1.2 Pergi Selamanya

17 1 0
                                    

Nada segera berlari ke dalam kantor. Ia ingin segera bertemu Santi secepat mungkin, sebelum sibuk syuting. Kantor Santi kali itu masih lengang. Mungkin seluruh pegawai sedang sibuk bekerja.

"Permisi, saya ingin bertemu Bu Santi Desvita."

"Apa sudah membuat janji?"

"Belum," kata Nada menjawab pertanyaan receptionist itu.

"Sebentar, akan saya tanyakan." Receiptionist itu kemudian menelepon Santi. Selama beberapa menit, ia mempersilakan Nada, "Kau boleh menemuinya, asal meninggalkan KTP atau kartu identitas lainnya," ujarnya. Nada lalu mengeluarkan KTP dari dompetnya. Receiptionist itu mengantar Nada ke ruang Bu Santi. Damar berada persis di belakang, ia berjalan penuh semangat karena sebentar lagi bertemu dengan ibunya. Mereka akhirnya masuk ke sebuah ruangan yang cukup luas. Di ruangan itu beberapa cermin berjajar. Nada sempat tidak percaya karena berada di kantor agensi Santi. Santi kini telah berada persis di hadapannya. Damar memegang erat tangan Nada sambil memandangi Santi yang berada tepat di depan matanya. Santi mengulurkan tangannya ke Nada dan dibalasnya uluran tangan itu dengan hangat.

"Dari stasiun mana kamu?" tanya Santi penasaran. Santi menatap tajam Nada dari ujung kepala hingga ujung kaki. Santi merasa belum pernah bekerja sama dengan Nada. Wajah Nada tak terlihat karena kacamatanya belum ia lepas. Nada melepasnya dan menatap Santi dengan berani.

"Saya bukan reporter Bu."

"Loh, lalu ada perlu apa?" tanya Santi lagi. Nada menarik napas panjang dan mulai berbicara soal Damar, "Saya Nada, Bu. Sebenarnya ini soal Damar. Ibu harus menjenguknya."

"Damar siapa maksudmu??" tanya Bu Santi heran.

"Damar anak Ibu," kata Nada menjelaskan lebih lanjut.

"Damar bukan anak saya. Anak saya sudah meninggal kecelakaan."

Nada menggeleng berusaha meyakinkan Santi. Nada menoleh ke arah Damar berharap ia tidak terluka oleh kata-kata Santi. Santi membalikkan kursinya menghadap keluar jendela ruangan.

"Tapi Ibu punya anak, namanya Damar. Ibu harus menjenguknya, ia sedang koma di RS."

"Maaf, saya harus syuting. Lain kali kita akan bahas ini," ucap Santi lalu keluar dari ruangannya.

"Bu Santi, Bu Santi, Ibu harus menjenguk Damar! Ia sedang kritis di RS, dia belum sadar." Asaa

"Sudah saya bilang, Damar BUKAN ANAK SAYA!" kata Santi tegas sedikit berteriak.

"Tapi Bu, Bu Santi!!" Nada berusaha mengejar Bu Santi yang meninggalkannya dengan langkah yang cepat. Namun Santi telah keluar dari kantor agensinya dengan mobil mewah. Nada menatap kepergian Santi kecewa. Ia tidak berhasil membujuknya. Ia melihat ke arah Damar yang dari tadi mendengarkan pembicaraan mereka. Ia langsung berlari ke Damar dan menghiburnya sebisa mungkin, "Damar, maaf ya. Aku belum bisa mengajaknya ke RS."

Damar mengusap air matanya, "Kak, apa Damar sungguh anak Santi Desvita? Mama bahkan tidak mengakuiku. Kalau bukan anaknya, aku anak siapa?"

"Damar, tenang lah. Aku yakin ia Mamamu. Tenang saja, besok kita ke sini dan aku akan membujuknya. Kau harus yakin kalau besok kita berhasil."

"Semisal Mama tetap tidak mau menjenguk, bagaimana?"

Nada mengusap lembut rambut Damar, "Pasti ia mau menjengukmu. Kita hanya tidak tahu kapan ia bisa datang ke RS."

"Kalau tetap tidak mau, siapa yang akan membacakan dongeng untuk Damar?"

Nada tersenyum dan menjawab Damar lebih lembut, "Aku yang akan membacakan dongeng untukmu. Aku akan ke RS tiap malam dan membacakannya untukmu. Jadi, jangan menangis lagi, janji??"

I Can See YouTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang