Bagian 5

83 2 0
                                    

Drrrt drrrt drrt..

Handphone dila yang tergeletak di meja kecil tepat berada di sebelah tempat tidurnya pun bergetar. Pada waktu yang bersamaan jam weker berwarna hijau yang terpampang di dekatnya pun menunjukkan waktu pukul 6.10. Dan dila masih mengabaikannya hingga mau tak mau membuat mbak atun memasuki kamar dan mematikannya.

"Mbak dil, ayo bangun sudah siang loh. Mau mbak atun masakin apa nih untuk sarapan?", tanya mbak atun sembari membuka tirai jendela kamar.

"ahhh, masih ngantuk nih mbak. Ibuk sama Abah kemana mbak?"

"Oiya, tadi ibuk nitip pesen sama mbak atun, katanya ibuk sama abah mau pergi ke kalimantan dulu, ada urusan lagi"

"Oh iya sih mbak kemaren abah udah ngomong kok. Loh udah berangkat mbak??!", kataku sembari beranjak dan terkejut.

"Astagaa, kenapa ngga ada yang bangunin dila mbak. Dila belom pamit nih, ya Allah."

"Tadi ibuk udah kesini buat bangunin mba dila, tapi mba dila ndak bangun2. Terus dibiarin sama ibuk, kata ibuk kasian kecapean jadi ibuk nyuruh bangunin mba dila nya agak siangan"

"Oh gitu. yaudah makasih ya mbak atun. Mbak aku mau bobo lagi ya mbak, 10 menit lagi. Yayaya? Please" , memasang wajah merajukku pada mbak atun.

"Yasudah, ndak papa"

****

30 message from tama

Ih sumpah ya. kurang kerjaan banget sih nih anak. Spam spam line segala. hadeeh.

Gumamku dalam hati sembari melontarkan senyum simpul.

Tak lama kemudian handphoneku kembali bergetar dan berdering.

"hallo?"

"Heh!, kamu tuh ini udah jam berapa?! Dodol banget sih. Dah siap belum?! Gamau tau aku nanti sampe rumah, kamu harus siap ya. Ga ada tapi-tapi an. Dasar kebo."

"Ihh, ya maaf pak. Bapak galak banget sih pak. Ehehe. Iyaiya uda siap kok. Sini buruan nanti keburu gerbang sekola ditutup. Kutunggu depan rumah ya tam."

"Bura buru bura buru.. kamu itu hih. Dasar. Nyebai we. Yaudah tunggu. otw banter nih. Hmm. Dah ya. Samlekum. Cu."

****

Di Kelas

"Dillooo, ihh kok siangan sih berangkatnya? Tumben. Eh aku mau curhat dil. Aaa" , cerocos naya ketika aku baru saja tiba di kelas dan baru saja meletakkan tas biru dongker ku.

"Iyaiyaa oneng. Yailahh sabaran bentar napasih. Mau naroh tas dulu nih." , balasku sembari merapihkan tas.

"Napa sih dia jal? Kok kayanya ada sesuatu penting banget. Jangan bilang nggalauin mas siapa itu lagi ya."

"Tauk tuh dil. Temen lo baru gila tuh.curhat ke gue dari kemaren geje banget deh. Dramak lo nay"

"Tama mana dil? Lo bareng dia kan tadi?"

"Ihh apa sih lo jal. Basi deh. Apa lo ga iklas nemenin gua kemaren?!", balas naya ketus sembari menjambak rambut ijal.

"Idiihhh, sakit nay. Aww.. dasar maklampir. Galak bangetsih yawla. mbok lo tuh kek dila calm. Ya ngga dil.", elak ijal sembari melontarkan kekehannya pada naya, sementara itu naya hanya memandangnya dengan sarkas.

"Iya, tama tadi kekantin dulu. Udah udah ini pada ngapain sih kalian. Rese deh."

Tak lama kemudian bel masuk pun berkumandang. Sontak seluruh siswa segera memasuki ruang kelasnya masing-masing. Tak terkecuali tama. Dengan atasan seragam yang keluar dari celana abu-abunya dan tanpa dasi serta menggenggam satu kantong es teh manis faforitnya di tangan kiri dan tempe goreng ditangan kanannya. Sambil berjalan santai dan masih menikmati makanannya. Padahal bel masuk sudah berbunyi beberapa menit yang lalu.

