Lani POV
Aku menatap langit - langit ruangan ini. Apartemen luas ini didesain begitu mewah oleh pemiliknya. Aku melihat lampu yang digantung di langit - langit. Indah sekali.
Kutolehkan wajahku ke samping. Pria ini masih tidur dengan damainya. Bulu matanya yang lentik terkatup. Tanpa cela wajahnya yang damai terlelap.
Beruntungnya aku bisa tidur berdampingan dengan pria sesempurna dia, di dalam apartemen semewah ini, dan merasakan gelimang harta karenanya.
Walaupun untuk itu, aku harus menjual diriku.
***
FLASHBACK ON
Gemerlapnya dunia malam di sana sungguh memabukkan, aku mencoba memasuki sebuah bar yang terlihat mahal dan mewah. Aku tidak punya uang tapi tetap saja nekat untuk masuk ke bar itu.
Musik berdentam di seluruh ruangan, memekakkan telingaku. Tubuh - tubuh yang bergerak tanpa henti, mengikuti hentakan musik.
Perlahan aku menerobos keramaian dan mendekati meja bar.
"More!"
Tersentak aku mendengar seruan dari pria yang duduk di sebelahku. Kepalanya tertunduk, sepertinya ia mabuk berat. Aku melihat tampilannya. Sekalipun tempat ini gelap, aku sangat yakin seluruh yang dikenakan pria itu harganya melebihi biaya hidupku setahun.
"HEY! DID YOU HEAR ME?! I SAID MORE!!!" Ia berteriak sambil membanting botol bir itu ke arah bartender.
Aku kaget setengah mati. Tubuhku kaku sekejap, namun ketika aku tersadar, perlahan aku memutar tubuhku untuk pergi dari tempat ini.
"Hey, Miss."
Tubuhku menegang. Apa dia memanggilku?
Aku memutar tubuhku kembali dan melihat ke arah pria itu.
Dan di sanalah dia.
Pria yang nyaris saja kusangka dewa karena ia terlihat begitu sempurna.
***
Pertemuanku dengannya malam itu berakhir dengan aku melepas keperawananku begitu saja karena tersulap oleh wajahnya dan aku dibutakan oleh sensasi sentuhannya.
Pagi pagi buta aku terbangun dengan nyeri di seluruh tubuh terlebih di daerah kewanitaanku. Aku melihatnya masih tertidur lelap. Kutarik selimut tipis untuk menutupi tubuh polosku. Aku masuk ke kamar mandi dan terduduk di bath tub.
Aku bingung pada hatiku sendiri. Tak ada rasa penyesalan yang muncul. Padahal aku sangat sadar bahwa ini akan menghancurkan kehidupanku. Tidak hanya itu, ini juga akan menghancurkan mimpi kedua orangtuaku yang percaya padaku untuk merantau.
Kembali kuulas bagaimana ia memperlakukanku semalam. Sentuhannya, gabungan lembut dan kasar, membuatku nyaris gila. Baru sekali aku merasa seperti itu. Dan aku pun gelap mata. Tak kusangka aku merespon seliar itu. Membalas sentuhannya hingga aku merasa lebih layak disebut wanita jalang.
Namun kemudian muncul keping memori di mana aku tak mampu menahan sakit di hati. Sepanjang malam aku merelakan tubuhku pada orang yang bahkan tak kukenal namanya, melayaninya dengan patuh, tapi dalam pikirannya ia melakukan itu bukan bersamaku.
Ia terus meneriakkan nama seorang wanita yang tak kukenal. Ia menyebut nama wanita itu dengan sepenuh hati. Namun tak jarang kulihat matanya menggelap dan rahangnya mengeras, seakan emosi memuncak hingga ke ubun - ubun. Lalu kemudian aku harus menanggung semua rasa sakit akibat hentakan keras dan setiap perlakuan kasar yang ia berikan padaku.
Tanpa kusadari aku sudah terisak kencang,menangisi betapa sialnya diriku.
FLASHBACK OFF
***
Lani POV
"Ehmmm...."
Erangan pelan lolos dari bibirnya. Ia menggeliat pelan dan membuka matanya.
"Jam berapa ini?"
Aku menoleh ke arah jam dinding, "Tepat jam 7." kataku.
Ia mengerang lagi sambil merentangkan lengannya yang berotot. Ia memejamkan matanya lagi.
"Kau tidak bekerja?"
Ia hanya diam.
Aku tahu itu bukan urusanku dan aku salah untuk bertanya. Aku hanya menghela napas pelan dan berusaha bangkit dari tempat tidur.
"Aku mengambil cuti seminggu."
Gerakanku terhenti. Well, tidak heran. Bahkan jika kau ingin cuti sebulan, tidak akan ada yang melarangmu. Siapa yang berani melarang direktur utama perusahan seperti dia?
"Oh begitu,"
Masih banyak yang ingin kutahu. Sudah setengah tahun aku mengenalnya, seingatku ia tidak pernah meninggalkan apartemennya lebih dari jam 7 pagi. Ia bilang ia harus bekerja. Dan aku tidak pernah tahu tentang alasannya di akhir minggu. Toh sekalipun ia tidak bekerja yang ku tahu ia selalu meninggalkan tempat ini tepat waktu. Sudah kubilang aku tak berhak bertanya lebih tentangnya kan?
"Aku akan disini untuk beberapa hari."
Wow, kali ini lebih mengejutkan.
Aku memang memiliki sebuah kamar kos yang kutinggali selama aku berkuliah. Namun selama setengah tahun ini - sejak aku mengenalnya - ia memberiku tempat ini untuk tinggal. Bisa dibilang aku memiliki dua tempat tinggal sekarang. Selama itu juga aku tak pernah bertemu dengannya di apartemen ini kecuali ia ingin aku melayaninya.
"Baiklah," aku tidak tahu apa yang harus aku katakan.
"Apa kau ada kuliah hari ini?"
Aku menoleh dan menatapnya yang masih tak melihatku. Ia melipat tangannya di belakang kepala dan menatap langit - langit.
"Tidak."
Hening.
"Apa kau masih ingin 'lagi'?" tanyaku pada akhirnya.
Namun ia tak menjawab.
"Kalau tidak, aku akan kembali ke kosan ku." kataku.
Ia masih tak menatapku.
Ya Tuhan bagaimana bisa aku bertahan dengan pria ini.
"Apa aku membayarmu hanya untuk memuaskanku di ranjang?"
Aku tercekat.
Kenapa ia tak pernah menghargaiku? Dimatanya aku benar benar hanya seorang pelacur.
"Kalau memang ya, aku akan menambah bayarannya agar kau tetap menemaniku disini."
Ia ingin bersamaku disini? Ada rasa bahagia yang terselip. Namun kata kata sinis tak pernah absen dari bibirnya ketika ia berbicara denganku.
"Tidak. Tidak perlu. Aku akan tinggal" ujarku pelan sambil menahan air mataku. Aku bangkit dan meninggalkannya ke kamar mandi.
#tbc
KAMU SEDANG MEMBACA
Tipsy
Romance#citygirlstories Semua berawal dari kesalahanku mengambil pilihan. Semua terjadi karena salahmu merasa nyaman. Semua karena keegoisanku yang tak ingin mundur. Semua karena kau lengah dan bergantung padaku. Dengan semua kekeliruan yang ada, apa kau y...