(2)

506 18 3
                                    

'Bagus, sekarang udah jam 06.45 dan dalam lima belas menit aku belum sampai sekolah aku akan di strap' Umpatku dalam hati.

Kemacetan kota metropolitan ini memang tak bisa terelakkan. Bahkan setelah aku berjuang untuk bangun lebih pagi tetap saja, lihat sekarang mobilku tepat berada di tengah lautan kendaraan lainnya.

Tiin..tiiin...

Masih tak ku hiraukan,

Tiinnn..tiiin..

'Siapa lah orang ini, main bunyiin klakson seenak jidatnya, membuat mood pagiku yang buruk semakin memburuk,'

Tiiinnn.. tinn..

Dan kali ini diikuti ketukan kaca tepat di samping kiriku, 'ish.. bener-bener deh orang ini,' dan saat menoleh hal pertama yang kulihat adalah wajah Vino yang menempel pada kaca mobilku. Puas menertawakannya aku langsung pamit pada Pak Adi, memilih berangkat bersama Vino yang naik motor,

"Pak aku turun sini aja deh, mau bareng Vino naik motor," Lalu keluar dari mobil setelah Pak Adi membalas dengan senyuman.

"Siapa yang suruh naik ke motor gue, hah?"

Ujar Vino memakiku yang langsung naik ke motor sport menawannya, yaa motor sport hitam yang kudambakan beberapa bulan terakhir. Entah kenapa seleraku selalu sama dengan Vino.

"Lu. udah ah cus... jalan, kalo sampe gue di strap sama Bu Arin lagi lu traktir gue seminggu kedepan,"

Balasku cuek, bermaksud meledekku dengan wajah konyolnya Vino kumat-kamit mengikuti gaya bicaraku,

"Heh.. dipikir gue gabisa liat, keliatan kali di spion, jalan Vin.. ntar telat!" Ujarku sambil mencubit perutnya,

"Aduuhh.. sakit Bri, iya ini jalan tuan putri," jawabnya mengaduh kesakitan sambil fakesmile.

Hihi, sebenernya muka Vino lucu kalo lagi ngeledek kaya tadi, mirip ikan yang mangap-mangap karena kehabisan nafas di darat.

Vino pun memacu motornya secepat angin,

Deg deg.. deg deg...

Oh ayolah, jangan sekarang kumohon.

10 menit yang cukup berat bagiku, Vino pun memarkirkan motornya dan entah mengapa kaki ini enggan turun dari motor.

'Ah..' gumamku karena rasa sakit yang kembali terasa.

"Bri? Kok gak turun?" Tanya Vino yang baru melepas helmnya, sedangkan aku masih terdiam dalam posisi tangan yang menekan dadaku.

"Jantung lu kumat lagi?" Vino mulai gusar melihatku yang sejak tadi hanya diam

"sedikit," jawabku lemah.

'Aku kuat, ayo Bri kamu pasti bisa. Lagi pula aku harus terbiasa dengan kecepatan itu, karena aku ingin segera memiliki motor sport semacam Vino ini' Pikirku menyemangati diri sendiri, lalu perlahan turun dari motor.

"Maaf Bri gue yang salah, gue terlalu ngebut ya?"

"Engga, udah yuk ke kelas 5 menit lagi bel tau," Jawabku lalu melangkah menuju kelas yang diikuti Vino.

Perlahan rasa sakit itu menghilang. Ya, aku memang punya kelainan jantung, tapi hal itu tak menghalangiku dalam beraktivitas seperti remaja lainnya kan? Bahkan terkadang jantung ini yang memicu ku untuk menjadi kuat, akan kubuktikan pada dunia bahwa vonis dokter akan penyakitku ini bukanlah akhir segalanya.

"Bri...."

Suara melengking itu, hanya satu orang yang memilikinya. Natasha Natania. Satu sahabat terbaikku selain Vino.

HomeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang