Part 1

494 25 5
                                    

Di tempat dimana kenangan tersimpan

Bahkan dalam kehangatan yang tersisa di ujung jariku

Kau berada di sana, kau berada di sana

Aromamu, wajahmu

Tolong lihat aku, lihat aku

Hari itu.. hari yang lembab dan dingin. Hujan dengan derasnya mengguyur kota di mana seorang pria tengah bersandar di dalam mobilnya dengan cemas. Raut wajahnya yang menyiratkan betapa ia sangat lelah. Ia sedikit meremas dadanya yang terasa sedikit sesak kelelahan. Seperti sudah tidak bisa bergerak lagi. Tapi nasib dan takdirnya adalah kata "berbeda". Ditambah bila mengingat saat ini ia tengah menuju sebuah tempat yang indah dan sejuk untuk sebuah kursus.

"Kita akan sampai sebentar lagi, Tuan Muda," ucap sang butler. Sang sopir di balik kemudi tengah menggerak-gerakkan stir itu menengok ke belakang dari kaca spion. Yang diajak bicara menggumam sebagai jawaban. Perlahan ia bangkit dan menyiapkan tasnya. Sedikit ia rapihkan pakainnya. Lelaki itu juga merapihkan surai merahnya sambil menghela nafas.

"Tumben sekali memanggilku seperti itu. Aku tidak nyaman dipanggil formal begitu, Mibuchi-san," protes lelaki itu kepada butlernya itu.

"Ahaha gomen, aku terbawa suasana," pria bersurai hitam tadi hanya tertawa menanggapi tuan mudanya.

Tak sampai berapa menit setelah pemberitahuan sang butler, mobil itu berhenti di depan sebuah rumah yang cantik. Sekelilingnya ditanami pepohonan dan banyak variasi bunga di pekarangannya. Gaya rumah eropa kuno yang sangat terawat. Sang butler turun dari mobil dan berputar, membukakan pintu di sebelah tuan mudanya. Sudah nampak jelas di depan mereka, seorang pria yang terlihat formal berdiri di dekat pagar.

Lelaki itu turun dari mobilnya. Tangan kirinya memegang tasnya sambil jasnya tersampir sebatas sikunya. Ia tersenyum -yang entah itu palsu atau tidak- kepada kedua sosok yang ada di depan pagar. Mereka bertiga berjabat tangan.

"Selamat datang, Tuan Muda Akashi. Mulai hari ini, Anda akan berlatih piano di sini. Perkenalkan, saya Kurobane Takagi. Saya yang akan menjadi guru Anda. Yoroshiku onegaishimasu," tutur pria formal tadi saat menjabat tangan si pria muda. Pria itu adalah lulusan dari sebuah akademi di Tokyo. Ia sempat menjadi pianis terkenal pada masanya. Beruntung sekali pria bersurai menyala itu.

"Ha'i. Yoroshiku onegaishimasu, Kurobane-sensei," jawab si pemuda sambil tersenyum -palsu, lagi. Ya, si tuan muda itu adalah Akashi Seijuuro. Seorang pemuda pewaris tunggal Akashi Corp. yang sangat berpengaruh di Jepang. Hidupnya sudah seperti bangsawan, menambah kesan "berbeda" dalam hidupnya. Bukankah itu tidak seperti harapannya? Semoga saja begitu.

"Kalau begitu, mari kita ke tempat latihan," ajak Takagi to the point. Seijuuro dan sopirnya, paman Yamanaka, mengikuti pasangan paruh baya itu. Mereka memasuki rumah cantik di hadapan mereka. Isinya jauh lebih sederhana dan cantik dari yang diperkirakan Seijuuro.

Saat melewati ruang tengah, ada sebuah ruangan yang dihalangi kaca nampak dari sana. Ruangan itu begitu menarik perhatian Seijuuro. Bukan karena ruangan itu antik karena dilapisi kaca, atau pun karena ada sebuah piano tua yang masih bagus bunyinya bersarang di sana. Simpel saja, karena ada seorang gadis cantik yang tengah duduk menghadap piano dengan pandangan lurus dan jari yang menari di atas tuts. Begitu pelan dan setiap akan berganti nada, jemari gadis itu seperti harus meraba dan menghitung jarak tutsnya terlebih dahulu. Apa dia sedang sedih? Seijuuro tak mau ambil pusing, apalagi ikut campur. Segera ia melangkah lagi mengikuti guru barunya.

Tak lama, mereka sampai di sebuah ruangan. Terdapat sebuah piano dan tungku perapian yang masih berfungsi. Inilah tempat latihannya. Kalau dilihat, ada dua buah sofa dan sebuah meja di pojok sana. Dinding ruangan itu begitu unik coraknya, berpadu dengan lantai kayu yang masih sedikit berderit. Serasi. Seijuuro tersenyum. Sepertinya ia baru kali ini merasakan suasana rumah yang begitu damai. Meskipun "belajar" masih membuatnya tak bisa merasakan suasana nyaman itu lekat-lekat.

GONE [Akashi Seijuuro x Blind!OC || Bahasa Indonesia]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang