RIAN
Oke, gue kasih tahu. Akhirnya gue dan Dee sepakat honey-shit. Gue memilih lombok, karena bisa sekalian surfing dan diving. Dua olahraga yang gue suka.
Tapi... bukannya menikmati malam pengantin sama istri gue, gue lebih milih ngurung diri di kamar mandi hotel, nonton bokep sambil main sama tangan.
Ya, ya, ya, gue emang bego.
Gue nggak tahu apa yang salah. Tapi, gue nggak bisa nyentuh Dee. Nggak tahu kenapa. Dia nggak bikin gue... terangsang.
Believe me, gue gampang banget terangsang. Ngelihat iklan cewek jilat-jilat es krim saja sudah bisa bikin gue berdiri setengah tiang. Jadi gue benar-benar nggak ngerti kenapa sama Dee nggak berhasil.
Dia nggak jelek, jujur saja. Dari segi fisik, dia jauh lebih cantik daripada perempuan yang pernah one night stand dengan gue. Dalam 'kemasan' lebih berkelas dan sopan. Gue nggak pernah lihat dia pakai pakaian nggak sopan. Bahkan pas di rumah pun, dia lebih nyaman pakai kaus longgar dan celana pendek. Apa itu yang membuat gue jadi nggak nafsu, gue nggak tahu.
Gue menghela napas, menarik tisu untuk membersihkan hasil kerja gue, lalu mandi. Baru mematikan shower, terdengar ketukan di pintu.
Lucu, ya? Setiap kali gue lagi mandi setelah ONS sama perempuan acak, perempuan itu langsung nyelonong masuk nggak pakai izin, gabung mandi sama gue. Tapi, istri gue sendiri, perempuan yang udah sah mau gue apain aja, selalu ngetuk tiap kali gue di kamar mandi. Untung dia nggak pakai ngetuk juga sebelum masuk kamar kami.
"Yan?"
"Iya, bentar," balas gue, membelit handuk di pinggang, lalu keluar kamar.
Dee sudah mengenakan atasan tanpa lengan, dengan luaran gombrong bunga-bunga, gue nggak tahu apa namanya, dan celana sepaha. Gue sudah bilang mau ngajak dia ke pantai habis sarapan.
"Kamu nggak bawa bikini?" tanya gue, iseng.
"Bawa sih..." suaranya terdengar tidak nyaman. "Nggak apa-apa aku pake?"
Gue meloloskan kaus oranye polos yang disiapkannya untuk gue dari kepala, lalu menatapnya. "Kamu mau pake?"
Dia mengangkat bahu. "Gini aja nggak apa-apa, ya? Aku nggak nyaman jalan pake itu, dilihat orang-orang."
Gue mengangguk. "Mana aja yang bikin kamu nyaman," ucap gue, tersenyum kecil. Tepat saat gue udah mau keluar kamar, Dee menahan gue.
"Pake sunblock dulu. Nanti kulit kamu kebakar."
Sejujurnya, gue nggak peduli kulit gue berubah hitam karena terbakar. Tapi, Dee sudah menarik gue mendekat, dan mengoleskan sunblock-nya ke tangan dan kaki gue yang terbuka.
Ini sentuhan fisik paling banyak yang kami lakukan selama dua minggu menikah.
Dia mengeluarkan krim lain, menyerahkannya pada gue. "Ini buat di muka."
"Pakein sekalian," jawab gue, entah pikiran dari mana.
Dee tersenyum malu, membuka krim itu dan mengoleskannya ke wajah dan leher gue. "Udah," ucapnya, menyimpan kembali krim dan body lotion-nya ke dalam tas tangan yang dibawanya.
"Yuk," ajak gue.
Dia menurut, mengikuti gue keluar kamar.
**
DEE
Ini lebih cocok disebut vacation daripada honeymoon. Sejujurnya, aku senang saat Rian berkata kami akan ke Lombok untuk bulan madu. Meskipun tahu itu demi menyenangkan ibunya, aku tetap merasa senang. Aku jarang berpergian. Dan setahuku, Rian sering ke mana-mana. Selain karena memang pekerjaannya sebagai arsitek salah satu perusahaan besar, Makiel Architecture, mengharuskannya banyak melakukan pekerjaan di luar kota hingga luar negeri, dia juga suka traveling.
KAMU SEDANG MEMBACA
Tied The Knot
Romance[Sudah terbit, bisa dicari di Gramedia/toko buku lainnya/toko buku online] #2 The Tied Series (Bab 7 s/d epilog sudah dihapus) Tiga hal paling penting bagi Rian dalam hidupnya; Mama, arsitektur, dan tidur panjang di hari Sabtu. apa pun akan dilakuka...