1. Penggemar?

87 9 0
                                    

Aktivitas di SMA Garuda Emas sangat padat Jum'at ini, pasalnya semua siswa disuruh membersihkan kelasnya masing-masing untuk persiapan UN tahun ini.

Tidak banyak yang melakukan hal ini dengan teratur, karena sebagian siswa ada yang bersantai-santai di kantin. Salah satunya Ellena, katanya yang UN kan kelas 12 kenapa kita yang repot.

Ellena duduk di pojok kantin sambil membaca novel. Sudah satu jam dia duduk disana dan dia mulai merasa bosan.

"Hadeehhh, buset dahh, pegel nih pantat"

Ellena berdiri dari duduk, lalu ngulet dengan santainya.

"Errgghhhhhhh, mantap"

Tanpa disadari ada sepasang mata yang melihatnya dengan kekehan tipisnya, dia masih menatap Ellena. Ellena masih sibuk dengan pegalnya, orang yang melihat Ellena tersenyum, seseorang menepuk bahu si penggemar Ellena–terasa tepat diucap– dia pun menoleh ke arah yang ternyata sahabatnya.

"Ngapain lo, jun?"

Yang ditanya menoleh sebentar, namun hanya diam, lalu mengalihkan kembali pandangannya ke arah Ellena.

Yang bertanya mengikuti arah pandang sahabatnya, lalu tersenyum jahil.

"Caelah pak boss, jatuh cinta nih?"

Sang penggemar Ellena ini tak menghiraukan perkataan sahabatnya, dia hanya berlalu meninggalkan sahabat menyebalkannya itu.

"Ngaku aja kali, jun. Arjuna! Arjuna! Tunggu! Riyan siap membantumu Arjuna, kok."

Riyan berlari mengejar Arjuna yang sudah jauh dari hadapannya. Arjuna tetap berjalan dengan santainya dengan kedua tangan di saku samping celana, dengan muka datar.

***
"Gue cariin lo dari tadi, ternyata ada disini. Bagus yaaaa," Arin menjewer telinga Ellena, yang dijewer meringis kesakitan meminta ampun.

"Maap. Shhh," Arin melepas jewerannya geram, Ellena mengusap kupingnya yang dijewer, sambil mendelik kesal.

Arin mengambil tempat duduk di depan Ellena, sambil melihat ke sekitar kantin,

"Pantes anteng, sepi. Kok lo nggak ngajak gue? Gue kan mager disuruh-suruh bu Erna ini dan itu, huh." Arin menatap Ellena cemberut, yang ditatap kembali membaca buku, namun dia pura-pura tidak dengar, kesal sebab dijewer oleh Arin. Dipikir nggak sakit?, batinnya.

"El"

"Hmm?"

"curhat dong"

"Hmm"

"Ell, dengerin gue!" Arin mengambil buku novel Ellena.

Ellena menghela napas kesal.

"Ck, apa Arin, cantik?" Sambil menyengir paksa.

"Kak Reno nggak bales chat gue, bales sih, tapi lama pake banget. Gue nungguin balesannya sampe ketiduran semalem. Apa dia udah punya cewe lain kali ya di Bandung?" Arin mulai mengeluarkan sifat jeleknya yang sangat tidak disukai Ellena, Arin sangat kekanakan dan terlalu negative thinking.

"Ck, lo harus positive thinking, rin." Ellena sangat tidak setuju mendengar ucapan Arin. Suatu hubungan memiliki pondasi, yaitu kepercayaan. Tanpa kepercayaan, suatu hubungan tidak akan berjalan dengan lancar dan damai seperti jalan tol–meskipun sekarang macet-macet juga–, dan hubungan dengan kepercayaan yang menyebabkan ketidak berhasilan. Meskpin Ellena belum pernah mempunyai hubungan dengan lawan jenis yang lebih dari teman, setidaknya dia tahu dasar-dasar dalam hubungan. Bahkan Ellena mungkin lebih ahli dalam hal ini.

"Tapi kan, seenggaknya bales gitu, bilang maaf aku lagi sibuk nih nanti kita telponan ya, atau maaf aku harus selesaikan tugas dulu nanti aku chat lagi." Sedikit demi sedikit Arin mulai meneteskan air matanya.

"Sst, coba lo telpon sekarang." Ellena mencoba menenangkan sahabatnya.

"Udah tapi sibuk, hiks." Tangisannya bertambah.

Ellena memejamkan matanya, ya inilah sahabat kekanak-kanakannya, dengan cepat Ellena membekap mulut Arin yang ingin berteriak.

"Sst, oke gue coba telpon ya, tapi lo diem!"

Ellena mengeluarkan handphonenya, lalu mencari nama Kak Reno di kontaknya.

Tersambung..

"Hallo! Assalamualaikum, El? Ada apa? Arin?"

"Iya, kak. Arin na.." belum selesai ngomong, Arin merebut ponselnya,

"Kak, kenapa nggak ngabarin aku?" Arin berdiri, menjauh dari jangkauan Ellena. Ellena hanya diam di tempat duduk, sambil menggeleng kepalanya.

Ellena kembali membuka novelnya, bergulat dengan bacaan dan imajinasi.

"Lo Ellena kan?"

Baru saja Ellena hanyut dalam bacaan, namun terganggu karena seseorang. Ellena mendongak, ada laki-laki culun yang memakai kacamata minus tebal sedang memegang kotak. Ellena menatapnya bertanya.

"Ini, ada titipan dari penggemar lo" Ellena melihat kotak itu, takut, namun tetap mengambilnya.

"Makasih" lelaki culun itu pergi.

Ellena mengedarkan pandangannya, mencari clue pengirim kotak yang ada di tangannya, namun nihil.

Saat Ellena hendak membuka kotaknya, Arin datang dengan wajah gembiranya. Sudah Ellena tebak, pasti Kak Reno memberi gombalan dan menjanjikan sesuatu. Ellena salut terhadap Kak Reno yang bisa menghadapi gadis kekanakan ini, Ellena ikut senang.

"Hmm, dijanjiin apalagi? Udah baikan?" Ellena menggoda sahabatnya itu.

"Dia bilang, weekend nanti dia mau ajak gue ke Bandung, kota cinta. Ya ampun, gue seneng banget, Ell" Arin memeluk Ellena erat, Ellena hanya tersenyum bahagia.

Seakan tersadar.

"Itu kado dari siapa? Ulang tahun lo masih lama kan?" Arin sangat antusias melihat kotak yang ada di mejanya.

Ellena menggidikan bahunya tak begitu peduli.
"Katanya, dari penggemar gue"

"Apa? Serius? Wahhh, sahabat gue ini, macam artis aja, cie cie. Makan makan lah." Arin mengedipkan matanya genit.

Ellena menyentil kening Arin.
"Apaan sih lo? Nggak jelas. Udah ah, pulang yuk!"

"Sakit, bodoh," Arin mengusap keningnya. Lalu, melanjutkan ledekannya.

"Cieee cieee, uhuyyy"

Ellena membereskan barangnya, dan berlalu ke arah gerbang sekolah. Ya, jam sudah menunjukkan pukul 2 siang, para siswa diperbolehkan pulang.

"Ellena tunggu, sialan gue ditinggal"

"Ell"

___________________________

Part one was revised.

Putihku [ON HOLD]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang