Polisi dipanggil malam itu juga ke rumah Su Ni. Namun yang terjadi adalah Su Ni mengatakan ia tidak tahu apa yang telah dilihatnya. Berlawanan dengan cerita Ji Tae, Su Ni berkata Ji Tae yang telah merusak rumah dan berusaha menyerangnya.
Ji Tae mengeluarkan serenceng kunci rumah. Ini adalah rumahnya. Untuk apa ia merusak rumahnya sendiri?
“Kau bahkan tidak tahu siapa penyerang dan siapa korbannya!” teriaknya marah pada para polisi.
“Hei, kau tahu siapa yang membayar tagihan rumah sakitmu? Apakah kau tahu siapa yang memberikan rumah, jalang!” Ia memaki Su Ni.
“Ayahku!” ujar Su Ni. “Ayahku yang menemukan bisnis dan sesudahnya kau bergabung. Setelah kematian ayahku kau mencuri aset perusahaan dan hidup dengan baik. Aku tahu yang sebenarnya. Meski kau bergumam tentang pensiun dan taguhan medis, itu tidak akan membantumu sedikit pun. Jadi tutup mulutmu!” Su Ni memelototi Ji Tae dengan penuh kebencian.
Ibu Su Ni berusaha menenangkan Su Ni. Ji Tae tak bisa berkata-kata mendengar tuduhan Su Ni yang sepertinya benar. Ia mengancam akan mengeluarkan Su Ni dan keluarganya dari rumah ini jika mereka tidak mengeluarkan Chul Soo. Tapi Su Ni tidak takut. Ia malah menantang pergi bersama-sama ke kantor polisi.
“Pak polisi, apakah kau melihat pisau dan tongkat yang ia pakai? Mari kita pergi ke sana dan memeriksa dengan benar!”
Ia menantang Ji Tae memanggil ayahnya. Ia juga memiliki banyak pertanyaan untuk mantan rekanan bisnis ayahnya itu. Jika Ji Tae tak berani, maka sebaiknya Ji Tae tidak lagi menganggunya, keluarganya, maupun Chul Soo.
Su Ni berjalan pergi dengan marah. Chul Soo mengikutinya. Ji Tae langsung mengamuk dan membanting semua barang yang ada, termasuk gitar Su Ni. Mendengar suara gitarnya, Su Ni terhenti. Pak polisi lalu datang untuk memborgol Chul Soo dan membawanya pergi.
Bukan hanya Chul Soo yang dibawa ke kantor polisi, Ji Tae dan teman-temannya pun diinterogasi. Keadaan tidak menguntungkan bagi Ji Tae. Selain ceritanya “tidak masuk akal”, Ji Tae juga kedapatan habis minum minuman keras.
“Kudengar jika seseorang banyak minum minuman keras, ia tidak bisa mengenali orangtuanya sendiri,” kata polisi.
“Kau tidak percaya bentakku?!” bentak Ji Tae sambil menggebrak meja.
Tentu saja polisi semakin tidak simpatik dengan sikap Ji Tae yang begitu arogan. Ji Tae berusaha menjelaskan kalau apa yang ia lakukan bukanlah apa-apa. Chul Soo yang telah melemparkan segalanya dan membunuh orang.
“Kau harus memenjarakan monster itu!” katanya sambil menunjuk Chul Soo.
“Tidak ada yang terbunuh, itu hanya luka ringan,” kata polisi dengan tenang. Ia lalu memarahi teman-teman Ji Tae. Teman-teman Ji Tae tak berani membantah. Mereka menunduk ketakutan saat melihat Chul Soo.
Polisi berkata Ji Tae telah melakukan vandalisme, masuk tanpa izin, dan memicu tindak kekerasan. Ia juga menyinggung tuduhan Su Ni tadi. Intinya polisi ingin menyelesaikan masalah ini dengan damai.
Maka Chul Soo pun kembali ditempatkan di gudang luar rumah. Ji Tae yang menyebalkan pura-pura ingin berbaikan dengan Su Ni dan keluarganya. Bukankah ia akan tetap menikahi Su Ni pada akhirnya?
Ia berkata Chul Soo adalah monster yang berbahaya. Tidak boleh dikeluarkan dari ruangan di ujung gudang.
Saat membersihkan gudang, ibu Su Ni mengeluarkan barang-barang peninggalan pemilik terdahulu. Ji Tae melihat salah satu surat. Nama yang tertera adalah Park Jeong Du.
Ji Tae lalu mendatangi seorang profesor bernama Kang Tae Shik. Profesor Kang sepertinya mengenal Profesor Park (pemilik rumah terdahulu yang mati karena serangan jantung). Ji Tae berkata ia telah menemukan hal yang sangat menarik dan mungkin Profesor Kang ingin mengetahuinya.
Walau Cheol Soo dikurung di dalam gudang, ia tidak bisa melepaskan pandangannya dari Su Ni. Ia terus menerus berada di dekat jendela, memperhatikan Su Ni yang sedang belajar. Bahkan ketika Su Ni menyuruhnya duduk agar tidak lelah, ia hanya duduk sedetik lalu kembali berdiri memperhatikan Su Ni.
“Kubilang duduk!”
Cheol Soo langsung duduk.
“Tunggu!” seru Su Ni saat melihat Cheol Soo hendak berdiri kembali. Cheol Soo menurut.
Su Ni sendiri tidak mau meninggalkan Cheol Soo. Ia sengaja belajar di luar rumah agar ia bisa berada di dekat Cheol Soo. Ia beralasan udara di luar rumah lebih segar walau cuaca sedang dingin. Hmmm…sepertinya itu sweater yang disimpan Su Ni tua.
Ibu Su Ni senang melihat puterinya giat belajar. Ia tidak menyadari Su Ni diam-diam mengawasi ketika ia menyembunyikan kunci gudang di bawah pot.
Setelah ibunya pergi, ia masuk ke kamar di gudang tempat Cheol Soo dikurung. Cheol Soo yang sejak tadi disuruh menunggu, gelisah karena ingin bergerak tapi tak berani karena Su Ni belum menyuruhnya.
Su Ni tersenyum geli. “Sudah cukup,” katanya. Cheol Soo langung menghambur ke meja dan mengambil bukunya. Ia memperlihatkan gambar Su Ni yang telah dibuatnya.
Su Ni tertawa karena gambar itu seperti gambar anak kecil. Cheol Soo lalu memperlihatkan gambar gitar. Su Ni terlihat sedikit sedih, ia tidak bisa lagi memainkan gitarnya.
Sebagai gantinya ia membawa barang-barang untuk Cheol Soo.
“Tada!” Su Ni memperlihatkan sebuah buku cerita. Ia mengajak Chul Soo duduk lalu bercerita kalau buku itu dibelikan ayahnya. Ia belum membaca buku itu dan tidak akan membacanya untuk selamanya.
“Karena kau akan membacakannya untukku.”
Ia berkata setelah Chul Soo mempelajari semua huruf dan kata, Chul Soo akan membacakan cerita itu untuknya.
“Lalu aku akan memukul kepalamu seratus kali? (Heh??) Ini adalah perintah. Kau mengerti?”
Chul Soo hanya diam menatap Su Ni. Entah dia mengerti atau tidak.
“Ngomong-ngomong apakah kau tahu apa itu manusia salju? Pernahkah kau melihat salju? Kau harus menggulung bola salju dan membuatnya menjadi figur manusia. Kita akan membuatnya saat salju datang. Kau ingat bukit di mana kita bermain dengan Soon Ja? Kalau kita membuat boneka salju besar di sana, asyik kan? Janji!!” Su Ni berceloteh dengan penuh semangat lalu mengulurkan jari kelingkingnya.
Chul Soo tersenyum melihat Su Ni begitu ceria. Su Ni meraih kelingking Chul Soo dan mengaitkannya ke jarinya. Melihat Chul Soo bengong menatapnya, Su Ni menyuruh Chul Soo kembali belajar. Chul Soo menurut.
Su Ni lama-lama bosan. Ia keluar dan mengeluh udaranya pengap. Chul Soo masih diam di tempatnya. Begitu Su Ni memberi isyarat agar Chul Soo keluar bersamanya, Chul Soo langsung keluar dengan penuh semangat.
Mereka berlari ke bukit tempat mereka biasa bermain. Su Ni berkata ia iri dengan kekuatan Chul Soo. Ia tidak memiliki kemampuan khusus seperti Chul Soo, nilainya pun jelek.
“Kau orang baik, kan? Kau tidak akan memukul orang lagi, kan? Kau janji? Kau harus belajar banyak dariku. Apa kau akan tinggal di rumah kami denganku?” tanya Su Ni. “Katakan ‘euh(iya)’…euh.”
Chul Soo berusaha mengeluarkan suara. “Euh.” Suara yang keluar sangat kecil.
Su Ni mengajak Chul Soo lompa lari. Siapa yang paling cepat tiba ditumpukan batu bisa mengucapkan permintaannya pada yang kalah dan yang kalah harus mengabulkannya tanpa bertanya.
“Aku akan berkata ‘1,2, 3’ sebagai isyarat. Mengerti? Satu….DUA!!” Su Ni langsung berlari.
Sekejap Chul Soo nampak bingung. Lalu ia ikut berlari menyusul Su Ni. Mereka lari dengan gembira. Chul Soo terjatuh. Su Ni yang lari di depan tertawa dan terus berlari. Tapi ia juga terjatuh. Chul Soo berlari mendekat. Su Ni mengulurkan tangannya pada Chul Soo tapi Chul Soo malah terus berlari.
Su Ni kembali berlari. Tapi tiba-tiba dadanya terasa sesak. Ia berhenti berlari. Chul Soo melihat Su Ni dengan khawatir. Su Ni berusaha tersenyum lalu kembali berlari tapi ia tak kuat lagi.
Chul Soo menoleh. Ia kaget saat melihat Su Ni terbaring di tanah. Dengan panik ia menggendong Su Ni kembali ke rumah. Tapi di rumah tak ada siapapun.
Ia berlari ke rumah nenek Dong. Di rumah itu hanya ada Dong Mi. Tak tahu apa yang harus dilakukan, Chul Soo mengikuti nalurinya dan membawa Su Ni ke dalam hutan.
Malam itu ibu Su Ni dan para tetangga mencari Su Ni dan Chul Soo ke dalam hutan. Bukan mereka saja, rupanya Ji Tae dan Profesor Kang juga ikut mencari. Ibu Su Ni menangis karena tak bisa menemukan puterinya.
“Kubilang juga apa. Aku punya firasat masalah serius akan terjadi,” ujar Ji Tae. Ia bertanya-tanya bagaimana Chul Soo bisa keluar. Sama sekali tidak terpikir Su Ni yang mengeluarkan Chul Soo.
Akhirnya mereka menemukan Su Ni. Su Ni terbaring di tanah sementara Chul Soo duduk di sampingnya. Ibu Su Ni langsung ingin menghambur pada putrinya tapi beberapa orang menghalanginya. Bahkan seorang dari mereka mengeluarkan senjata laras panjang dan mengarahkannya pada Chul Soo.
Sun Ja segera menghalanginya. Mengapa mereka hendak menembakkan senjata pada oppanya? Profesor menenangkan kalau senjata itu hanya berisi obat bius. Tapi Sun Ja tidak peduli. Ia berjalan ke arah Chul soo dan mengajaknya pulang. Chul Soo nampak senang dan hendak bangkit berdiri.
Tapi tiba-tiba beberapa orang mendorongnya dan menahannya agar tetap tiarap di tanah. Ibu Su Ni segera menghambur pada Su Ni yang masih terbaring tak sadarkan diri.
Chul Soo hanya diam saja saat tubuhnya dirantai. Pandangannya hanya tertuju pada Su Ni.
Chul Soo kembali dikurung di gudang. Kali ini lehernya diikat dengan rantai ke sebuah pasak yang tertanam di lantai. Benar-benar diperlakukan seperti anjing.
Profesor Kang menjelaskan pada semua orang mengenai perilaku serigala. Serigala dapat mengehar mangsa dengan kegigihan luar biasa. Selain itu mereka bisa menahan lapar dalam waktu lama. Serigala juga termasuk salah satu spesies yang hanya mencintai satu wanita selama seluruh hidupnya.
Profesor Kang akhirnya memberitahu kalau Profesor Park (pemilik rumah terdahulu) ingin menciptakan tentara yang lebih baik untuk penyusupan. Ji Tae berkata langsung saja pada intinya, Chul Soo itu bukan manusia tapi hewan. (Sepertinya Profesor Park melakukan penelitian pada anak-anak dengan memasukkan gen serigala untuk membentuk pasukan tangguh)
Profesor Kang tidak ingin menyebutnya demikian. Ia ilmuwan dalam bidang yang sama dengan Profesor Park dan mereka telah beberapa kali saling berkirim surat. Ia sedang berusaha menjelaskan ketika tiba-tiba seorang perwira bertubuh besar bergabung dengan mereka. Ji Tae terlihat senang dengan kemunculan perwira itu sementara Profesor Kang sebaliknya.
Profesor Kang berkata percobaan terhadap manusia memiliki masalah etis yang serius. Jika hal ini diketahui masyarakat, banyak kritikan yang akan muncul. Apalagi jika pers asing tahu dan mengetahui pejabat yang memerintahkan penelitian itu.
Mendengar itu, sang perwira tersedak. Dengan suara tegas ia berkata tidak ada bukti campur tangan pemerintah dalam penelitian ini. Ia melakukan penelitian ini sendirian (tanpa perintah dari pemerintah). Profesor Kang ingin meneliti Chul Soo lebih lanjut. Tapi perwira itu tidak setuju. Chul Soo tidak boleh keluar dan diketahui masyarakat.
“Jika kau melakukan penelitian ini sendirian, mengapa kau begitu berhati-hati?” sindir Profesor Kang.
“Sialan! Jika atasan memberi perintah maka itu harus dipatuhi! Mengapa kau mendebatku? Sebenarnya aku tidak tahu. Pokoknya, kalau anak itu berbahaya kita harus….membunuhnya.”
Ibu Su Ni dan Sun Ja terkejut. Ji Tae tersenyum puas.
“Membunuhnya?” tanya Sun Ja marah.
“Benar. Jika publik mengetahuinya…bukan, membawa dia keluar adalah hal yang berbahaya,” kata perwira itu.
Ibu Su Ni berkata ia tidak mengerti apa yang sedang mereka bicarakan tapi mungkin ada kesalahpahaman. Ia berkata Chul Soo adalah anak yang baik, hanya saja tidak bisa berbicara dengan lancar.
Ji Tae berkata apakah ibu Su Ni tidak sadar, jika mereka terlambat datang sedikit saja Su Ni pasti sudah dimakan oleh Chul Soo. Sejak awal seharusnya Chul Soo tidak dimasukkan ke rumah ini. Ibu Su Ni dan Sun Ja menatap Ji Tae dengan kesal.
Keesokan harinya, ibu Su Ni hendak mengantar Su Ni ke dokter. Begitu melihat Su Ni berjalan keluar rumah, Chul Soo langsung gelisah di dekat jendela. Su Ni mengerti Chul Soo sedang mengkhawatirkan keadaannya.
Ia lalu menggantikan Sun Ja untuk membawakan makanan untuk Chul Soo. Gudang tempat Chul Soo dikurung dijaga oleh perwira bersenjata. Chul Soo nampak gembira dan bersemangat begitu melihat Su Ni datang.
“Aku akan segera kembali, jadi tulis surat 10 kali sampai saat itu,” kata Su Ni sambil meletakkan makanan di meja. “Makanlah yang banyak dan jangan berteriak di malam hari.”
Su Ni bergegas pergi sambil menahan tangisnya. Chul Soo nampak terpukul. Ia berlari menerjang pintu. Para penjaga berusaha mencegah Chul Soo keluar. Su Ni berbalik.
Chul Soo sekuat tenaga hendak keluar. Ia mengulurkan tangannya ke arah Su Ni. Ibu Su Ni dan Sun Ja berdatangan ke gudang.
Perwira bertubuh besar mengokang senjata dan siap menembak Chul Soo.
“Tunggu!” ujar Su Ni. “Chul Soo, tunggulah.”
Mendengar itu, Chul Soo tak lagi berontak dan mundur. Pintu langsung tertutup kembali.
“Sudah kubilang ia berbahaya,” ujar Ji Tae.
“Jika hal seperti ini terjadi lagi, kami akan menembak,” ujar si perwira.
“Menembak? Jangan coba-coba menyentuh Chul Soo saat aku tidak ada di sini!” ujar Su Ni marah.
Su Ni dan ibunya lalu pergi. Profesor Kang dan perwira mengamati Chul Soo melalui kamera yang dipasang di gudang. Chul Soo nampak sedang diam menulis di meja.
Sun Ja berkata Chul Soo sedang belajar menulis hangul. Profesor Kang berkata perilaku Chul Soo tidak ada yang aneh. Chul Soo hanya duduk diam menatap pintu atau menulis.
“Mengapa dia tidak makan?” tanya si perwira.
“Karena tidak ada kakak,” jawab Sun Ja.
“Pokoknya, jika ia melakukan hal yang tidak ada wajar atau tindak kekerasan, ia akan langsung ditembak,” ujar si perwira.
Ji Tae mendengar pembicaraan mereka dan terlihat tidak senang. Duh, ini orang bener-bener deh…
Semua orang menginap di rumah ibu Su Ni. Saat semua orang sedang tidur, asisten Profesor Kang melaporkan hasil penelitiannya pada Profesor Kang.
“Golongan darahnya tidak bisa diidentifikasi. Penglihatan, pendengaran, dan penciuman sangat bagus. Bahkan terlalu bagus. Suhu tubuhnya juga sangat tinggi, 46 derajat Celcius. Kurasa bukan demam tapi alamiah. Ngomong-ngomong, walau harus diteliti lebih lanjut tapi kepadatan tulang dan kekuatan ototnya mirip gajah.”
“Jika ada yang bertanya, katakan semuanya normal,” kata Profesor Kang. “Jika kita tidak membawanya, dia akan mati di sini.”
Kasihan Chul Soo. Sepanjang hari ia dikurung, bahkan ia tidak bisa menemui Dong Mi dan Dong Seok. Sun Ja juga tidak bisa bermain karena harus menjaga rumah.
Sementara itu hasil pemeriksaan kesehatan Su Ni cukup baik. Ia hanya shock sementara dan kesehatannya sudah mengalami kemajuan. Tapi Su Ni lebih mengkhawatirkan kondisi di rumah.
Profesor Kang berkata pada perwira kalau Chul Soo menunjukkan perilaku normal dan lembut. Perwira oun akhirnya berpendapat sama, mungkin Chul Soo hanya anak nakal yang kehilangan orang tuanya. Sun Ja berkata Chul Soo bahkan lebih bersih daripadanya, Chul Soo bahkan menggosok gigi tiga kali sehari.
Satu-satunya yang tidak suka adalah Ji Tae. Ia tidak terima semua orang menganggap Chul Soo seorang yang baik. Ia bersikeras Chul Soo adalah monster. Bahkan bisa disebut setan. Hmmm…sebenarnya siapa yang monster?
Profesor Kang menertawai Ji Tae. Chul Soo adalah setan? Perwira berkata ia tidak bisa terus menerus menunggu di sini tanpa ada akhirnya. Memangnya dia tidak ada kerjaan lain?
Chul Soo terbaring lemah karena tidak makan. Tiba-tiba terdengar suara di pintu. Chul Soo langsung duduk dan menatap pintu dengan penuh harap.
Pintu terbuka. Su Ni. Bukan main senangnya Chul Soo tapi ia berusaha tetap m enurut dengan tetap duduk di tempat tidur.
“Sudah cukup, kemarilah,” kata Su Ni dengan sedih.
Chul Soo menghampirinya. Su Ni memeluknya sambil menangis diam-diam. Semua yang melihatnya merasa terharu.
Profesor Kang berkesimpulan Chul Soo tidak memiliki struktur sosial karena dibesarkan di antara hewan. Tapi Chul Soo memiliki kemampuan dan kemauan untuk belajar. Walau harus diteliti lebih lanjut tapi menurutnya tidak ada gunanya membunuh Chul Soo. Chul Soo tidak pernah menunjukkan perilaku kekerasan. Semuanya sependapat bahkan mulai memuji-muji Chul Soo.
Ji Tae tak tahan lagi. Ia berkata Chul Soo pernah memakan seekor kambing.
Lalu ia mendatangkan saksi seorang gadis. Gadis yang berada di mobilnya saat ia menabrak kandang kambing ahjussi Jeong. Tentu saja ia telah menyuruh gadis itu berbohong. Gadis itu mengaku sedang mengendarai mobil bersama Ji Tae saat ia melihat Chul Soo memakan kambing ashjusshi Jeong.
Su Ni terkejut sangat mendengar penuturan gadis itu. Tapi Profesor Kang nampak tidak percaya. Ia bertanya bagaimana cara Chul Soo memakan kambing itu. Gadis itu nampak bingung.
“Dia menggerogoti kambing itu seperti serigala,” ujar Ji Tae.
