Sesuatu yang dingin menyentuh pipinya, hampir mengenai sudut bibir, membuat Sofia tersentak dan mendongak.
Erzan berdiri di sisinya, menatapnya datar sambil mengarahkan sebotol minuman kaleng yang berembun itu kepadanya. Tersenyum tipis dan mengucapkan terima kasih, Sofia menerima minuman itu dan melirik Erzan yang kini duduk tepat di sampingnya sambil mulai menikmati minuman milik cowok itu sendiri.
Lagi-lagi, Erzan menyelamatkan hidupnya.
Sebenarnya, Sofia tidak mau kalau Erzan harus terus-menerus mengorbankan diri hanya demi membantu atau menyelamatkannya, di saat Kio mulai bertindak. Erzan bisa menjadi pribadi lain yang tidak dikenal sama sekali oleh Sofia, jika cowok itu sudah marah dan mulai melampiaskan kemarahannya. Bukannya Sofia takut, tapi, cewek itu justru merasa sedih dan kasihan entah kenapa.
"Luka lo... masih sakit?"
Pertanyaan bernada datar, ragu dan sedikit cemas itu membuat lamunan Sofia buyar. Cewek itu mengerjap, menatap kaleng berembun yang digenggam oleh kedua tangannya tersebut, kemudian menoleh. Erzan tidak menatapnya, melainkan menatap ke pohon di depan mereka. Memang, saat ini keduanya sedang berada di taman dekat kampus. Kio sendiri tadi sudah dibawa pergi oleh ambulance yang ditelepon oleh Erzan.
"Ah, luka ini," balas Sofia sambil terkekeh. Entah terkekeh karena hal apa, cewek itu sendiri tidak tahu. Yang jelas, dia tidak mau menambah kecemasan Erzan lagi. "Udah nggak apa-apa, kok. Nggak sakit-sakit banget."
Saat itulah, napas Sofia dipaksa berhenti oleh kedua paru-parunya.
Erzan mengurungnya dari samping, menutup aksesnya untuk pergi ke mana pun dengan rentangan kedua tangan cowok tersebut. Kedua mata Erzan menatap tegas dan intens ke arahnya, kemudian mulai menurun ke sudut bibirnya yang sedikit membiru. Lalu, mata cowok itu kembali fokus pada manik Sofia lagi.
"Nggak sakit kata lo?" tanya Erzan dengan nada yang sulit ditebak. Entahlah, Sofia merasa Erzan sedang menahan diri untuk tidak marah-marah kepadanya. Kilatan emosi itu sedikitnya bisa terbaca oleh Sofia pada pancaran mata Erzan, diikuti dengan kecemasan. "Cowok brengsek itu udah bikin lo luka. Dia pasti nampar elo, kan? Sampai-sampai sudut bibir lo berdarah dan membiru kayak begini? Harusnya tadi lo biarin gue hajar dia sampai mati."
Sofia menarik napas panjang dan mencoba tersenyum. Entah keberanian darimana, tangan cewek itu terulur dan mendarat pada sebelah pipi Erzan, membuat gestur tubuh cowok itu berubah drastis. Erzan menegang, terlalu kaget dengan sentuhan hangat dan lembut yang diberikan oleh tangan Sofia pada pipinya. Sepenuhnya, dia terjerat dalam manik menenangkan milik Sofia yang berada dalam kurungannya saat ini.
Tuhan... Erzan membatin. Perasaan apa, ini?
"Lo bukan pembunuh, Zan," kata Sofia lembut. "Gimana bisa gue membiarkan lo menjadi pembunuh hanya karena menolong cewek nggak penting seperti gue?"
"Tapi, dia—"
"Gue nggak apa-apa," potong Sofia. Cewek itu menurunkan tangannya dari pipi Erzan dan hal tersebut membuat Erzan merasa kehilangan, tanpa tahu pasti alasan dibalik perasaan tersebut. "Lo nolongin gue tepat pada waktunya, kok."
Erzan diam. Cowok itu menatap Sofia yang menunduk. Ada desakan hebat pada dirinya untuk memeluk erat cewek di depannya itu, tapi dia menahan diri. Demi Tuhan, Sofia bukanlah pacar sungguhannya. Dia hanya pacar pura-pura. Pacar kontrak untuk menjauhkan Kio dari sekitar Sofia.
KAMU SEDANG MEMBACA
The Hell's Contract
RomanceAwalnya, Sofia tidak sengaja mengucapkan kebohongan itu, di saat seorang cowok bernama Kio selalu saja mengejar dirinya. Padahal, Sofia sudah mengatakan pada Kio bahwa dia tidak memiliki perasaan apa pun untuk cowok tersebut. Kebohongan Sofia terpak...