Hari itu, derasnya hujan terdengar sangat keras. Air dari langit terjatuh membentur tanah. Aku sudah menulis surat terakhirku, pembunuh itu berdiri di belakangku, aku yakin dia menatapku tak sabar. Di sampingku ada tubuh manusia yang sudah tidak bernyawa. Suamiku sudah mati.
Aku melepaskan pulpen yang aku pegang. Ruangan ini terlalu sunyi
Hingga aku bisa mendengar detak jantungku sendiri. Pembunuh itu menempelkan pistolnya di belakang kepalaku, rambutku menyentuh dinginnya pistol itu. Aku tersenyum dan menutup mata, aku merasakan air mata menetes dari mataku, pipiku basah....DAR..
"Hu..."
**
Perempuan itu sudah mati, aku telah membaca surat terakhirnya bersamaan dengan berita kepergiannya. Dia menikah dengan orang yang terlalu penting hingga dia juga masuk dalam permasalahan. Suratnya berada ditanganku dan tayangan kepergian dia dan suaminya menjadi topik hangat. Aku berdiri memasuki kamarku sambil membawa surat itu.
Aku membuka laptopku, aku menaruh suratnya di meja berasama dengan surat-surat lainnya. Aku menatap laptopku dengan tatapan kosong.
"Aku menemukan namanya setelah mengetahui dia pergi. Dia pergi dengan cara heroik yang menggemparkan dunia. Dia menuliskan surat terakhirnya untukku. Hujan, aku Hujan yang diharapkannnya. Suratnya membuatku tersenyum dalam kesedihan, suratnya cukup membuatku sakit hati. Suratnya membuatku lupa cara untuk bernapas, lupa cara untuk merasakan. Aku akan selalu mengingat janji kita berdua, aku akan selalu menantinya. Aku akan selalu percaya bahwa soulmate tidak selalu bertemu di dunia yang kita tempati, mungkin aku dan dia akan bertemu di dunia yang lainnya dan bertempur melawan alien.
Kepergiannya dari dunia ini akan mengakhiri journal ini, sekarang adalah akhir Dialog Hujan. Akhir dialognya dengan Hujan."
**
KAMU SEDANG MEMBACA
Dialog Hujan
Short StoryBukan cerita, bukan kisah, hanya penyaluran resah dari dunia. Curahan dari hati yang hampir meledak, curahan hati yang sudah tidak bisa lagi ditampung. Sekarang bukan hanya aku yang tahu, kamu juga tahu.