Chapter 2

220 25 6
                                    

Masalah adalah sebuah kesempatan untuk menunjukkan kemampuan terbaik kita -Duke Ellington.

Seattle

07:18 a.m

Dari sofa tempatnya tengah duduk, pria berpawakan tegap itu mengubah-ubah channel televisi dan sebuah cangkir berisikan kopi panas yang berada di genggaman ibu jari dan jari telunjuknya. Ia meniupkan udara dari dalam mulutnya, berupaya agar kopi panas yang berada di sebuah cangkir itu menjadi sedikit hangat. Namun ia berhenti melakukan aktivitasnya, ketika ia mendapatkan yang ia cari dalam tayangan televisi. Seputar berita pagi hari ini yang menayangkan tentang kasus pembunuhan asal Los Angeles yang tengah menyebar luas di sebagian kota dalam satu Negara.

Terduga pembunuh yang telah merenggut tiga nyawa sekaligus tertangkap kemarin lusa.

Los Angeles, California.

Pria ini meletakkan sebuah cangkir berisikan kopi panas di atas meja. Ibu jarinya tidak berhenti bergerak untuk menaikkan volume televisinya, hendak ia menyimak dengan baik sebuah panggilan tertera di layar ponsel miliknya. Dengan segera ia kembali menurunkan volume, kemudian menerima panggilan dari seseorang.

"Halo?"

"Jeff, aku Rey. Bagaimana kabarmu? Kupikir kau sedang sibuk akhir-akhir ini." Pria bernama Jeff kini mengerutkan keningnya. Ia sedikit terkejut kepada gadis yang menghubunginya.

"Rey? Mengapa kau tidak menerima panggilan dariku semalam, sayang? Dan tidak, aku sedang tidak sibuk pagi ini, kau bisa bercakap denganku sampai esok jika kau ingin."

Terdengar bahwa gadisnya terkekeh di balik sana, "Ponselku sedang masa perbaikkan, Jeff."

"Bagaimana bisa kau merusak ponselmu?"

"Aku tidak merusaknya, ceritanya sangat panjang. Aku akan menceritakannya jika kau berada di sampingku."

"Begitu, aku akan kesana sekarang." Kata Jeff dengan sangat antusias, dia memiliki rasa ingin tahu yang sangat besar.

"Ah, lelucon jadul!"

Jeff tertawa mendengar kekasihnya yang sepertinya tengah kesal kepada dirinya. "Uh, menggemaskan sekali gadisku, kemarilah akan ku kecup bibirmu."

"Teruslah membuat pipiku terbakar!" Kali ini Andreina ikut terlarut dalam candaan yang diberikan oleh kekasihnya sendiri.

Pria yang mendapat teguran dari Andreina hanya terkekeh. "Oh, dan juga sekarang kau membeli ponsel dan nomor baru?"

"Tidak, Keenan meminjamkan ponsel lamanya kepadaku."

Jeff terdiam sebentar, menimbang-nimbang apa yang ingin ia katakan pada Andreina. "Kasus pembunuhan itu sedang ditayangkan. Aku sedang melihatnya."

"Aku tahu." Kata Andreina dengan gelisah.

Jeff menghembuskan napas berat dan mencoba mengalihkan topik pembicaraan mereka yang terdengar menyedihkan mengingat bahwa pembunuh itu ialah Ayah dari gadis yang sedang berbicara dengannya melalui sambungan telepon.

"Kau tidak memiliki kelas pagi ini?"

"Aku sedang berada di kampus menunggu Profesor Wilson memasukki kelas."

"Well, aku harus mengakhiri pembicaraan pagi ini. Perhatikan mata pelajarannya dengan baik dan jangan mencoba untuk kabur."

Andreina terkekeh lagi, "Baiklah, sampai nanti."

"Sampai nanti, sayang."

Ibu jarinya menekan sebuah tombol berwarna merah untuk mengakhiri sambungan diantara keduanya. Tangannya mengambil secangkir kopi panas yang telah menjadi dingin, kemudian ia menyesapnya perlahan. Entah karena alasan yang mengapa, tiba-tiba saja salah satu sudut bibirnya terangkat membentuk sebuah senyuman dengan secangkir kopi dalam pelukan di dada.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Dec 21, 2017 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

CLOSETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang