2. Firasat

9.8K 784 22
                                    

2. Firasat

Cintaku adalah egoku ...

Seharusnya sejak dulu aku menyadarinya, denganku dia tidak akan bahagia. Aku hanya gadis cacat yang tidak layak bersanding dengannya.

Tuhan ... aku menyadari kebodohanku.

Sampai mati, aku tidak pantas menjadi tulang rusuknya ...

***

Lima belas tahun yang lalu ...

"Lo itu cuma orang miskin! Dateng ke rumah ini gak bawa apa-apa. Jadi jangan banyak bertingkah. Cukup ikutin perintah suami apa susahnya?!!"

Pria itu terus berteriak. Memaki istrinya yang tersedu-sedan karena hinaan yang menyayat hatinya. Duduk bersimpuh di lantai, menerima setiap cercaan yang suaminya lontarkan. Wajah cantiknya semakin basah, menyadari bahwa dia berasal dari keluarga yang tidak berada.

Menikah di usia yang terlalu muda.

"DENGER ENGGAK?!!"

"Bunda ..."

Panggilan itu menginterupsi. Anak kecil berambut panjang sambil memeluk boneka mengintip dari celah pintu. Ikut menangis saat ibunya diperlakukan hina.

"Bunda ..."

"Alara masuk kamar, Nak." Wanita yang dipanggil 'Bunda' tersenyum dalam tangisnya, merangkak ke pintu dan membelai wajah puteri bungsunya. "Bunda gak pa-pa."

Alara sudah hampir menangis. Dia mendongak, menatap wajah ayahnya dengan takut. Sosok keras kepala itu, yang tidak pernah menyaring kata-kata kasar saat bicara dengan siapa pun, adalah pria yang paling ditakutinya.

Mulut kecilnya terbuka, nyaris kembali bersuara. Tapi tidak sempat karena ibunya terlanjur menutup pintu.

Di detik setelahnya. Yang dia dengan dari luar hanya bentakan, tangisan meraung, cacimaki, juga bantingan barang.

Alara terluka.

Dia hanya ingin bermain dengan Bundanya.

Kenapa Ayah selalu membuat Bunda menangis?

***

Berjalan di bawah rinai hujan, tenggelam dalam nestapa yang mencabik jiwanya. Rambut sebahu itu lepek menyentuh kulit wajahnya. Meneteskan bulir-bulir air dari ujung surai cokelatnya.

Dia mendongak. Menatap hampa langit kelam yang merajai alam. Sambil sesekali berkedip, menghalau air yang menjatuhi retinanya. Bibirnya mendesis tipis, kelopaknya terpejam rapat. Lagi, dia menghela napas berat.

Klakson menginterupsi. Dia menyisi. Berdiri di trotoar jalan raya. Tidak acuh saat sebuah mobil diparkir di hadapannya. Seorang pria keluar dengan langkah gelisah, membiarkan sekujur tubuhnya sendiri ikut basah.

"Alara, kamu ngapain di sini? Kalo ada orang jahat gimana?" mata kelabu yang memancar getir. Bibir yang bergetar karena dilanda khawatir. Pria tinggi itu menahan napas saat tidak mendapat jawab, dia merengkuhnya, kembali berusaha menenangkannya.

Sudah lama seperti ini.

Alaranya sudah terlalu lama dirundung duka.

Ketika keadaan di sekitarnya berubah, bumi berputar dan waktu tergerus zaman. Rasa sakit yang ditanggungnya tidak sedikit pun dapat tersingkir.

Alaranya~ menderita.

Cidera hati terparah dan sulit untuk disembuhkan walau dengan bantuan psikiater terhebat.

Depresi !!!Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang