CHANCE 5

1.9K 198 141
                                    


.

Kakiku rasanya masih gemetar untuk jalan. Gemuruh di dadaku semakin menjadi-jadi. Aku baru saja pulang dari Dokter. Awalnya aku hanya ingin memeriksakan badanku yang demam dan mual akibat asam lambungku yang biasanya menyerangku.

Dugaanku salah. Aku tidak sakit asam lambung. Aku hamil 4 minggu. Aku hamil disaat pernikahanku dan Edward sudah di ujung tanduk.

"Aku bisa..." semangatku dalam hati dan melangkah masuk ke dalam ruangan Harry.

Sebelumnya aku memang belum membuat janji. Kuharap dia tidak marah atas kedatanganku ke kantornya tiba-tiba.

Begitu aku membuka pintu, terlihatlah dia yang sedang bekerja dengan seriusnya. Dengan menelan ludah pahit aku memberanikan diri mendekatinya. Aku mengambil duduk di depannya.

"Edward..." Sapaku.

Dia diam tak bergeming. Tidak ada keinginannya untuk membalas sapaanku. Aku mengerti. Sebegitu bencinya dia denganku? Sehingga sapaanku pun tak mau ia balas.

"Aku hamil 4 minggu..." ucapku mengeluarkan hasil tes Dokter tadi siang.

Aktifitasnya terhenti. Aku menundukkan kepalaku. Jujur, aku takut dia marah padaku. Kulihat tangannya mengambil surat itu lalu membacanya.

"Lalu, maksudmu aku akan membatalkan niat menceraikanmu, begitu?" tanyanya.

Aku mendongakkan kepalaku. Kuberanikan diri untuk menatap matanya. Dengan wajah dinginnya dengan mudah dia berkata seperti itu padaku.

Aku mengambil kembali surat itu lalu bangkit dan segera pulang dari sini. Setetes air mataku mengalir. Menyadari bahkan dia tidak bahagia akan kehadiran buah cinta kami di rahimku.

"Aku pulang... Maaf mengganggu."

Aku keluar dari ruangan Edward dengan tangisan yang tidak bisa kutahan lagi, meskipun tanganku aktif untuk menyekanya.

Semua orang melihatiku, aku tidak peduli. Mereka tidak mengerti dengan apa yang kurasakan sekarang ini.

.

Keputusanku sudah bulat. Aku akan pindah dari rumah yang menurutku begitu banyak kenangan ini. Aku akan bawa anakku pergi. Tangisku masih tidak bisa berhenti. Aku akan jual toko kueku. Aku akan pindah ke pinggiran kota dan membangun usaha baruku sendiri. Hidup bahagia dengan anakku nantinya.

"Fiona... Kumohon tetaplah disini... Maafkan atas kesalahanku..." Kudengar suara Alice dari balik pintu kamarku.

Aku diam saja. Dan menarik koperku keluar. Lagi-lagi tanganku ditahan oleh Alice. Kulihat dia menangis.

"Aku tidak kuat lagi, Alice..." Balasku meskipun dengan bibir yang bergetar.

Alice dengan cepat memelukku. Aku menangis tanpa suara. Tanganku tidak kugunakan untuk membalas pelukan dari Alice. Aku tidak sanggup. Aku tidak mungkin memukulnya, bagaimana pun dia adalah orang yang Edward cintai.

Aku tidak bisa melukai orang yang Edward cintai. Meskipun Edward membuatku benar-benar sakit.

"Fiona, tetaplah disini..." gumamnya lagi.

Baru saja aku akan pergi. Kurasakan sebuah tangan menarikku menjauh dari Alice. Mataku dengan samar melihat Edward yang tengah memandang aku tajam. Dia menarik koperku. Lalu kembali menyeret aku masuk kembali ke kamar.

"Berhentilah bertingkah bodoh. Tetaplah di rumah, kau mau pergi kemana membawa anakku?"

.

Boom.

Maap kalo pendek wkwkw.daripda gk dilanjutin kan ya haha

CHANCETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang