran dari Ayah. Kan gak ada nyambungnya sama sekali Mba. Sedangkan aku kadang suka sebel sama yang namanya akuntansi, biarpun aku juga suka sih. " Ia memencet asal keyboard laptopnya.

" Jadi kalau kata Mba gimana? " Bulan menoleh dan menatap Mba Santi dengan antusias.

" Kalau kata aku sih, ya yang namanya menggambar itu mungkin lebih cocok jadi hobi buat kamu. Lagipula akuntansi gak bikin bosen banget kan? Lagipula prospek ke depannya pasti terpercaya, kalau gambar sih ya.. kan gak tentu hehe " ucap Mba Santi sambil menimang – nimang.

Cerita BulanTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang