One Call

78 4 0
                                    

Fajar telah menyingsing di ufuk timur. Seluruh tenda sudah kembali tergulung rapi dan ransel-ransel besar sudah bertengger di punggung pemiliknya. Pagi hari ini di mana mereka akan menuruni gunung dan kembali ke rumah masing-masing. Mata Kezha selalu saja bisa menangkap keberadaan mata teduh Dante yang juga sedang menatapnya disela-sela kerumunan orang. Kezha tersenyum sembari memegangi bibirnya mengingat segala hal tentang Dante yang nyaris membuatnya gila.

Kezha dan kawan-kawannya mulai menuruni gunung, begitu pun dengan yang lain. Dante terus mengintai Kezha dari belakang, ia menjaganya dengan pandangan yang tak luput sedikitpun.

"Gimana, Bro, pengalaman nanjak lo pertama kali?" tanya Aldo pada Dante yang tatapannya lurus.

"Seru." Jawab Dante manggut-manggut dengan tatapan yang sama tanpa sedikit pun menatap ke arah Aldo dan Arga.

"Apanya yang seru?" tanya Arga. "Bibirnya." Dante menjawab seperti tak sadar dan sambil tersenyum sendiri. Seketika saja Arga menepak kepalanya dari belakang.

"Yeeee, ngapain aja lo?" tanya Arga menyelidik kemudian terkekeh.

"Eh, apaan sih lo!" Dante menggaruk kepalanya yang tak gatal.

"Bocah SMP yang sering lo ceritain? Siapa, tuh, namanya?" kata Aldo sembari berpikir.

"Kezha, dia udah kuliah sekarang." Jawab Dante datar.

"Gue kapan ya kayak Dante ketemu cewek-cewek yang suka dateng ke mimpi gue?" ucap Aldo dengan tatapan khayalnya.

"Revisi skripsi aja dulu hahaha." Arga menoyor kepala Aldo, temannya yang terlalu banyak berkhayal itu. Dante hanya tertawa.

Jam demi jam, bulir peluhpun bercucuran. Mereka sudah melewati setengah perjalanan yang begitu melelahkan. Dataran sudah terlihat walau masih terlihat kecil, tapi tak butuh waktu lama lagi mereka akan sampai di bawah, berpijak pada tanah dataran jalan.

*****

Kezha memegang gagang pintu rumahnya kemudian mendorongnya, kali ini sengaja ia tidak ingin papa menjemputnya, ia ingin pulang sendiri. Terlihat papa sedang terduduk di sofa sembari menonton siaran berita.

"Kezha pulaaanggg!" teriaknya lalu menghampiri papa. Papa yang sedang terfokus pada televisipun, langsung mengalihkan perhatiannya pada anak tersayangnya itu.

"Kamu langsung istirahat sana." Ujar papa.

"Mama mana, Pa?" tanya Kezha yang menyadari suasana rumahnya begitu sepi dan mama tak nampak sedari tadi.

"Mama kamu lagi ke Semarang, itu adeknya lagi sakit." jawab papa. Kezha hanya manggut-manggut saja karena mama memiliki banyak adik hingga ia tak tahu adiknya yang mana yang sedang sakit.

"Kamu udah makan?" tanya papa. Kezha hanya menggeleng manja.

"Ya udah, kamu mandi dulu terus ke kamar nanti Papa belikan makanan." Lanjut papa.

Kezha memunculkan cengirannya, "Makasih, Pa!" serunya mengecup pipi papa kemudian pergi ke kamarnya.

Kezha terus memegangi ponselnya, ia bingung harus menghubungi Dante atau tidak. Tubuhnya terus berguling-guling di kasur bergelut dengan egonya sendiri. Akhirnya, Kezha pun memilih untuk mengikuti kata hatinya untuk menghubungi Dante. Kezha mencari kontak nama Dante di ponselnya, lalu dengan cepat meneleponnya.

Telepon belum terjawab cukup lama, Kezha khawatir terjadi sesuatu pada Dante, tapi ia juga tidak yakin jika yang ia telepon sekarang adalah Dante. Bisa saja ia memberikan nomor asal-asalan dan sengaja menjailinya. Kezha geram karena panggilannya tak kunjung terjawab. Ia mengakhiri panggilannya dan menghempaskan ponselnya di atas kasur begitu saja.

Jangan-jangan gue dikerjain nih.

Tak lama ponsel Kezha berdering. Ia dengan cepat mengangkatnya tanpa melihat nama si penelepon terlebih dahulu.

"Hai!" sapanya dengan antusias.

"Semangat banget jawab teleponnya." Timpal seseorang diseberang telepon sana.

"Eum, Dante?" Kezha meyakinkan.

"Iya, ini gue." Jawabnya santai. Dengan saat yang sama, Kezha memejamkan matanya paksa tanda ia begitu senang jika yang berbicara dengannya via telepon adalah Dante.

"Sorry, ya, tadi nggak ke angkat, gue habis dari toilet." Lanjut Dante.

Mwah! Kezha membunyikan mulutnya seperti sedang mengecup seseorang, kemudian ia tersenyum sendiri.

"Tadi kan lo ngomong sorry, berhubung ini ditelepon, jadi gue nggak bisa cium lo langsung." Ucap Kezha.

"Hahahaha!" Dante tertawa begitu lepas, membuat Kezha kebingungan.

"Kenapa? Aneh, ya? Yah sorry, deh, nggak lagi-lagi." Keluh Kezha.

"I love you." Jantung Kezha seketika berhenti saat kata 'I love you' itu terdengar jelas di telinganya. Kezha terdiam, ia tak kuasa menahan desiran darahnya yang begitu cepat. Ia benar-benar tak kuasa menahan semua perlakuan Dante yang ia tidak mengerti apa arti dari semuanya.

"Lo bilang sorry." Ucap Dante dan seketika sambungan telepon terputus. Ternyata ponsel Kezha kehabisan baterai. Ia dengan cepat mengambil charger yang masih berada di dalam ransel besarnya itu dan segera mencolokkannya agar baterai ponselnya terisi.

Baru saja Kezha mengaktifkan ponselnya kembali, dering pendek terdengar dari ponselnya. Sepertinya ada satu pesan yang masuk.

Sender: Dante

Gw msh di Jogja sampai hitungan seminggu.

Kezha terkesiap, ia kira Dante sudah kembali ke Bogor. Tapi ternyata, ia masih berada di Yogyakarta. Itu tandanya Kezha masih dapat bertemu dengannya untuk beberapa hari ke depan. Kezha mengepalkan tangannya dan berkata yes dalam hati.

To: Dante

Oh ya? Main2 sini hehehe

Sender: Dante

Alamat rumah lo? Tunggu gw ya besok

Kezha kembali dikejutkan. Ternyata Dante benar-benar serius akan berkunjung ke rumahnya. Ia tak habis pikir dengan Dante, tapi tak apa, Kezha segera membalas pesannya yang berisikan alamat rumahnya.

Entah mengapa Kezha bisa merasa sebahagia ini walau tiga tahun lamanya mereka tidak bertemu, tapi keyakinan hatinya bahwa itu adalah Dante, sosok lelaki berseragam putih abu yang selalu ia temui setiap pagi di depan rumahnya memperhatikan Kezha yang sedang mengendarai sepeda.

*****

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Apr 26, 2016 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

First SightTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang