Aku bersandar pada pohon rindang didekatku. Hembusan angin lembut menerpa tubuhku. Samar tercium aroma bunga yang menenangkan. Pantas saja baik pasien maupun keluarganya betah berada di taman ini. Ketenangan yang tercipta dapat membuat pikiran menjadi lebih releks
Sedikit lagi. Akhirnya. Terlihat matahari mulai beranjak dari singgasanannya, menyisakan perpaduan warna oranye dan merah yang berpendar keemasan di langit. Inilah salah satu hal yang paling kusukai, tenggelamnya matahari. Seakan bebanku ikut tenggelam bersamanya.
"Sudah berapa lama sejak terakhir kali aku melihatnya?"
Pertanyaan itu terbesit bergitu saja, memaksaku berfikir. Sudah sebulan kah? Ahh lebih lama dari itu... Mungkin empat atau lima bulan yang lalu. Aku semakin jarang melakukan kegiatan menyenangkan ini. Selain karena kesibukanku belajar mendiagnosis orang, aku juga berusaha untuk melupakan seseorang di masa laluku. Karena semua ini hanya akan mengingatkanku pada bayangnya.
Seseorang yang menyukai bias keemasan di langit ketika matahari terbenam. Seseorang yang dulunya selalu menemaniku, berusaha keras melindungiku, dan tiada henti menyemangatiku. Seseorang yang berhasil menjeratku dalam pesonanya hingga aku tidak bisa berhenti memikirkannya. Seseorang yang menorehkan rasa nyaman dan sakit pada saat bersamaan. Seseorang yang membuatku jatuh cinta.
Dia. Apakah dia masih mengingatku? Mengingatku ketika ia mendengar nama yang sama denganku. Akankah dia memikirkanku? Ketika ia mendengar lagu yang biasa kami nyanyikan. Akankah dia membayangkanku? Ketika ia melihat wajah yang mirip denganku. Apakah aku ada dibenaknya? Ketika waktu mulai mengikis keberadaanku.
Seketika ribuan pertanyaan muncul begitu saja. Dan tanpa bisa kucegah, wajahnya memenuhi pikiranku. "Aku merindukanmu... Rio..." bisikku. Perlahan air mataku mulai menetes.
~
Ahh sial, air mataku tak mau berhenti. Parahnya lagi tangisku semakin menjadi-jadi. Cengeng. Hanya memikirkannya saja membuatku jadi begini.
"Biarlah, sekali ini saja," pintaku dalam hati. Aku berhenti menghapus air mataku. Kubiarkan air mataku mengalir di pipiku bagaikan anak sungai yang mengalir dengan deras.
Sekelebat bayangannya muncul di benakku, mengulas kembali saat-saat paling menyenangkan dalam hidupku. Layaknya sebuah film dimana hanya ada aku dan dia yang menjadi pemerannya. Semuanya begitu indah.
Sebelum kejadian itu menjauhkanku dengannya. Hingga aku tak bertemu dengannya lagi.
Hampir lima tahun, waktu yang kuhabiskan untuk berusaha melupakannya. Aku hampir saja berhasil. Aku bahkan mulai lupa bagaimana wajahnya. Samar-samar yang kuingat hanyalah senyumnya. Lalu tatapannya. Hingga tingkah konyolnya. Kebiasaannya. Dan secepat itu pula aku kembali mengingatnya. Aku menyedihkan.
~
Time will heals your pain.
Kalimat itu nyatanya tidak berhasil padaku. Sudah begitu lama sejak terakhir kali aku dan dia bertemu. Tetapi hatiku tetap saja hampa. Aku masih orang yang sama, di tempat yang sama, masih menunggunya. Saat tidak ada kabar apapun darinya. Bodohkah aku? Masih mengharapkannya. Berharap dia akan kembali.
"Bukankah kau yang membuatnya pergi?"
"Bukankah kau yang melepaskannya?"
Sekelumit pertanyaan serupa terus menghantuiku. Seandainya dia tau... Aku tidak ingin dia pergi. Seandainya dia tau... Aku tidak ingin semua itu terjadi. Seandainya dia tahu... bahwa aku mencintainnya. Sampai saat ini masih mencintainya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Loving you
RomanceJika saja kita lebih jujur dengan perasaan masing-masing. Mungkin tidak akan ada salah paham yang berakhir dengan perpisahan. -Vania Nithimihardjo Seandainya tidak ada luka di masa lalu, akankah ada masa depan untuk kita? -Alfian Daniarga Kadang yan...