3

1.2K 59 8
                                    

"Sayang pada seseorang yang tidak berfaedah untuk kita, atau sayang pada Allah yang jelas-jelas dapat mengantarkan kita ke surga-Nya. Mana yang lebih penting untuk kita, Kak Jannah?"

Mata Jannah sedikit membulat dan kedua alisnya terangkat, Kak Jannah? "Lo kelas berapa emang?"

"Sepuluh. Sepuluh IPA dua." Jawab cowok itu dengan suara berat nan kalem. Tangan kanannya bergerak-gerak menyendok makanannya, dibantu oleh garpu yang berada di tangan kirinya.

Jannah hanya ber-oh dalam hati sambil menyuapkan sesendok ayam lalapan ke dalam mulutnya. Sepertinya nafsu makan gadis itu telah kembali.

"Kak Jannah belum jawab pertanyaan aku." Ujar cowok itu yang membuat Jannah kembali menoleh ke arahnya.

"Hm?" Gumamnya masih sambil mengunyah makanan. Gadis itu lalu meneguk habis es teh manisnya yang memang tinggal setengah. Saat semua yang ada dalam mulut telah jatuh ke dalam lambungnya, ia menjawab dengan mata memandang ke atas, tampak sedang berpikir, "Gue nggak tahu ya mana yang lebih penting. Tapi yang pasti, kalau lo tanya pertanyaan itu ke orang yang beriman, mereka jelas bakal jawab opsi kedua. Dan kalau lo tanya pertanyaan itu ke orang yang biasa-biasa aja, gue yakin respon mereka cuma satu, kenapa lo bilang menyayangi seseorang itu tidak ada faedahnya untuk kita?"

Cowok itu tersenyum dengan hanya mengangkat sebelah bibirnya, "Yah, tidak selamanya tidak berfaedah. Sayang pada orang tua, ada faedahnya. Sayang pada saudara dan keluarga, ada faedahnya. Sayang pada suami atau istri, ada faedahnya. Yang jadi maksud aku, untuk ukuran anak SMA zaman sekarang yang hanya mementingkan nafsu, sayang pada seseorang atau pada lawan jenis, benar-benar nggak ada manfaatnya. Memangnya, apa manfaat dari naksir lawan jenis? Berpahalakah untuk kita? Memangnya, apa manfaat dari pacaran? Memberi syafaatkah untuk kita? Tidak, kan? Tapi, itu akan jauh lebih baik kalau kita sayang pada lawan jenis lillahita'ala. Itupun hanya kepada istri atau suami. Bukan pada gebetan atau pacar." Tutup cowok itu mantap sambil beranjak, hendak pergi. Nasi goreng dan cappuccino di atas mejanya sudah dihabiskannya sejak tadi.

Jannah yang mendengar penjelasan panjang-lebar cowok itu, masih tercenung dengan mata yang tampak kosong. Sepertinya, setiap kata yang dikatakan cowok itu bagaikan tamparan keras untuknya.

Jannah mengerjakan mata beberapa kali saat cowok di hadapannya itu berucap, "Ini."

Dengan alis yang terangkat, Jannah menerima secarik kertas kecil yang diangsurkan cowok itu kepadanya, "Apa ini?"

"Tiket gratis untuk Kak Jannah yang udah mau dengarin aku ceramah." Kata cowok itu sembari menyengir lebar, terkesan malu-malu.

"Tiket?" Jannah langsung melihat tiket yang ada dalam genggamannya. Di sana tertulis 'Lomba Tilawah Al-Quran 2016'. "Lo ikut lomba ini?"

Cowok itu mengangguk. Tanpa berkata apa-apa lagi, ia langsung melangkah pergi.

Dua detik setelah cowok itu meninggalkannya, Jannah cepat-cepat memutar badannya ke arah cowok itu pergi, "Lo kok manggil gue 'Kak Jannah'? Waktu di mushola aja lo panggil gue 'kamu'. Nggak konsisten amat." Jannah terkekeh pelan.

Cowok itu ikut terkekeh, "Sori." Kemudian ia menyeringai dengan tampang jahil, "Ngomong-ngomong, Kak Jannah masih suka baca Al-Quran tanpa baca ta'audz dan basmallah?"

Mati gue!!! Kenapa dia tiba-tiba ingat gitu?!

Dan Jannah hanya bisa menampilkan senyum tersipunya.

Jannah Untuk Adam [ON HOLD]Where stories live. Discover now