Between Love and Revenge

45 8 1
                                    

Setelah pertemuan di markas besar X-dead, kini semua anak buah Sefro -Sefro merupakan Big Boss yang dimaksud- sedang mengintai kembali kedua sasaran mereka. Kedua di antaranya adalah Viyan. Viyan seorang pembunuh handal dan ia tiga orang yang masih selamat dari tembakan Sefro di markas tadi. Kali ini, Viyan ditugaskan untuk mendekatkan dirinya kepada Nigin. Ia tahu bahwa tugasnya kali ini cukup sulit, karena Nigin sesorang yang tidak mudah didekati.

Lima hari berlalu, rupanya Viyan berhasil mencapai hal yang ia inginkan. Viyan berhasil mendapatkan hati Nigin. Itu artinya 2x24 jam lagi waktu yang tersisa. Matanya menerawang jauh ketika ia berhasil meraih hati Nigin.

Viyan berjalan menghampiri Nigin yang sedang duduk di taman sekolah. Ia mengambil duduk di sebelah Nigin sambil tersenyum.

"Hai, Nigin! Kamu ada waktu?" tanya Viyan dengan lembut.

Nigin pun mengerutkan keningnya. "Oh? Ada kok, ini lagi santai aja sambil baca-baca buku. Memangnya ada apa, Viyan?"

Viyan menghela napas pelan. "Aku mau kasih tau sesuatu. Tapi, sebelumnya aku mau nanya satu hal sama kamu, Nigin."

Nigin semakin menatap intens Viyan. "Oke ..., mau nanya apa?"

"Apakah kamu sering menerima surat belakangan ini, Ni? Surat yang selalu berisikan pesan yang sama."

Seketika mata Nigin membulatkan tak percaya. "Jja-jadi ... itu surat dari kamu, begitu?"

Viyan pun tersenyum manis. "Benar sekali, maaf ya kalau buat kamu takut. Sebenarnya, aku udah lama menaruh hati sama kamu. Cuma-"

"Cuma?"

"Aku terlalu takut untuk menampakkan diri, karena aku tahu kamu bukan sosok yang mudah aku gapai. Lagi pula, aku juga tahu ada banyak laki-laki memiliki perasaan yang sama untuk kamu," Viyan menarik napas kasar, "itu sebabnya aku memilih cara kuno dengan mengirimkan surat-surat itu untuk kamu, Nigin."

Nigin pun hanya menggelang tidak percaya. Wajar saja, Viyan terlalu cepat mengungkapkan perasaan padanya. Mungkin, Viyan hanya kagum. Hal itu menimbulkan perasaan takut dalam diri Nigin.

"Tapi, maaf , Viyan, semua ini terasa cepat untuk ku. Aaa-akuu ... terlalu takut dengan semua ini," tutur Nigin parau.

Viyan pun lebih mendekatkan dirinya kepada Nigin dan meraih kedua pundak Nigin yang sudah berhadapan dengannya. Lalu, tangannya sudah mengelus rambut panjang milik Nigin dengan sayang.

"Ni, aku tahu hal itu. Hanya saja, aku sudah tidak bisa menahan perasaan aku lagi. Tidak apa-apa jika kamu tidak bisa menjawabnya. Asal, kamu mau berusaha membuka hati kamu untuk aku, mengikuti arus alir yang mengalir. Aku yakin, hubungan kita akan berhasil," ucap Viyan dengan lembut dan tersenyum manis.

Nigin pun menatap mata Viyan seolah mencari kejujuran di matanya. Namun, Nigin tidak menemukan celah kebohongan di sana. Nigin menghela napas. Ia sudah memutuskan satu hal. Nigin sepakat untuk menerima Viyan saat ini. Karena Nigin menganggap bahwa Viyan pantas mendapatkan kesempatan itu, setidaknya, itu hadiah dari usaha Viyan padanya. Meskipun, keraguan dalam diri Nigin tidak bisa lepas.

"Baiklah, aku mau mencoba, Viyan. Hanya saja, jika ini tidak berhasil, aku akan mengibarkan bendera putih terhadap hubungan ini."

Mendengar itu, Viyan terlonjak langsung memeluk Nigin erat dan mengecup beberapa kali puncak kepalanya. Sungguh, Viyan merasa bahagia sekali.

Lima menit berlalu, seolah tersadar Viyan mengendurkan pelukannya pada Nigin. Ia merasa bersalah bahwa seharusnya Nigin tidak terseret dalam misinya. Seharusnya Nigin tidak menerimanya. Karena pada akhirnya, Nigin lah menjadi target selanjutnya.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: May 07, 2016 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

The PlanTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang