PUTRI KELABU 2 -10-

1.5K 80 0
                                    

Prang…

Nafas Valerina tercekat. Matanya nanar menatap jalan dibelakang tubuhnya. Suara itu begitu keras. Mengejutkannya dengan berbagai cara. Ia menatap ngeri kobaran api yang semakin membesar. Are yang sedari tadi hanya terpaku di tempatnya langsung mengambil ponselnya.

“Suster, kirim ambulan sekarang juga! Ada kecelakaan!” teriak Are. Valerina menggeleng ketakutan. Ia tidak lagi mendengar kata-kata Are yang selanjutnya. Matanya terfokus menatap lurus mobil yang terbakar itu dari jendela butiknya. Kemudian ia melihat Are berlari ke luar butik. Beberapa orang turut mengerumuni kecelakaan itu. Berteriak ramai… sangat teramat ramai. Membuat telinganya berdengung tak bisa menangkap suara apapun.

Valerina keluar dari butiknya dengan langkah tertatih. Jantungnya mulai berdetak kencang ketika melihat serpihan mobil itu dari dekat. Nafasnya tercekat ketika melihat sebuah benda berwarna pink di balik jendela belakang mobil yang terlalap kobaran api itu. benda itu tidak lagi berbentuk sempurna. Namun ia bisa mengenalinya. Sebaik ia mengenali pemilik boneka itu. ya, ia tau, itu adalah boneka Barbie Rachel yang ada di mobil Raka.

Astaga…

Valerina mendesis perih, Hatinya sakit menerima kenyataan itu. Ingin rasanya ia berlari menerobos api itu. Namun tubuhnya lemah tak lagi bertenaga. Tangannya terulur menggapai udara, nafasnya tercekat karena syok dan ketakutan. Ia ingin berteriak, namun tidak ada satu suarapun yang terdengar keluar. Telinganya masih berdengung, bahkan ia tidak bisa mendengar raungan sirine ambulance yang melaju sangat kencang. Dua unit mobil kebakaran dikerahkan, menyiram mobil yang terbakar itu dengan air, membuat sang api pergi meninggalkan asap hitam yang mengepul ke atas, membuat sebuah lapisan kelabu yang lain.

Valerina berusaha berlari mendekati kerumunan itu dengan cepat, namun tubuhnya terlalu lemah. Ia menangis meronta tanpa suara, untuk kali pertamanya ia benar-benar berharap segera mati saat itu juga, tepat sebelum kegelapan mengabil alih luka dan kesadarannya.

                                                ***

Keramaian khas sumah sakit mengusik ketenangan Valerina. Ia membuka matanya perlahan. Kemudian entah bagaimana, air mata itu kembali menetes. Mata indahnya menatap langit-langit rumah sakit itu dengan pandangan nanar. Dua buah lampu neon menjadi pusat pandangannya.

“Rachel sudah siuman,” teriak Kirana. Brian dan Vero langsung berjalan menghampirinya.

“Kimi, kau baik-baik saja?” Tanya Vero khawatir. Valerina menatap gadis itu penuh luka.

“Kimi bicaralah, kau membuat kami semua sangat khawatir,” ujar Brian. Dengan susah payah, gadis itu menoleh pada kakeknya. Pandangannya menyiratkan keputus asaan yang membuat siapapun ikut terhenyak ke dalam jurang luka yang dibawanya.

“Ra… Raka..” bisiknya tergagap.

“Tenanglah, kau bisa melihatnya jika kau sudah lebih baik.” Ujar Kirana. “Aku ingin kau menguatkan dirimu dulu.” Vero mengangguk setuju dengan kata-kata Kirana.

“Aku ingin melihatnya, ku mohon.” Bisiknya pelan, air matanya terus menetes, membuat Brian mengangguk pada Vero dan Kirana. Kemudian Vero mengambil sebuah kursi roda.

“Kau benar-benar sudah merasa lebih baik? Kau pingsan lebih dari lima jam.” gumam Kirana masih khawatir. Valerina mengangguk lemah. Hatinya benar-benar dipenuhi ketakutan yang nyata.

“Biarkan aku yang membawanya,” ujar Vero. Kirana dan Brian mengangguk setuju. Kemudian membiarkan Vero mendorong kursi roda Valerina keluar kamarnya. Ia membawa Valerina menelusuri lorong-lorong rumah sakit yang panjang. Membuat jantung gadis itu berdegub semakin kencang setiap kali mereka berbelok ke lorong lain.

“Tunggu disini,” ujar Vero ketika mereka sampai di depan sebuah ruangan. Kemudian gadis itu berlalu pergi dengan tergesa. “Jangan pergi kemanapun, aku akan memanggilkan mom.” Pesannya sambil berlalu. Velarina tidak bisa menahan gemuruh hatinya lagi. Ia hanya ingin menemui pria yang paling disayanginya. Ia meraih pintu itu, membukanya dan berjalan perlahan. Air matanya menetes perlahan ketika melihat tubuh yang terbalut perban di setiap sudutnya. Valerina menggeleng perih. Ia menangis sesenggukan di samping ranjang itu. meraba perban yang menutupi seluruh wajah yang terbaring kaku di hadapannya.

Tuhan, apa lagi ini??!! Tangisnya tak lagi terbendung. Setelah sahabatnya, kini pria terkasihnya pun harus terbaring lemah di hadapannya.

“Rachel,” panggil Vero terkejut. Di belakangnya Kirana, Luna dan Thalia ikut menatapnya terkejut. Valerina menatap mereka dengan sedih.

“Hey, apa yang kau lakukan disini?” Tanya Kirana bingung.

“Ra… Raka…” bisik Valerina perih. Thalia mengerutkan keningnya, meski ia begitu merindukan gadis itu, namun melihatnya menangis meraung-raung seperti itu tak elak membuatnya ikut menatap bingung.

“Kakak… bukan itu…” bisik Vero pelan. Namun bisa membekukan semua orang yang ada di sana. Valerina menatapnya tidak mengerti. Kemudian wajah Kirana, Luna dan Thalia mencair ketika menyadari duduk masalahnya. Baru saja Valerina akan menyangkal, sosok jangkung Raka sudah menerobos kerumunan kecil itu. wajahnya begitu tampan, meskipun tampak dingin. Ia masih mengenakan kemeja putih dengan dua kancing paling atasnya terbuka, serta celana bahan yang sama dengan yang kemarin ia gunakan.

“Ka..Kau…” bisik Valerina tidak percaya. Raka menatapnya dengan kening berkerut.

“Ya, aku.” Ujarnya sinis. Thalia melirik putra sulungnya, sedikit tidak suka dengan cara bicaranya. Bukankah, beberapa menit yang lalu ia yang menangis di samping ranjang putri itu. “Maaf sudah membuatmu khawatir.” Ujarnya ketus.

“Aku…”

“Kau tidak perlu menjelaskan apapun. Aku sudah melihat semuanya. Kau dengan Are,” kini ketiga wajah lainnya menatap Valerina yang masih membeku. “Dan kecelakaan itu… well, itu kebodohanku. Tapi ya, pada akhirnya aku bisa menghindar, dan berdiri di sini bersama kalian. Jadi kau tidak perlu menangis untukku lagi.”

“Ka..kau…” Valerina berjalan tertatih mendekati sosok angkuh di depannya. Raka memiringkan sedikit kepalanya terkejut ketika Valerina mengangkat tangannya. Teringat akan tamparan gadis itu dulu. Namun alih-alih menampar, sosok cantik itu malah memeluk erat tubuh Raka. “Kau bodoh,” ujarnya lemah. Dengan cekatan Raka menahan tubuh Valerina. Kemudian dengan mudahnya menggendong tubuh itu. Valerina sedikit terkejut namun ia tidak menolak. Ia memang benar-benar lelah.

Valerina menyandarikan kepalanya pada dada bidang Raka. Menghirup aromanya dalam-dalam dan memejamkan matanya. Hatinya begitu tenang mendengar detak jantung Raka yang berirama.

“Aku akan membawanya pulang, sepertinya ia sangat kelelahan.” Samar-samar Valerina bisa mendengar jawaban dari yang lainnya. Namun Raka benar, ia merasa tubuhnya memang begitu lelah. Terlebih setelah menangis meraung di depan orang yang salah. Astaga… wajah Valerina memerah ketika mengingat semua itu. ia merasakan ayunan lembut dari langkah kaki Raka.

“Lain kali kalau kau mau menangis, pastikan dulu siapa orangnya,” bisik Raka. Wajah Valerina kembali memerah. Ia membuka matanya sedikit.

“Itu buka…” kata-katanya terhenti saat dengan santainya Raka mencium bibir Valerina.Mata Valerina langsung terbuka lebar.

“Masalah Are…” bisiknya ketika Raka mengangkat wajahanya sesaat. Matanya mendelik kemudian ia tersenyum tipis.

“Tidurlah,” bisiknya, mempererat dekapannya. “Aku memang bodoh, kau benar. Setelah melihat tangisanmu untukku yang ternyata salah itu, aku sadar, betapa kau sangat mencintaiku.” Ia tersenyum tipis ketika melihat rona merah diwajah gadis itu. “dan lagi pula, kau pikir aku akan melepaskanmu begitu saja?!”ujarnya sungguh-sungguh. Valerina tersenyum tipis penuh arti, kemudian kembali memejamkan matanya.

Inilah tempat terindah yang ingin kutinggali seumur hidupku. Mendengar detak jantungnya, mendengar desahan nafasnya, aroma maskulinnya, sentuhannya, dan seluruh cintanya. 

PUTRI KELABU 2Where stories live. Discover now