Dikala ku terbangun dari tidurku, kulihat awan hitam telah menutup semua cahaya yang dipancarkan Sang Mentari senja itu. Dengan hati waspada , hal yang kutakutkan akhirnya terjadi. Ah, plafon kau selalu membuatku kesal dengan tingkahmu, dan air yang mengalir deras itu pun tak bisa ku elak.
Bocor, dan selalu bocor saat hujan turun dengan derasnya. dan anehnya hal ini yang semakin mengingatkanku padanya, pada kisahku yang tak kunjung ku selesaikan ceritanya. Entah kenapa hal itu semakin membuatku rindu. Rindu akan kenangan kenangan bersamanya.
Ku merindukanmu kasih, ku rindukan kenangan-kenangan kita kala itu, ku rindukan hatimu kala itu, ku rindukan hangat pelukmu, ku rindukan senyumanmu yang selalu menghangatkan dikala ku sendiri, dikala sepi dan angin malam yang menghantui.
Ah sudahlah, kenangan itu tak akan pernah ku lupa. Ku kenang kau sebagai tempat terbaik yang pernah ku singgahi. Karena senyuman dan hangat tubuhmu tak akan pernah bisa lagi ku nikmati, tak akan pernah bisa lagi ku rasa dikala aku sendiri, dikala kesepian yang selalu menghantui.
Harus ku terima kenyataan, tak bisa ku kalahkan egoku dulu, dan kusesali itu. Jalan kita sudah berbeda, kau sudah bahagia bersamanya, dan ku sudah bahagia bersama hidupku yang selalu mengingat tentangmu, bagaimana tidak ? karena pernah ku ucapkan janji itu padamu, janji yang menyebut bahagiaku karenamu, bahagiaku ada karena bahagiamu.
Sore ini ku seduh kopi, kopi tanpa pemanis apapun, dan didalam cangkirnya selalu ada wajahmu yang selalu menemaniku. Ku habiskan sedikit demi sedikit, dan kau tau apa yang ku rasa ?
aku merasa lebih baik karena 'dirimu menyatu denganku' , dan rasa pahit itu harus ku terima dan ku telan tanpa 'pemanis' yang selalu berada disampingku saat ku nikmati kopi senjaku dulu, ya, dan itu kamu.
-gum-
YOU ARE READING
Sajak yang Membelenggu
Poetrysedikit berbagi sajak-sajak kecil , bukan untuk mengenang , bukan untuk mengingatkan, hanya berbagi secuil kisah tentang masa lalu.