MAU BERTARUNG SAMPAI PUAS?

48 3 0
                                    

Ternyata pekerjaan menjadi guru itu sungguh menyedihkan ,lihat saja aku... karna tidak mendapatkan calon istri, akhirnya aku sendiri yang harus belanja, selain itu, tunjangan menjadi guru itu sangat sedikit, tentu saja bagiku seorang guru muda dapat tinggal di rumah dinas sebuah sekolah khusus putra sebagai guru kesehatan sudah sangat menguntungkan.aku Andrei sagata, Kali ini aku melangkah santai di trotoar untuk kembali ke sekolah setelah belanja seperti biasa, suasana malam itu cukup dingin dan sepi.

Brak...!!! seorang anak jatuh tepat di depanku, kemunculan nya dari sebuah lorong gelap yang kulewati itu benar2 membuatku hampir mati berdiri, namun anak itu langsung lari di ikuti teman2nya yang lain, aku kembali melihat ke arah lorong gelap di antara gedung itu, kenapa dan apa yang membuat anak2 itu lari ketakutan?

Srek...srek..., suara sesuatu yang di seret, aku mencoba tidak ketakutan, namun hal yang ku lihat di depanku ternyata lebih mengejutkan dari pada mengerikan, seorang anak kecil merintih sakit menahan perih luka dikakinya yang parah, di tangannya sebuah pistol tergenggam kuat, ia memakai seragam aneh yang tak pernah ku lihat sebelumnya, mungkin suara tadi akibat ia mencoba menyeret kakinya untuk berjalan. Deg... ia melihatku..., apa yang akan ku lakukan?

"ja...jangan takut...,kau harus di rawat..., aku tidak akan melukaimu, jadi pelan2 saja, turunkan dulu senjata itu, jangan sampai melukai dirimu sendiri"

"jangan mendekat...hah...,hah..., atau aku akan..." potongnya seraya menodongkan senjatanya kearahku, nafasnya mulai terengah2, tentu saja... karna luka di kepalanya mengeluarkan banyak darah, dan wajahnya sudah sangat pucat, terpaksa deh...

Krak...

"jangan bergerak nak...,kalau mau tanganmu tidak ku patahkan..." ucapku setelah berhasil merebut senjatanya dengan mempraktikkan kemampuanku bertarung, kini tangannya ku kunci keatas dan ia melawan mencoba melepaskan diri, aku tak perlu terlalu lama menahan lengannya, karna tubuhnya langsung melemah pingsan. Hah...merepotkan saja...

"kau sudah merasa baikan...?, ayo makan buburnya, walaupun kelihatan aneh, ku jamin enak..."ujarku mencoba ramah, sejak sadar ia masih terus diam dan mulai mengaduk2 bubur yang ku hidangkan untuknya. Luka2nya sudah ku obati, namun tetap saja ia hanya merenung sendiri, dari matanya yang dingin itu tergambar betapa keras hidupnya..., apa yang di alaminya ya..., akhirnya aku hanya bisa menghela nafas dan beranjak masuk kekamarku, bersiap2 mengajar, ada kebimbangan kalau harus meninggalkan anak itu di rumahku, namun senjatanya sudah ku amankan, entah dari mana anak seusia itu mendapatkannya...

" hei jangan melamun...,aku pergi dulu ya..."ucapku mengejutkannya seraya mendekatkan wajahku padanya, ia terlihat kaget dan menahan gerakanku, mendorong wajahku dengan tangannya yang kecil itu, hampir saja aku tertawa, ia benar2 kelihatan kesal , selanjutnya aku hanya menepuk kepalanya dan tersenyum hangat, ia kutinggal sendiri dengan pintu yang sengaja ku kunci dari luar.

Di sekolah...

"hei2 jangan langsung minum, dan kamu Budi..., luruskan dulu kakimu agar tidak keram..." perintahku pada murid2ku yang sesaat lalu ku suruh lari maraton mengelilingi komplek sekolah yang sangat luas itu, tentu saja nafas mereka sekarang terengah2, di sekolah itu aku merangkap menjadi pembina klub olahraga dan sebagai guru UKS, dengan lelah aku duduk di samping murid2ku itu,aku cukup di kenal dan disegani sebagai guru, namun sering mereka lebih menganggapku sebagai kakak , ha...ha..., karna itu ada beberapa guru senior yang seakan memusuhiku, tapi ya sudahlah...

" Drei..., kapan kami kamu ajari tentang tehnik sepak bola..., dari kemarin terus saja lari begini..." tanya budi mewakili teman2nya, anak bertubuh besar itu menatapku penasaran, tapi tetap sangat serius, aku tertawa dan menggaruk2 kepala, yah... kurasa mereka mulai tidak sabar.

" hm..., oke... bagaimana kalau nanti sore, kebetulan saya tidak punya jadwal, dan kita berkumpul disini lagi" anjurku, budi menatap teman2nya yang lain, beberapa dari mereka mengusap keringat dan mulai berpikir, Winar yang menjabat sebagai ketua asrama mulai angkat suara dan mendekatiku.

RUJAK CERPENTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang