6⃣

58 12 4
                                    

Bianca's

Hitam, Hitam dalam definisi ideal adalah representasi ketidakhadiran sedikit pun warna atau cahaya di dalam sebuah ruang gelap.

Hidupku, Hidupku tidak jauh dari definisi hitam. Hidupku tidak berwarna sedikitpun, tidak ada yang memberi cahaya dalam hidupku, gelap.

🌏🌏🌏

Gue benci hidup, gue benci kenapa gue harus dilahirin ke dunia ini, gue benci disaat ngga ada satu orangpun yang peduli sama gue, gue benci dengan semua hal yang ada dalam diri gue dan yang ada dalam hidup gue.

Hari yang baru, disaat semua orang mempunyai semangat baru untuk melakukan segala hal yang baru, disaat semua orang akan bertemu dengan orang yang mereka sayang, disaat semua—mungkin tidak semua, kebanyakan—orang merasakan kebahagian, kehangatan.

Sedangkan aku? Aku hanya bisa melihat pemandangan orang tuaku yang kalau tidak sedang berantem, atau mereka yang entah kemana.

Mah, Pah, Bianca kangen, kangen dapet perhatian dari kalian, sarapan bareng kalian, Bianca kangen sama apa yang biasa kita lakukan dulu. Bianca benci dengan keluarga kita yang sekarang, mungkin lebih tepatnya bukan keluarga tapi kita bagaikan orang asing yang tinggal disatu rumah.

"Bianca, Mama harus pergi ke Kalimantan selama seminggu, kamu dirumah sendiri gak apa-apa kan?" Ucap Mama.

"Bukannya udah biasa ya, Ma?" Balasku memasang tampang datar.

"Terserah deh, Mama mau pergi, jaga diri." Ucap Mama yang langsung meninggalkan aku.

Selalu seperti itu.

Haha, aku sudah cape jadi Bianca yang lemah hanya karna keluargaku seperti ini, sekarang aku udah bukan lagi Bianca yang lemah, aku sudah berubah.

Aku senang membully orang, rasanya aku bahagia melihat mereka menderita, disaat aku membully mereka aku merasa ada teman, aku merasa bahwa ada orang yang lebih menderita dariku.

Dan aku senang memiliki sahabat seperti Tania dan Jeni. Mereka sangat mengerti aku, mungkin karena kita senasib.

"Bi, lo putus lagi?" Tanya Jennifer, atau sering disebut Jeni.

"Iya, abis kampung banget dia jadi cowok." Ucapku.

"Kampung gimana, maksud lo?" Tanya Tania penasaran.

"Ya kampung aja sih menurut gue, dia–ah gapenting ngomongin dia, omongin yang lain aja bisa?" Ucapku malas membicarakan sang ketua futsal.

"Ini kelas bosenin banget anjir." Ujar Tania.

"Lo nyanyi sambalado deh Tan, rame langsung ini kelas." Saran Jena.

"Lo aja duluan Jen, tar gue ngikutin." Ucap Tania sembari nyengir.

"Gapenting tau gak sih lo bedua, udah ah gue mau cabut." Ucapku langsung pergi dari sekolah, jangan aneh, hari ini guru ada rapat, so daripada gajelas disekolah mening aku cabut.

Menyendiri adalah hobby baruku, aku merasa tenang saat sendiri, aku bisa melakukan apa saja sesuka hatiku tanpa harus takut ada yang memarahiku.

Termasuk merokok, ya aku tau aku perempuan, jangan salahkan aku, aku mrlakukan ini karna kedua orang tuaku. Aku hanya ingin tau, jika aku pergi nanti, apakah orang tuaku akan menyesal? Atau malah mereka akan bahagia?

Smoke is bad, but the reason i smoke is worse.

Aku menuju tempat yang biasa aku kunjungi, tempat biasa aku pakai untuk menyendiri, letaknyapun jauh dari perumahan.

Namun ketika aku sedang melaju lumayan kencang, dari lawan arah ada sebuah mobil yang ugal-ugalan, saat aku akan menghindar, ternyata ada pohon besar, aku menabrak, menghantam pohon begitu kencang. Tiba-tiba mataku menjadi berkunang-kunang, dan lama-kelamaan semua warna menjadi gelap.

Sebelumnya aku menyadari ada yang meneriaki namaku, entah siapa.

***

Author's pov

Getar membawa Bianca ke rumah sakit terdekat, ia juga sudah menelpon orang tua Bianca namun tidak ada jawaban, nihil.

Getarpun menghubungi Orlan untuk menyuruh memberi tahu kepada Tania dan Jena.

Tak lama mereka sudah sampai di rumah sakit.

"Omg, Biancaa lo kenapaa?" Ujar Tania heboh.

"Bi, Bi lo ngga apa-apa?" Tanya Jena tak kalah heboh.

"Eh woy lo bedua bego apa tolol sih?" Tanya Orlan kesal.

"Yee, gue kan khawatir liat Bianca kaya gini." Ucap Jena membela diri.

"Terus lo pikir Bianca bisa jawab lo? Orang dia lagi pingsan, ya mana bisa dia jawab." Ujar Orlan kesal.

"Berisik woy, ini rumah sakit bukan tempat dugem." Ucap Getar kesal.

"Hehe, maaf Ge." Ucap Orlan sambil mengangkat dua jarinya.

"Udah ah gue mau balik." Ucap Gege.

"Gue ikut!" Seru Orlan.

Mereka berduapun pulang ke rumah masing-masing tanpa mempedulikan Bianca.

***

Hiii!
Baru dapet ide disaat guru lagi nerangin, jadi gue nerusin ini disaat guru lagi nerangin ngehehe.

Geje ya ceritanya? Wakakak

GetarTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang