7. Bandung

6 2 0
                                    

Sejuknya angin Bandung menerpa wajahku lembut, terbuai aku akan kelembutannya. Aku duduk di depan balkon kamarku menikmati pemandangan kota Bandung pada malam hari, kebetulan kamarku berada di lantai dua rumah ini. Aku selali rindu dengan Bandung, entah apa mungkin karena aku terlalu mencintai keindahannya. Keromantisan yang dimiliki Bandung selalu membuat aku jatuh cinta.

Bandung memiliki tempat sendiri di hatiku, pun Bandung adalah sumber kenangan manisku. Aku tidak akan pernah bisa membenci tempat ini. Terlalu sia-sia untuk dilewati, terlalu manis untuk dikenang, terlalu sulit untuk dilupakan. Bandung selalu punya cara sendiri untuk menjatuhkan hatiku lebih dalam dan lebih dalam lagi.

Terdengar ketukkan pintu, "El, ayo makan malam! Duh, tua nih kita nungguin lo. Gece, dah!"

"Iya, sabar!" Ck, apakah dia tidak mengerti kalau aku sedang menikmati indahnya suasana pacarku ini. Bandung, pacarku.

Tak mau ribut dengan Kenan, aku segera berlari ke bawah untuk makan malam. Menu makannya biasa, bahkan terbilang sedikit. Tak apa, mungkin berhemat. Tapi, kenapa hanya nasi dan tempe goreng tepung.

Kenan sepertinya sadar akan raut bingung di wajahku, "Gue mau ajak lo makan diluar."

Ya ampun, ini pasti romantis sekali. Bandung dan malam hari, itu semua cukup untuk membuatku terlena.

"Oke, gue ganti baju dulu." Ini masih sekitaran jam 7 malam. Tak butuh waktu lama untukku berganti pakaian, hanya pakaian santai biasa dan tak lupa memakai jaket karena Bandung pasti dingin.

Aku melihat Kenan siap dengan setelan anak motor, alias jaket kulit hitam dan skinny ripped black jeans yang membuat dia terlihat tampan.

"Sudah?" Kenan melihatku dengan alis terangkat satu, kenapa dia menatapku seperti itu.

Aku berkacak pinggang, "Kenapa? Ada yang salah?"

Kenan menaruh telunjuknya di dagu, "Tidak, hanya saja, apa kau yakin akan memakai celana tidur seperti itu?"

Aku mengikuti arah pandangnya, dan ya ampun aku masih memakai celana tidur motif apel. Tak melihat Kenan lagi, aku segera berlari ke kamar dan berganti dengan celana jeans hitam.

Kembali ke bawah dan langsung menarik Kenan menuju motornya.

"Apasih, woy. Santai aja keles." Aku tak memperdulikannya, aku ingin segera melihat Bandung dari dekat.

"Udah buruan, deh. Gue nggak sabar nih, pengen jalan-jalan." Kenan memberikan helm lain kepadaku, dan dia memakai helm full face miliknya.

Aku menaiki motornya, dan berpegangan pada sisi jaketnya, "Lo jijik sama gue, hah?" Katanya membuka kaca penutup muka dan menengok ke belakang, padaku.

"Ngapa emangnya, hah?"

Berdecak sebentar lalu menarik tanganku untuk berpelukan padanya, "Yaelah, modus nih." Kataku namun tak mengendurkan pelukanku.

Aku merindukan ini semua, Bandung dan Kenan. Mereka bila disatukan akan membuat suatu rasa yang membuncah, aku menyayanginya. Menyandarkan kepalaku pada punggung tegapnya, menutup mata meresapi rasa yang ada.

Jalan-jalan kali ini, kita akan pergi ke daerah Dago yang kawasannya terkenal akan restaurantnya yang unik. Aku dan Kenan pergi ke salah satu restaurant di sana.

"Lo nyaman banget ya sama gue?" Tiba-tiba Kenan bersuara, dan ini membuatku bingung, namun masih dengan memejamkan mata.

"Udah sampe kali neng, ini Aa mau dipeluk terus?" Aku membuka mata dan melihat sekitar. Seketika aku terpaku akan pemandangan sekitar, indah.

Putihku [ON HOLD]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang