19 - Diego Again

462 72 2
                                    

Diego duduk di depanku. Wajahnya terlihat kelelahan namun matanya menatapku dengan hangat. Dia masih memakai jas biru tuanya dengan rambut yang disisir rapi. Berbeda denganku yang masih memakai piyamaku.

"Kau tahu ini jam makan siang bukan?" tanya Diego.

"Ya, aku tahu dengan benar ini waktu untuk makan." jawabku dingin.

Dia menghela napas pelan lalu menatapku dengan khawatir.

"Dan mengapa kau masih memakai piyama Mickey Mouse itu jika kau tahu ini jam makan siang?"

Aku hanya menatap limun segar yang mengapung di dalam minumanku.

"Apa kau tak ingin terlihat makan siang bersama seorang perempuan dalam piyama?" tanyaku.

"Bukan itu maksudku, Bee. Kau terlihat sangat.....entahlah. Kacau?"

Aku sekarang yang menghela napas dengan berat.

"Tak bisakah kita menghabiskan dulu pasta ini sebelum aku menceritakan semuanya?"

Diego tersenyum lalu mulai memakan pasta miliknya. Dia masih menyukai Orzo dengan saus khasnya. Sedangkan aku lebih menyukai Fettucini.

"Aku tak tahu kau masih menyukai Fettucini setelah apa yang terjadi." ucap Diego.

Aku berhenti memakan pastaku lalu menatap Diego dengan dingin.

"Ah ya, lupakan hal tersebut dan mulai segalanya dari awal." ucap Diego.

Setelah menghabiskan seluruh makanan yang kami pesan, Diego kembali menatapku dengan tatapan khawatirnya.

"Sekarang setelah kau kenyang, kau harus menceritakan segalanya padaku. Ada apa dengannmu? Apa yang terjadi?"

Aku kali ini menatap langsung ke dalam matanya. Dia memang selalu bisa membuatku tenang dan nyaman dalam berbagai situasi.

"Aku-"

Telepon Diego berbunyi dengan nyaring. Suara penyanyi kesukaannya bernyanyi dalam bahasa Prancis.

"Maafkan aku, tapi aku harus menerima telepon ini."

Diego mengangkat telepon itu lalu berjalan menjauhi meja. Aku duduk dengan sabar, melihat wajahnya yang berubah menjadi sangat serius. Apakah aku pernah memberitahu bahwa dia sangat tampan jika sedang berpikir keras?

Aku tak pernah melihat wajahnya yang sangat tegas dan serius sebelumnya. Dia sepertinya berbicara dalam bahasa Latin dengan cepat, satu dari berbagai bahasa yang ia kuasai. Aku tak pernah tahu apa yang sebenarnya ia kerjakan di New York.

Setelah kurang lebih 10 menit, Diego kembali dengan wajah kecewa.

"Bee, maafkan aku tapi aku benar-benar harus pergi sekarang. Ada rapat mendadak dan rapat ini mempertaruhkan pekerjaanku. Bagaimana jika nanti malam aku mampir ke rumahmu setelah pekerjaanku selesai?"

Dia mengambil jasnya yang tersampir di punggung kursi. Aku tersenyum padanya, tahu bahwa masalah ini benar-benar penting.

"Ya, aku akan berada di rumah sepanjang hari." ucapku sembari berdiri.

"Bagus kalau begitu. Aku akan meneleponmu lagi Bee. Jaga dirimu."

Diego mengecup dahiku lalu berjalan keluar restoran sembari memberikan beberapa lembar uang pada seorang pelayan.

Aku berjalan pulang dengan malas. Rasanya aku ingin segera berbaring di atas sofaku yang nyaman. Namun makanan Belle sudah habis dan aku harus membelinya sekarang juga sebelum dia ikut mengkhianatiku.

Toko hewan itu berdiri di seberang Starbucks. Melihat antriannya yang tidak panjang, aku memutuskan untuk membeli segelas kopi dingin agar pikiranku lebih jernih.

Bee ⏩ Thomas Brodie Sangster (Book 1)Where stories live. Discover now