Untungnya jam kesatu dan dua kelas tama pelajaran kosong. Walaupun tidak ada guru yang mengajar, semua siswa tetap berada di dalam kelas dan terkendali. Setidaknya sebelum tama berada di dalam kelasnya.

"Heh, ya.. ya.. yahya", panggil tama pada naya sembari mengguncang kursi naya dengan kaki panjangnya.

Ya, singgasana tama memang berada persis dibelakang naya dan dila. Sementara itu ijal bersinggasana tepat disebelah tama. Ya mereka duduk di dua meja disudut kanan belakang. Singgasana para pembuat onar. Begitu kata teman-teman untuk tama dan ijal yang selalu menimpali dengan kata-kata lucunya setiap ada guru yang sedang menerangkan pelajaran di depan kelas.

"Iiiih, TAMA!! APAAN SIH?!, rese deh lo. Galiat gua baru curhat ama dila?" ,Balas naya ketus.

"Santai lo ya.. mesti baru peems. Dasar yahya yahya. Galak bangetsi, grandong sampe kalah", balas tama cepat dengan buaian khasnya.

"Tai lo tam. Yahya yahya lupikir gue abang2 tukang jual sayur depan rumah?! Ihh. Bodo amet tam. Garing lo", balas naya sambil berbalik badan.

"Eh iyaiyaa iyaa. Nay, pinjem bolpen satu dong. Nghehehe. Naya cantik."

"Taii banget sih dil sahabatlo nih ih. Rese bgt ampun yawla. Gua berasa jadi koperasi berjalannya tama. Tiap hari aja tam lo pinjemin bolpen gua ampe abis ya. Nih... jangan di ilangin lagi sm dibawa pulang", gerutu naya sembari menyodorkan bolpen pada tama.

"Nah gtu dong nay, tengs naya cantik"

****

Bel pulang pun berbunyi. Menggema hingga ke sudut kelas. Serentak semua siswa bersorak ria. Waktu yang paling ditunggu-tunggu oleh semua siswa pun tiba, tak terkecuali oleh naya-ijal dan tama-dila.

Ya, mereka akan berkunjung ke Basecamp(baca:rumah dila) as always. Secara berpasangan mereka menaiki motor. Tak sedikit anak-anak yang mengira bahwa mereka berempat ini adalah sepasang couplean, bahkan tama dan ijal mendapatkan tittle pentolan geng sekolah.

Saat perjalanan menuju basecamp. Tiba-tiba saja tangan tama merengkuh punggung tangan dila dan dalam sekejap kedua tangan mungil dila telah melingkar di pinggang tama.

Sementara naya dan ijal. Entah apa yang sedang mereka bicarakan hingga membuat mereka tertawa lepas di jalanan yang lumayan ramai ini, bisa-bisanya.

Tapi tibatiba saja ijal menyalip motor tama dan memberi isyarat untuk mengikutinya.

Ternyata ijal mengajak kami untuk singgah sebentar di salah satu mall yang tak jauh dari sekolah kami. Seperti biasa, setelah memarkirkan motor, dila dan naya segera berlari menuju kasir untuk memesan makanan dan minuman faforit kita berempat, sementara itu para lelaki sableng itu pun sibuk mencari tempat duduk yang nyaman.

Tama menginginkan dila untuk duduk di dekatnya. Seolah seperti tak ingin melepas dila bahkan hanya sedetik pun. Ya, tama selalu ingin berada di dekat dila.Sementara naya seperti biasanya, duduk berdampingan dengan ijal.

Merekapun bercanda, tertawa, dan berbagi banyak hal lain seperti remaja pada umumnya. Tapi ada yang sedikit berbeda. Dila yang biasanya ikut nimbrung, sepertinya dia agak sedikit murung. Sebenarnya tama sudah menyadarinya semenjak beberapa minggu terakhir ini. Bahkan bisa merasakan perbedaannya, namun tama tetap menyimpannya dalam diam. Sesekali tama mencuri pandang pada dila. Seolah bertanya dalam hati, mengapa sahabat kesayangannya ini murung.

Oke selamat nunggu next chapter ya :b wkwk vote sama commentnya dong :** makasih ya buat yang udah mau baca cerita abalku ini. Butuh saran kritikan ya.. :** Cu 😘


Belenggu Dalam DiamWhere stories live. Discover now