bagian 1

175 5 0
                                    

Matahari belum menampakkan diri. Seisi rumah masih tertidur. Namun sang nenek telah bangun dan bersiap-siap. Ia membuka laci pakaiannya dan mengeluarkan sebuah sweater kuning. Tampaknya sweater itu telah cukup tua. Sang nenek berpakaian rapi dan mematut dirinya di cermin, menyadari kerutan-kerutan yang telah muncul di wajahnya. Ia adalah Kim Su Ni.
Nenek Kim melihat ponselnya dan tidak menemukan pesan apapun. Ia duduk di ruang tamu yang masih gelap, seakan sedang menunggu seseorang.
Seisi rumah telah bangun dan mereka sarapan bersama Nenek Kim. Nenek Kim tinggal bersama puteri, menantunya, juga cucu lelakinya di Amerika. Ia masih memiliki seorang cucu perempuan bernama Eun Joo yang saat ini kuliah di Korea.
Nenek Kim tampaknya sangat menyayangi cucu perempuannya ini. Ia ternyata menanti telepon Eun Joo sejak pagi. Ibu Eun Joo berkata Eun Joo telah menelepon kemarin malam dan menanyakan keadaan neneknya. Nenek Kim menggerutu karena Eun Joo tidak meneleponnya langsung.
Ayah Eun Joo berkata hari sudah malam ketika Eun Joo menelepon dari Korea. Ibu Eun Joo berkata mungkin Eun Joo sudah memiliki kekasih. Semuanya terkejut. Nenek Kim hanya tersenyum dan menganggapnya hal yang wajar, sedangkan ayah Eun Joo sangat protektif terhadap puterinya.
Telepon berdering. Ibu Eun Joo mengangkatnya. Itu adalah panggilan telepon untuk Nenek Kim dari Korea. Namun bukan Eun Joo yang meneleponnya. Begitu Nenek Kim mendengar apa yang dikatakan si penelepon, ia nampak terdiam dan merenung. Anak dan menantunya nampak khawatir. Nenek Kim melihat mereka dan berkata ia harus ke Korea.
Setibanya di Korea, Nenek Kim dijemput oleh Eun Joo (Park Bo Young). Mereka berpelukan dengan gembira. Eun Joon mengantar neneknya ke suatu tempat. Selama perjalanan ia menceritakan kuliahnya. Ibu Eun Joo sempat menelepon untuk menanyakan keadaan ibunya. Nenek Kim menenangkan pada puterinya kalau ia sudah makan dan minum obat. Ibu Eun Joo masih khawatir ibunya bepergian dalam usia yang sudah lanjut.
Nenek Kim dan Eun Joo tiba di tempat tujuan. Dulu Nenek Kim pernah tinggal di tempat itu. Lokasinya jauh dari kota dan cukup terpencil. Eun Joo berpendapat tempat itu menyeramkan, rasanya seakan-akan ada monster yang akan keluar.
Mendengar itu, Nenek Kim berkata ia juga merasa hal yang sama ketika baru pindah ke sini. Eun Joo bertanya berapa usia neneknya waktu itu. Nenek Kim berkata kira-kira seusia Eun Joo, saat ia masih cantik. Ia memandang rumah besar tua di hadapannya.
47 tahun lalu….
Dari rumah yang sama keluar seorang pria mengenakan jas hujan dan membawa sebuah ember. Kondisi rumah itu tampak menyeramkan karena tidak terawat. Hujan turun dengan sangat deras. Pria itu berjalan masuk ke gudang yang terletak di luar rumah.
Sebelum masuk, ia sempat mengambil sebatang besi yang memang disimpan di luar gudang. Anjing-anjing dalam gudang itu menyalak riuh begitu pria itu masuk. Pria itu berjalan sempoyongan, tampaknya ia kesakitan.
Pria itu berhenti di depan pintu yang terletak di ujung gudang. Ia menjatuhkan ember yang dibawanya ke lantai. Embar itu berisi potongan daging. Pria itu membuka gembok yang terpasang pada pintu.
Terdengar suara menggeram dari balik pintu. Anjing-anjing mendadak berhenti menyalak. Pria itu memukul pintu dengan tongkat besi yang dibawanya dan berteriak menyuruh diam. Pria itu membuka selot pintu. Tiba-tiba ia terkena serangan jantung dan jatuh ke tanah. Mati.
Beberapa waktu kemudian…..
Seorang gadis muda membuka pintu gudang yang sama. Ia terbatuk-batuk karena gudang itu kotor dan berbau. Ia adalah Kim Su Ni muda (diperankan oleh Park Bo Young). Ia dan keluarganya baru pindah ke rumah ini.
Para tetangga membantu kepindahan mereka. Tampaknya kesehatan Su Ni kurang baik karena ibunya melarangnya untuk membantu. Sementara Sun Ja (adik Su Ni) dan anak-anak tetangga yang masih kecil ikut membantu memindahkan barang-barang. Su Ni berkata pada ibunya kalau ia tidak apa-apa dan bisa membantu.
Seorang pemuda berpakaian necis tiba di rumah itu. Tampangnya saja sudah terlihat menyebalkan karena terkesan arogan. Saat para tetangga meminta bantuannya untuk menurunkan lemari dari truk, ia hanya memandang mereka dengan tatapan sok.
Ibu Su Ni tampaknya tak mau mencari masalah dengan pemuda itu dan menawarkan diri untuk membantu menurunkan lemari itu.
Di saat ibu Su Ni bersusah payah mengangkut lemari dan para tetangga mondar-mandir memindahkan barang, pemuda itu dengan enteng berjalan-jalan di dekat mereka sambil menceritakan rumah musim panas milik ayahnya di dekat sana.
Ibu Su Ni berterima kasih pada pemuda itu namun Su Ni meminta ibunya berhenti bicara (berterima kasih) pada pemuda itu. Tampaknya ia tidak suka pada pemuda itu.
Sebagai rasa terima kasih pada para tetangga yang telah membantu, ibu Su Ni menjamu mereka makan malam.
Seorang tetangga menanyakan di mana ayah Su Ni. Su Ni terdiam mendengar pertanyaan itu. Ibu Su Ni berkata suaminya meninggal tahun lalu. Sekarang ia bekerja sebagai editor di rumah sambil membesarkan anak-anak.
Su Ni hendak menyendok sup tapi para tetangganya menyendok sup langsung dari pancinya. Su Ni tak jadi mengambilnya.
Tetangga yang membantu mereka adalah orang-orang yang tinggal di dekat sana. Hanya seorang nenek dengan kedua cucunya, dan sepasang suami istri. Tidak ada lagi tetangga yang lain. Ahjusshi tetangga berkata ia telah lima tahun tinggal di desa ini tapi baru kali ini masuk ke dalam rumah ini.
Su Ni sangat tidak terbiasa melihat orang-orang yang makan dengan begitu berantakan. Apalagi tetangga ahjusshi bahkan terbatuk-batuk hingga nasi di mulutnya tersembur ke mana-mana. Selera makan Su Ni langsung hilang.
Ibu Su Ni pun sebenarnya terkejut dengan tingkah laku para tetangganya tapi ia dan Sun Ja bisa beradaptasi dengan mudah. Ia bertanya apakah ada orang yang tinggal di rumah ini sebelumnya. Ahjusshi berkata tentu saja ada. Tapi orang itu tidak pernah keluar rumah hingga ia tidak tahu pekerjaannya apa.
Pemilik rumah yang lama mati karena serangan jantung. Ia bercerita kalau pemilik rumah itu memelihara serigala di gudang depan rumah.
Ibu Su Ni tertegun, untuk apa memelihara serigala. Apa untuk dimakan? Nenek tetangga berkata orang itu tampaknya mempelajari sesuatu tentang serigala karena ia selalu berjalan naik-turun membawa buku besar.
Para tetangga menanyakan sekolah Su Ni dan Sun Ja. Sun Ja kelas 5 SD. Mereka menerka Su Ni murid SMA. Ibu Su Ni melihat Su Ni yang sedang berada di dapur dengan khawatir. Su Ni hanya menunduk di dekat bak cuci piring.
Ibu Su Ni memberitahu para tetangganya kalau Su Ni tidak bersekolah. Para tetangga terdiam tak enak hati. Su Ni menaruh makanan tambahan di meja lalu pamit pada ibunya untuk mencari udara segar di luar.
Ibu Su Ni akhirnya menjelaskan pada para tetangga kalau ia sebenarnya tidak mampu memiliki rumah besar tapi pindah ke sini karena penyakit Su Ni. Dokter menganjurkan Su Ni dirawat di rumah. Paru-paru Su Ni bermasalah dan ia sedang mempersiapkan diri untuk mengikuti ujian persamaan.
“Sudah lama aku tidak melihat senyum putriku,” kata ibu Su Ni dengan sedih.
“Kakakku tidak memiliki teman sama sekali,” kata Sun Ja.
Nenek merasa kasihan pada Su Ni sementara ahjumma tetangga menghibur kalau ia juga tidak bersekolah. Ahjusshi bertanya siapa pemuda yang rambutnya berminyak tadi.
“Ia adalah putera dari rekan bisnis suamiku,” jawab ibu Su Ni.
“Jadi ia tidak tinggal di sini?” tanya ahjumma. Ia berkata pemuda itu sepertinya anak manja. Nenek juga tidak suka melihat pemuda itu diam saja saat semua orangtua bekerja (di Korea orangtua sangat dihormati). Ahjusshi bertanya mengapa pemuda itu datang ke sini.
“Dia membeli rumah ini,” kata ibu Su Ni. Dengan kata lain, pemuda itu adalah pemilik rumah. Para tetangga pun bengong.
Ibu Su Ni sangat mengantuk. Ia mengantar Su Ni pergi tidur dan berjanji akan membersihkan rumah ini besok pagi. Su Ni menyuruh ibunya segera tidur.
Setelah ibunya pergi, Su Ni menyalakan lampu baca lalu mengeluarkan diarinya. Ia menulis sambil menangis, “ Bayangan gelap dalam diriku. Keberadaanku tidak berarti. Membusuk dan pembusukan. Kematian, jiwaku!”
Ia menelungkup dan menangis tersedu-sedu. Tiba-tiba ia duduk, karena mendengar sesuatu dari luar jendela. Tak ada apapun. Ia kembali menelungkup. Terdengar suara yang lebih keras.
Su Ni segera lari membangunkan adiknya. Sun Ja berteriak kesal mengadu pada ibunya karena Su Ni mengganggunya tidur. Su Ni tak tega membangunkan ibunya yang kelelahan setelah pindahan tadi. Ia memberanikan diri keluar sendirian.
Sambil menahan rasa takut, Su Ni mengambil sekop dan berjalan menuju gudang (karena ia mendengar suara dari dalam sana). Ia menatap pintu yang tertutup di ujung gudang. Pelan-pelan ia berjalan menuju pintu sambil menghunus sekopnya.
Su Ni membuka pintu yang tidak terkunci. Dalam kegelapan, ia melihat sesosok makhluk merangkak pelan-pelan menuju ke arahnya. Su Ni gemetar ketakutan, tanpa sadar ia berjalan mundur.
Makhluk itu semakin mendekat. Su Ni berteriak sekuat tenaga. Makhluk itu menggeram kaget, lalu melompat menerjang Su Ni kemudian melarikan diri.
Su Ni terjatuh karena tertabrak makhluk itu. Ibu Su Ni dan Sun Ja terbangun mendengar jeritan Su Ni. Mereka menemukan Su Ni di gudang dan membantunya keluar dari sana. Su Ni masih lemas karena peristiwa yang baru saja dialaminya. Dari balik pohon, sepasang mata berwarna merah mengawasi mereka dan menggeram.
Keesokan harinya, ahjumma dan ahjusshi mendengar kejadian itu dari ibu Su Ni. Mereka berpendapat mungkin saja masih ada serigala yang tertinggal. Ahjumma menanyakan keadaan Su Ni. Su Ni yang sedang menjemur pakaian mengangguk pada tetangganya. Ahjumma memberikan sekeranjang kentang rebus pada ibu Su Ni.
Su Ni kembali menjemur pakaian. Tapi tiba-tiba ia melihat sesuatu di bawah tumpukan kayu di samping rumah. Ia menyuruh ibunya melihat ke arah yang sama. Menyadari apa yang dilihatnya, ibu Su Ni berteriak memanggil ahjusshi tetangga. Tapi ahjusshi tetangga sudah jauh.
Ibu Su Ni mengambil sapu untuk berjaga-jaga. Ia bertanya apakah itu yang dilihat Su Ni semalam.
“Mungkin ya, mungkin tidak,” kata Su Ni antara takut dan ingin tahu.
Ibu Su Ni mencoba menghalau makhluk itu. Makhluk itu terlihat menunduk. Ibu Su Ni mengubah taktik. Ia mengulurkan tangannya dan berdecak menyuruh makhluk itu keluar.
Makhluk itu bergerak maju. Kuku tangannya sangat hitam dan kotor. Rambutnya gondrong dan berantakan. Pakaiannya penuh lubang dan tubuhnya banyak luka gores. Makhluk itu ternyata seorang pemuda (Song Joong Ki^^).
“Siapa kau?” tanya ibu Su Ni.
Pemuda kotor itu mengarahkan pandangannya pada sekeranjang kentang rebus di atas meja. Ibu Su Ni dengan takut-takut melemparkan sebutir kentang rebus pada pemuda kotor itu.
Pemuda kotor itu melihat ke arah Su Ni dengan waspada. Melihat Su Ni diam, ia segera mengambil kentang itu dan memakannya habis. Ia memandang keranjang kentang itu dengan penuh harap.
Su Ni mengeluh pemuda itu sangat bau. Ibu Su Ni hendak memberikan seluruh kentang pada pemuda kotor itu. Su Ni menahannya, ia ingin pemuda kotor itu pergi. Tapi ibu Su Ni yang berhati lembut tak tega melihat pemuda itu kelaparan.
Ia menaruh keranjang kentang di hadapan pemuda kotor itu. Pemuda itu langsung menerkam kentang-kentang itu seperi seekor anjing kelaparan.
Ibu Su Ni dan Su Ni meneruskan menjemur sementara pemuda itu sibuk bermain dengan keranjang kentang yang telah kosong. Mereka bertanya-tanya mengapa pemuda itu tidak pergi juga padahal sudah kenyang.
Ibu Su Ni akhirnya memanggil polisi setempat dan para tetangga. Parahnya si pemuda berambut minyak, Ji Tae, juga datang. Ia menganggap pemuda kotor itu pengemis dan seharusnya diusir saja.
Pemuda kotor itu meringkuk di atas meja sambil memperhatikan keadaan sekelilingnya. Tampaknya ia tertarik pada pensil pak polisi yang terjatuh.
Polisi desa berkata ia tidak membantu ibu Su Ni. Ia membaca dari sebuah surat kabar, ada 60 ribu anak-anak yang terlantar karena perang. Mungkin saja pemuda ini salah satunya. Pemuda ini sepertinya berusia 18 tahun jadi panti asuhan tidak akan mau menerima.
Polisi itu terus bergerak mendekati pemuda kotor itu. Pemuda itu bergerak-gerak gelisah. Polisi memperhatikan ada luka pada wajah pemuda itu. Saat ia hendak lebih mendekat tiba-tiba pemuda itu menggeram keras. Kontan semua orang terkejut dan melompat mundur.
Ibu Su Ni berkeras ingin membawa pemuda itu ke kantor polisi agar bisa diselidiki asal-usulnya. Polisi itu tidak bisa apa-apa karena takut dihukum atasannya.
Ji Tae tak sabar lagi. “Tendang saja ia keluar!” katanya kesal. Ia menatap pemuda kotor itu dengan penuh kebencian. Pemuda kotor itu menatapnya sambil menggeram pelan. Sebenarnya Ji Tae agak takut tapi ia tidak mau memperlihatkannya.
Polisi berjanji untuk menyelidikinya dan meminta ibu Su Ni menjaganya sementara waktu. Ibu Su Ni keberatan tapi polisi berkata pemuda itu anak terlantar. Diam-diam Su Ni mengintip. Pemuda kotor itu menoleh memergoki Su Ni. Su Ni memalingkan wajahnya dan kembali ke kamarnya.
Ibu Su Ni berusaha mengurus ke kantor daerah agar pemuda yang ia temukan bisa dimasukkan ke panti asuhan. Tapi kantor daerah malah menyuruh ibu Su Ni meminta bantuan polisi, padahal ibu Su Ni datang ke kantor daerah atas anjuran polisi. Intinya mereka tidak mau menerima pemuda itu.
Ibu Su Ni terpaksa membawa kembali pemuda itu ke rumahnya. Pemuda itu nampaknya sangat menyukai pensil. Ia terus memegangi pencil dan membuat coretan-coretan yang tidak beraturan. Sun Ja yang baru pulang dari sekolah terkejut melihat ada pemuda aneh di rumahnya.
Pemuda kotor itu menatap air hangat di hadapannya. Ibu Su Ni terkejut karena air mandi malah diminum pemuda itu. Ia melarang pemuda itu meminum air tapi pemuda itu malah menggeram. Ibu Su Ni tidak takut. Ia kembali memarahi pemuda itu seperti memarahi puteranya sendiri dan membuka baju pemuda itu dengan paksa.
Ibu Su Ni memandikan pemuda itu dan menggosoknya keras-keras. Walau sambil mengomel tapi ibu Su Ni orang yang berhati lembut dan baik hati. Ia menyadari walau pemuda itu tidak tahu apa-apa tapi masih tahu malu karena menolak melepaskan celananya. Pemuda itu malah tertidur karena keenakan dimandikan.
Pemuda itu sekarang telah bersih. Tapi begitu melihat makanan yang tersaji di atas meja, ia langsung menerjang dan memasukkan semua ke mulut. Bahkan sup pun ia raup dengan tangan dan langsung dimasukkan ke mulut. Pemuda yang tak tahu tata krama sama sekali. Tidak tahu sopan santun. Tidak bisa bicara. Manusia, tapi tidak seperti manusia.
Ibu Su Ni mengasihani pemuda itu yang dianggapnya kelaparan selama ini. Tapi Su Ni tidak menyukai pemuda aneh ini. Ia marah begitu tahu ibunya berencana merawat pemuda itu selama beberapa hari sambil menunggu kabar dari kantor daerah.
Pemuda itu diberi sebuah kamar kecil beserta perlengkapan tidur untuk tidur. Ia gelisah begitu terkunci dalam kamar yang asing baginya. Ia mondar-mandir sambil mendengking seperti anjing ketakutan. Lalu ia naik ke atas lemari dan melolong seperti serigala di depan jendela. Ibu Su Ni masuk dan menarik pemuda itu turun sambil mengomelinya.
Su Ni menolak makan bersama keluarganya selama pemuda itu masih tinggal di rumahnya. Karena ibu Su Ni harus pergi ke kantor pos, ia meninggalkan Su Ni bersama pemuda itu.
Su Ni hendak mengambil buku-bukunya yang belum dikeluarkan dari kardus. Kardusnya terletak di tumpukan paling bawah. Ia menoleh, melihat pemuda itu sedang asik mencoreti lantai dengan pensil. Sadar tak bisa meminta bantuan pemuda aneh itu, Su Ni berusaha menurunkan kardus-kardus di atas kardusnya. Tapi kardus-kardus itu terlalu berat.
Tiba-tiba sebuah bayangan bergerak mendekatinya. Su Ni merasa seseorang mendekatinya. Ia berbalik dan melihat pemuda aneh itu menghampirinya dengan tatapan aneh. Su Ni ketakutan. Tapi ia berusaha tidak memperlihatkan rasa takutnya dan menyuruh pemuda itu pergi.
Pemuda itu semakin mendekat hingga Su Ni berteriak-teriak. Saking takutnya Su Ni terjatuh. Ia terus berteriak-teriak. Pemuda itu mengulurkan keduanya dan semakin mendekati Su Ni.
Pemuda itu menunduk di atas tubuh Su Ni. Su Ni pun berteriak histeris sambil memukuli pemuda itu dan menjambaki rambutnya. Teriakannya berhenti saat ia menyadari ternyata pemuda itu mengangkat kardus-kardus di atas kardus Su Ni. Pemuda itu memandang Su Ni dengan tatapan polos.
Su Ni buru-buru mengambil kardusnya. Pemuda itu menjatuhkan kardus yang dipegangnya dan menggeram saat melihat Su Ni berdiri. Mungkin berjaga-jaga siapa tahu Su Ni hendak memukulinya lagi.
Su Ni merasa tak enak hati karena telah berburuk sangka pada pemuda itu (padahal udah heboh banget :D). Ia mengulurkan sebuah jagung rebus. Pemuda itu langsung menyambarnya dan pergi sambil menggerogoti jagung. Lalu kembali berlutut dan menulisi lantai.
Tiba-tiba Ji Tae masuk ke rumah. Su Ni sebal melihatnya dan tidak mengacuhkannya. Ji Tae hendak membantu Su Ni membereskan kardus yang berserakan karena tadi dijatuhkan pemuda aneh itu. Tapi satu kardus pun tidak mampu ia angkat. Hmmm…berarti tenaga pemuda itu luar biasa.
Kesal karena malu tak bisa mengangkat satu kardus pun, Ji Tae mengomeli Su Ni dan keluarganya. Ia lalu melihat pemuda aneh itu masih ada di sana. Su Ni tahu Ji Tae orang yang suka mencari gara-gara. Ia menyuruh Ji Tae pergi dengan alasan ia harus belajar.
Ji Tae malah meraih tangan Su Ni dan berkata Su Ni tidak perlu belajar dan ikut ujian persamaan. Cukup menikah dengannya dan memasak untuknya. Su Ni menepis tangan Ji Tae, menyuruhnya melepaskan tangannya. Tapi Ji Tae tak mau melepasnya. Ia akan segera berangkat ke Seoul jadi ingin berduaan dengan Su Ni. Duh ini orang nyebelin banget, padahal dia mau maen juga di Gu Family Secret bareng Lee Seung Gi >,<
Tiba-tiba cengiran lebar di wajah Ji Tae berganti dengan kernyitan menahan sakit. Rupanya pemuda aneh itu mencengkeram tangan Ji Tae kuat-kuat. Ji Tae mengaduh-aduh setelah tangannya dilepas pemuda itu. Pemuda itu terus menatap Ji Tae dengan pandangan dan sikap mengancam, seperti seekor anjing yang sedang melindungi tuannya.
Ji Tae masih berusaha sombong tapi ia tak bisa menutupi rasa takutnya melihat sikap pemuda itu. Setelah mengancam pemuda itu, Ji Tae pergi dari rumah Su Ni.
Su Ni dengan canggung berterima kasih atas bantuan pemuda itu. Pemuda itu dengan cuek kembali menekuni lantai dengan pensilnya seolah tak terjadi apapun.
Tapi kejadian tadi nampaknya telah mengubah kesan Su Ni pada pemuda aneh itu!

WEREWOLF A BOYTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang