1.

163 12 4
                                    

Pintu terbuka dan lonceng-lonceng mulai menggelar paduan suara mereka. Para hadirin berdiri. Kain merah panjang mulai dihujani oleh ribuan kelopak mawar putih. Beberapa buah mulut mengomentari betapa lucunya sepasang malaikat kecil yang sibuk membanjiri kain merah dengan salju putih yang terbuat dari mawar. Tidak terusik dengan pujian-pujian yang terlontar keluar dari manusia dewasa, mereka terus saja membuang dan terus membuang; seakan mengotori adalah suatu petualangan seru.

Pujian-pujian itu terhenti. Bola-bola mata dengan iris yang berbeda mengarah pada satu titik. Seorang lelaki berkepala empat sedang menggandeng tangan seorang gadis remaja. Sorot-sorot mata itu seakan memiliki gelombang elektromagnetik yang bisa menembus ke dalam perut sang Gadis dan berharap menemukan gumpalan embrio di dalam sana. Tapi, sayangnya, mereka tidak akan menemukannya. Sejak awal, gumpalan embrio itu memang tidak ada.

Sang Gadis tahu, ia juga dapat merasakan tatapan-tatapan menyelidik yang terbungkus apik dengan suka cita. Dan itu membuatnya ingin muntah.

Gelombang-gelombang persepsi konyol yang ia tangkap membuat perutnya semakin bergejolak. Napasnya terputus-putus. Tubuhnya semakin dingin dan semakin lemas. Kecemasan dan keraguan mulai timbul. Ia ingin lari.

"Tenanglah."

Bisikan yang mengalir lembut di telinga sang gadis mampu menjadi surya bagi dirinya. Cahayanya menghapus kegelapan yang menguasai hati dan pikirannya, dan juga mampu mencairkan indra perasanya yang membeku.

Ia mengangkat kepalanya. Pandangannya lurus. Hijau milik dari insan yang berdiri dihadapannya terasa begitu–

–tenang, hangat, dan aman.

Untuk pertama kalinya sejak ia menginjak jalan mawar putih, ia merasa bahwa ia berada di rumahnya yang hangat dan penuh dengan kebahagiaan. Ia merasa sejahtera.

(Satu rajutan kisah cinta mereka telah terjalin sempurna.)

.

.

.

.

.

A Piece of Our Life.

Hetalia by Hidekazu Himaruya.

.

.

.

.

.

TUK! TUK!

"Tes... tes..."

NGIIING!

"Ok. Selamat datang di Hetalia Academy of Oxford!"

["Dalam nama Tuhan, saya, Arthur Kirkland, menerima Annesia Maulaniputri sebagai istri saya mulai hari ini dan saya akan mengasihi dan mencintai Annesia Maulaniputri dalam suka maupun duka, dalam sehat maupun sakit, dalam kelimpahan maupun kekurangan; sampai maut memisahkan."]

"–hur Kirkland bangga berdiri dihadapan para generasi luar biasa ini. Sekali lagi, saya mengucapkan selamat datang dan selamat bergabung di keluarga besar Hetalia Academy of Oxford."

["Dalam nama Tuhan, saya, Annesia Maulaniputri, menerima Arthur Kirkland sebagai suami saya mulai hari ini dan saya akan mengasihi dan mencintai Arthur Kirkland dalam suka maupun duka, dalam sehat maupun sakit, dalam kelimpahan maupun kekurangan; sampai maut memisahkan."]

Putar dan terus berputar. Memori yang senantiasa berputar bagaikan film bioskop dengan satu adegan yang memiliki gulungan film hitam tak terhingga. Tak bisa selesai. Terus berepetisi. Tapi, tidak membuat para pecinta merasa bosan saat menontonnya. Yang ada, para pecinta itu ingin terus menontonnya lagi dan lagi, seakan film itu adalah udara yang harus mereka hirup.

A Piece Of Our Life.Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang