First Magic

1.7K 76 24
                                    

"Satu..dua..tiga..empat..lima..enam..tujuh..delapan..sembilan..sepuluh, duh mati gue!" wajah Sandy berubah pucat ketika mengikuti guru yang sepertinya Wakil Kesiswaan itu ke dalam ruangan kelas.

"Permisi Bu Rena, saya ingin memberitahukan siswa pindahan ini," katanya di depan pintu seraya berpindah sedikit ke samping agar badan Sandy yang kecil dapat kelihatan. Lalu pergi sambil tersenyum pada Sandy. Senyum itu membuatnya sedikit tenang, lalu Sandy mulai berjalan masuk ke dalam ruangan kelas.

Berhenti di tengah-tengah, membuatnya gugup terlebih kini seluruh mata tertuju padanya. Dan tatapan itu sukses membuatnya gugup berat. Seolah-olah ia adalah artis kurang terkenal lalu manggung yang disorot oleh salah satu TV nasional dan lalu terkena demam panggung.

"Nak, silahkan perkenalkan diri," kata ibu guru yang kalau Sandy tidak salah dipanggil Bu Rena oleh bapak yang mengantarnya ke sini. Ibu itu tersenyum ramah padanya, syukurlah itu memberi sedikit kekuatan padanya sehingga rasa gugupnya makin berkurang.

"Nama gue Sandy Areta kalian boleh panggil gue Sandy gue harap kalian nerima gue di sini sebagai temen kalian semua," ucapnya dalam satu tarikan napas.

Suasana berubah hening. Seisi kelas hanya melongo menatapnya ketika ia selesai memperkenalkan dirinya. Entah itu karena kaget, lucu, bingung, atau apalah yang penting sekarang Sandy sudah mati kutu dengan bulir-bulir keringat yang rasanya sebesar bola basket mengucur di pelipisnya.

"Yeayyy dapet temen baru!" Ucap salah satu cowok berbadan subur lagi makmur yang duduk di deretan nomor dua dari depan, sehingga bagaikan tembok besar China, menutupi seluruh anak yang duduk di belakangnya.

"Eh manis juga, udah punya pacar belom? Sama gue aja deh ya, mumpung lagi kosong nih hati gue," nah yang ini patut diacungi jempol oleh Sandy, segitu pede nya buat ngegombalin cewek di depan seluruh kelas, apalagi di depan guru.

"Minta nomor hp nya dong!"

"Eh din, itu milik gue, jangan nikung lo!"

"Tinggal dimana? Ntar pulang gue anterin deh, daripada nyasar ke hati orang lain kan rugi,"

Berlanjut dengan koor membahana yang membuat pipi Sandy bersemu merah, sebelum matanya menemukan sesuatu yang janggal. Seorang cowok yang duduk sendirian sepertinya tidak tertarik sama sekali dengan kedatangannya. Ia hanya sibuk dengan bacaannya dan bahkan tidak untuk menoleh sedikitpun. Entah perkenalannya yang tidak menarik atau bacaannya yang terlalu menarik, yang jelas ia tidak terusik sedikitpun oleh kebisingan kelas yang sudah hampir seperti pertandingan sepak bola antara Real Madrid melawan MU.

"Sudah, sudah, untuk perkenalan pribadi silahkan kalian lanjutkan nanti. Sekarang, kita lanjutkan kembali pelajaran dan untuk kamu Sandy, kamu bisa duduk di... yap disana." Bu Rena mengacungkan telunjuknya pada bangku di sebelah cowok yang ia perhatikan sejak tadi.

Sandy pun berjalan ke bangkunya yang ada di belakang kelas, tersenyum pada anak-anak lain yang dilewatinya. Lalu sampai pada bangkunya, dan masih saja, cowok itu masih saja sibuk dengan bacaannya.

Bukannya Sandy ingin menjadi pusat perhatian, hanya saja aneh rasanya ketika seluruh kelas berisiknya minta ampun dan dia tidak berkutik sedikitpun.

Sandy masih terus memperhatikannya, dan ketika Bu Rena sudah memulai pelajaran-yang ternyata mengajar Bahasa Indonesia-mau tidak mau Sandy harus memperhatikannya daripada harus kena marah karena tidak memperhatikan guru saat menerangkan pelajaran di hari pertamanya, bahkan belum sampai satu jam dia disini.

Namun sekali-sekali Sandy berusaha mencuri pandang pada cowok yang ada di sebelahnya, mencoba melihat buku apa yang sedang dibacanya. Dan ternyata ia hanya membaca buku matematika. Tapi kenapa matematika? Bukannya sekarang jam pelajaran Bahasa Indonesia? Ia semakin yakin bahwa ada yang aneh dengan cowok ini.

Setelah dua jam memperhatikan pelajaran yang diterangkan guru dan sekali-sekali mencuri pandang pada cowok yang ada di sebelahnya, akhirnya bel istirahat pun berbunyi.

Sandy bermaksud ingin memperkenalkan diri pada cowok tadi, yang bahkan saat jam istirahat pun ia masih saja membaca.

"Hei.. nama lo siapa tadi? Sandy bukan? kenalin gue Fitri. " Baru saja ia akan bicara pada cowok itu, sebelum ada anak cewek yang mengajaknya bicara dan menjabat tangannya.

"Iya," jawabnya sambil tersenyum dan membalas jabatan tangan tersebut. Karena sebagai murid baru, bagaimanapun juga ia tidak mau terkesan buruk pada teman-temannya.

"Gue Orlin," "Eh gue Maya," "Gue Meysha,"

Banyak lagi anak-anak cewek lain menghampirinya, sekadar memperkenalkan nama dan lalu pergi keluar kelas. Sesaat membuat meja yang didudukinya dikerumuni oleh beberapa orang. Lalu ada lagi dua orang anak cewek yang datang menghampirinya.

"Hai Sandy, gue Ana Amrila, lo boleh panggil gue Ana," ucapnya serta menjulurkan tangan, meminta untuk berjabat tangan. Sandy pun membalasnya dengan ramah, "Hai.."

"Oh ya gue Annisa Berlina, panggil aja Ica," kata cewek yang satunya, melakukan hal yang sama dengan cewek yang pertama dan dibalas dengan ramah oleh Sandy.

"Eh, lo kayanya pendiam ya?"

"Iya ya, Ca, kalem banget," hahaha.. yang benar saja kalau Sandy itu pendiam. Ini berhubung dia masih murid baru, hari pertama sekolah lagi, jadi dia perlu jaim, alias jaga image. Mereka belum tau saja, kalau sebenarnya Sandy itu orangnya kepo, heboh, jahil, dan suka nge-gosip. Khas anak cewek.

"Ya ngga lah, mungkin karena lo berdua belum kenal gue aja, lagian kan gue juga masih berstatus murid baru, ngga mungkin lah gue langsung heboh gitu aja."

"Ya udah kalo gitu lo mau ikut ke kantin bareng kita-kita ngga? Mumpung masih ada waktu nih."

"Iya ntar kami bakal ngenalin lo sama dua orang lagi, mereka dari kelas sebelah. Palingan juga udah duluan "

Kali ini Sandy tidak bisa lagi menolak dan terpaksa harus mengurungkan niatnya untuk kenalan sama cowok yang menurutnya aneh tadi.

"Ya udah boleh deh, gue juga laper nih,"

Menuruni tangga, karena memang kantin berada di lantai pertama, lalu menyusuri koridor dan mereka pun sampai di kantin yang sudah cukup penuh dan sesak.

Sandy hanya mengekori kedua temannya dari belakang berhubung Ana dan Ica lebih tau tentang seluk beluk SMA Harapan, sedangkan kedua temannya melemparkan pandangan ke setiap sudut mencari sesuatu lalu melambaikan tangan.

"Raisaaa!" Panggil Ica dengan suara yang cukup keras membuat beberapa anak di dekat mereka menoleh lalu melanjutkan aktivitasnya kembali.

Lalu mereka pun pergi menuju meja nomor tiga dari belakang yang sudah duduk dua orang anak cewek disana dan berpapasan dengan seorang cowok yang menuju meja yang sama dari arah yang berbeda.

"Hallo Cherry.." sapa cowok itu tepat ketika mereka tiba bersamaan di meja tersebut.

"Ehh Cherry doang nih yang disapa? Kita-kita gimana?" Sambar Ana yang membuat cewek yang dipanggil Cherry tadi merona dan tersenyum salah tingkah.

"Ehh, hallo Ana, hallo Raisa, Hallo Ica, hallo—"

"Sandy," jawab Ica cepat.

Magic In Your HeartTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang