3. Cinta
Cinta ini, bukan lah aku yang menuntunnya.
Dia memilihmu sendiri ...
Memerangkapku dalam oase gersang yang menarikanmu di dasar jurang mimpi.
***
"Mungkin harusnya dari awal gue dateng ke tempat ini." Pria berkemeja biru tua menggumam pelan. Dia menangkap pemandangan senja menggunakan lensa kamera dan memotretnya. Rambut sedikit gondrongnya berkibar. Cuaca sore pantai hari ini begitu memanja. Hembusan angin menerpa tubuhnya, menyalurkan stimulus yang sudah tidak asing untuknya.
Pantai cukup ramai. Pangandaran menjadi tempat yang dia pilih untuk meliburkan diri selama 3 hari ke depan. Jenuh dengan pekerjaannya, lelah karena pasiennya semakin bertambah. Walau dia sama sekali tidak menyesalkannya.
Dia senang ketika profesinya berguna untuk banyak orang.
Manik kelam itu menyapu pandang, tertuju pada seorang gadis yang duduk sendirian di tengah ramai. Hanya memeluk lututnya sambil menatap lurus, menyorot sang surya yang tidak lama lagi akan tenggelam.
Diam-diam memerhatikan, akhirnya Elang mengarahkan kameranya. Gadis itu, posisinya cukup indah untuk diabadikan.
Beberapa kali Elang memotretnya. Foto terbaik adalah saat si gadis menyampingkan rambut ke sisi telinga karena menghalau pandangan. Dibias jingga, wajahnya terlihat bercahaya.
Elang memperbesar jarak objeknya, dia terdiam saat melihat gadis itu menggerakkan kedua tangannya. Seperti menyobek bungkus obat. Memakannya lalu minum air mineral yang sisanya tinggal setengah. Gadis itu memakai jaket hitam yang terlalu besar.
" Dia sakit?" Elang bergumam. Penasaran, kamera itu dia arahkan ke obat yang si rambut panjang genggam. Kebetulan posisi obatnya diletakan menyamping di sisi pahanya.
Risperidon 2, Nopres 20 mg, trihexyphenidyl.
Elang terkesiap. Obatnya, kan untuk~
Padahal masih semuda itu.
Elang menelan ludah, rupanya objek potretnya menyadari kalau fotonya diam-diam sedang dicuri. Kepalanya menoleh, manik cokelat memerangkapnya.
Hanya sebentar, Elang kemudian tidak dipedulikan. Melempar pandangan ke sisi lain, saat ada pria mendekatinya dan duduk di sampingnya sambil terkekeh. Tangan kanannya menyerahkan sebungkus roti. Menarik tubuh dibalut jaket kebesaran itu ke dekapannya.
Gadis yang membuatnya penasaran, adalah gadis yang sudah dihakmilik tanpa sempat Elang dan si rambut panjang berkenalan.
***
"Kamu udah minum obatnya?" Ken bertanya khawatir. Alara diam dalam dekapannya, kekasihnya semakin memeluk posesif. Mengecup puncak kepalanya berkali-kali.
Padahal Kenzi harusnya bekerja. Tapi saat tadi malam Alara menggumam 'pantai' lewat telepon, kekasihnya langsung memutuskan hari ini datang Pangandaran. Berdua mereka liburan, manik abu yang selalu menatap sayang itu memerhatikan gerik pacarnya secara seksama.
"Udah." Alara mengangguk. "Aku ngantuk."
"Mau balik ke hotel aja?"
"Jangan." Gelengan kecil membuat Ken mengurungkan niat. "Kita di sini dulu aja."
Kenzi mengerti. Pria itu kian merapatkan pelukannya.
Kegundahannya masih tidak terhapus. Rasa khawatir menguasainya membuat Ken terjebak paranoid. Alaranya berubah, jelas kalau bukan Ken yang berinisiatif, jangankan memeluknya seperti sekarang, untuk berpegangan tangan pun terasa susah.
KAMU SEDANG MEMBACA
Depresi !!!
RomanceKenzi mencintai Alara melebihi cintanya pada diri sendiri. Seburuk apa pun mental Alara seperti yang dokter jiwanya voniskan, tidak sebersit pun dia berpikir untuk meninggalkan belahan jiwanya. Alaranya tengah terluka, sebagai pria yang mencintainya...