Ibu Guru

9.6K 44 0
                                    

Berat rasanya mengetahui pada akhirnya ia menjadi seorang guru. Berat rasa di pundaknya mengetahui tenggung jawab moral bangsa ada ditangganya. Sedih rasanya jika apa yang ia usahkan membuahkan hasil yang kurang memuaskan. Menjadi guru muda bukalah hal yang mudah. Terlebih lagi ia menjadi guru Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan, tanggung jawab atas moral anak bangsa bergantung pada apa yang ia berikan.

Terlahir dalam keluarga guru membuatnya terpaksa untuk melanjutkan generasinya untuk menjadi guru pula. Hatinya berkata tidak, namun apa daya melawan orang tua sama saja melawan Sang Maha Kuasa. Cita-cita sebenarnya ada menjadi penulis novel terkenal atau psikolog remaja. Tapi akhirnya ia menyadari ternyata keputusan orang tuanya adalah keputusan yang terbaik. Ketika ia menjadi guru, ia merasakan kedua hal tersebut. Tetap dapat menulis tentang anak-anak muridnya dan tetap dapat menjadi pendengar yang baik untuk anak-anak muridnya. Dan yang selalu ia ingat adalah ketika almarhum ayahnya berkata "mba, mba gaboleh takut buat jadi guru. Mungkin tanggung jawabnya berat mba, tapi tau ga mba? Banyak juga mba yang do'ain kita. Insya Allah mba kita akan dapat Ridho-Nya dalam menjalankan kewajiban kita mba"

Selama tiga tahun mengajar di sekolah ini sudah banyak anak yang menjadikan dirinya pundak untuk bercerita ketika ada masalah. Mulai dari pelajaran, keluarga, dan cinta. Sungguh indah dapat berkumpul dengan para remaja pikirnya. Terlebih ketika bertemu dengan salah satu murid yang sudah ia ajari hampir selama dua tahun. Anak itu adalah anak lelaki yang sholeh, pandai, dan rajin. Melihat matanya yang coklat membuat semua orang terpana. Tidak, ia tidak mencintai anak lelaki ini. Namun ia hanya mengagguminya dan ingin punya anak seperti itu kelak.

Suatu saat anak itu pernah bertanya kepadanya "ibu guru, kenapa masyarakat Indoneisa itu sulit diatur ya bu?" Baru beberapa detik ia bertanya ia tiba-tiba berkata "eh gajadi bu, saya sudah tau jawabnnya. Jawabannya adalah karena masyarakat Indonesia terlalu hebat bu, bayangin aja bu tiga pandangan hidup mereka gunakan bu, yaitu agama, pancasila, dan suku bu. Gimana gasulit tuh bu, peraturan yang udah sesuai dengan pancasila gacocok sama sukunya. Sedangkan ketika peraturan agamanya itu cocok dengan dirinya, gacocok bu sama pancasila. Kan susah ya bu" dirinya pun hanya menggeleng-gelengkan kepala dan tersenyum sambil mendoakan supaya kelak anak ini nanti dapat lebih belajar lagi dan dapat menjadi salah satu pemimpin yang baik nantinya. Anak lelaki ini memang suka seperti itu, bertanya tetapi beberapadetik kemudia ia langsung menjawab pertanyaannya sendiri, itu membuktikan bahwa anak itu tidak hanya memiliki keingin tahuan lebih tapi ia juga berusaha untuk menemukannya.

Namun akhir-akhir ini anak lelaki itu tak pernah lagi ke masjid untuk melaksanakan sholat dhuha, dan tak jarang anak ini bengong dikelas dan tak jarang pula ditengoknya matanya yang sembab. Dirinya selalu bertanya-tanya apa yang terjadi pada anakn ini? Dan lebih terkagetnya lagi. Anak ini pingsan ketika sedang melaksanakan upacara, padahal ia salah satu anak yang kuat staminanya. Dirinya pun lari dan menghampiri anak itu dan ingin menolong anak itu.

"Rayhan kamu kenap nak? Dan Tasya bukan kah kamu seharusnya tetap ada ditempat mu untuk mejadi petugas upacara?" 

Semua Karena XXXTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang