Sejenak Reihan melihat sekelilingnya setelah sampai di dalam Ruang Kesehatan. Ia segera menempatkan Ryan di ranjang paling pojok dan duduk di samping ranjang yang ditiduri Ryan.
'Kebetulan sekali sepi' batin Reihan senang
Tangan Reihan mengelus pipi Ryan dengan lembut. Tak lama kemudian Elina membuka matanya perlahan. Seketika tangan Reihan berhenti mengelus pipi Ryan. Gadis itu mengerjap menatap Reihan yang memandang padanya. "Reihan?"
"Hn."
Pandangannya lalu berpindah, ia memandang berkeliling ruangan yang didominasi warna putih itu. Elina tampak bingung sesaat, sebelum tiba-tiba ia teringat apa yang terjadi. Mendadak ia bangun ke posisi duduk—membuat Reihan terkaget.
"AAAHHH, APA YANG KAU LAKUKAN DI SINI, BODOHH ??" Tiba-tiba saja Elina berteriak histeris. Ia mengambil bantal besar dan melemparkannya ke arah Reihan.
"A-apa? Hei—" Reihan berhasil menangkap bantal yang dilempar Elina. Tapi ternyata bantal kedua sudah mengarah ke pemuda itu, membuatnya terkena lemparan tepat di wajah.
Elina terus melemparkan benda apapun di sekelilingnya ke arah Reihan, termasuk sebuah tongkat baseball di samping kasur.
Reihan yang melihat hal itu membelalakkan matanya. "Kau ingin membunuhku? Hah?" Tapi tongkat itu sudah terlanjur dilempar Elina, membuat pemuda itu harus menunduk agar benda itu tak mengenai kepalanya.
Karena tak tahan lagi, akhirnya Reihan mencengkeram kedua tangan Ryan, menahannya untuk tidak melemparkan benda apapun lagi. "Berhenti melempariku!"
Elina balas menatap Reihan sebal. "Menjauh dariku, Gay! Kau benar-benar tak pun—"
Elina tiba-tiba diam. Ia tidak bisa membuka mulutnya karena Reihan sudah membekapkan tangannya di mulut Elina sehingga celotehannya teredam. "Geez, kau cerewet sekali." Desis Reihan jengkel.
Elina benar-benar kesal. Ia tak bisa melakukan apa-apa sekarang karena kedua tangan dan mulutnya ditahan oleh Reihan. Tapi gadis itu tidak mau menyerah begitu saja, ia berusaha menendang Reihan dengan kedua kakinya yang bebas.
Reihan menggeram frustasi. Tanpa pikir panjang, Reihan membanting tubuh Ryan ke atas kasur dan menindihnya. Sehingga posisi mereka sekarang Reihan berada di atas sedangkan Ryan di bawahnya.
Muka mereka sudah sangat memerah karena menahan kesal dan malu. Keduanya bisa merasakan nafas masing-masing, hidung mereka saling bergesekan.
Elina menatap wajah pemuda di atasnya itu. Ekspresi serius di wajah Reihan entah mengapa membuat Elina sedikit salah tingkah.
Damn, he looks so hot.
Sedangkan Reihan sendiri, ia berusaha bersikap tenang. Reihan tak tahu apa yang mendorong dirinya untuk tetap dalam posisi itu dan tidak segera beranjak dari atas kasur. Sesaat kemudian ia menemukan dirinya tenggelam ke dalam kolam hijau bening yang adalah bola mata Elina.
"Ehem!"
Keduanya refleks saling melepaskan diri dan menoleh, mendapati Petugas Kesehatan yang sedang memandangi mereka. Petugas itu memasang ekspresi geli di wajahnya. Reihan beranjak dari posisinya di atas kasur, berusaha terlihat tak peduli karena dipergoki seperti itu.
Sementara Elina, ia bisa merasakan wajahnya sangat memerah sekarang. Jantungnya berdetak dengan kencang dan gadis itu sama sekali tak bisa menyembunyikan ekspresi malu di wajahnya. Reihan memutuskan untuk beranjak pergi, ia tak menghiraukan panggilan petugas kesehatan terhadapnya, dan menghilang di balik koridor.
.
-000-
.
Lihatlah ia sekarang, Elina saat ini tengah bingung mencari dimana kamar asramanya berada.
KAMU SEDANG MEMBACA
My Crazy Life
RomanceApa maksudnya ini? Aku seorang 'gadis' tapi mengapa harus di sekolahkan di asrama khusus cowok? pake acara menyamar jadi cowok lagi. Di sekolah aku cewek sendirian, sekamar sama cowok, tidur bareng cowok. Dimana-mana kenapa cowok semua?!. Bagaimana...