“Mengapa kau baru mengatakannya sekarang?” tanya perwira. Lalu ia bertanya juga pada Ji Tae, mengapa Ji Tae baru mengatakan hal ini sekarang.
Su Ni berkata sudah jelas terlihat di wajah Ji Tae kalau Ji Tae berbohong. Ji Tae balik berkata Su Ni yang telah berbohong.
“Ahjusshi, kau juga tahu, kan? Chul Soo tidak akan melakukan hal itu,” kata Su Ni pada ahjusshi Jeong. Ahjusshi Jeong nampak bingung.
“Apa kau melihatnya menggerogoti kambing?” tanya perwira.
“Aku tidak melihatnya, tapi aku melihat Chul Soo di peternakan malam itu.”
“Apakah kambingnya masih ada di sana?” tanya Profesor Kang.
“Tidak ada, tapi itu tidak tampak seperti perbuatan binatang buas,” kata ahjusshi Jeong.
“Kau salah! Aku melihat semuanya!” seru Ji Tae marah.
“Berhentilah berbohong!!” seru Su Ni.
“Kau jalang terkutuk!” maki Ji Tae.
Kali ini ibu Su Ni tidak tinggal diam melihat puterinya dimaki seperti itu. Ia memarahi Ji Tae.
“Kalian semua gila. Jadi kita bertengkar karena monster itu?” Ji Tae nampak sangat kesal.
Profesor Kang mengusulkan agar mereka pergi ke peternakan ahjusshi Jeong besok. Pembicaraan dihentikan.
Malam itu Ji Tae kedatangan seorang tamu. Ahjusshi Jeong.
“Ada sesuatu yang ingin kuberitahukan padamu.”
“Apaaaaa?!” ujar Ji Tae tak sabar.
“Kalau Chul Soo pelakunya, ia akan melompati pagar. Tidak perlu merobohkannya. Tapi seperti yang kaulihat, pagar benar-benar hancur. Kambing yang mati itu tulang rusuknya patah tapi tidak ada luka. Aku telah menutupi bekas roda dengan jerami. Jika aku menunjukkannya pada mereka, apa yang akan kaulakukan?”
“Apa yang kauinginkan?”
“Jika kau mengaku kau telah berbohong, aku tidak akan mengatakan apapun. Jangan menganiaya orang yang tidak bersalah dan kembalilah ke Seoul. Itu saja yang ingin kukatakan,” kata ahjusshi Jeong.
Ahjusshi lalu berjalan pulang. Tapi di tengah jalan seseorang memukulnya.
Sementara itu wartawan mulai mengendus berita mengenai Chul Soo. Su Ni melihat Chul Soo dari layar monitor. Chul Soo nampak sedang memandang keluar jendela. Su Ni keluar menghampiri Chul Soo.
Chul Soo mendekatkan wajahnya ke jeruji besi dan mengulurkan tangannya hendak meraih Su Ni. Tapi Su Ni menghindar. Ia bertanya apakah Chul Soo benar-benar melakukannya (memakan kambing ahjusshi Jeong)? Chul Soo tak menjawab. Apa Su Ni juga meragukan Chul Soo?
Ji Tae meletakkan tubuh ahjusshi Jeong di tanah dekat kandang kambing. Sepertinya ia akan berbuat sesuatu.
Tiba-tiba listrik di rumah Su Ni padam. Termasuk layar monitor yang memantau kegiatan Chul Soo. Seorang penjaga memeriksa keluar. Diam-diam Ji Tae memukulnya hingga pingsan. Penjaga lain memeriksa panel listrik dan menemukan panel itu telah dirusak.
Ia lalu membuka pintu gudang dan melihat Chul Soo sedang meringkuk di tempat tidur. Ia berpura-pura baik pada Chul Soo dan berbicara dengan lemah lembut. Tapi saat Chul Soo mendekatinya, ia menjauh ketakutan.
“Gitar! Apa kau tahu di mana gitarnya?” kata Ji Tae (ia sempat melihat gambar gitar yang dibuat Chul Soo di meja gudang).
Chul Soo diam. Ji Tae berkata akhir-akhir ini Su Ni merasa sangat sedih karena gitarnya hilang dan tak bisa menyanyi lagi. Ia berbohong Su Ni bisa mati tanpa gitarnya.
“Aku menemukan gitar itu. Ahjusshi Jeong yang telah mencurinya. Paman yang memelihara kambing. Ini rahasia. Su Ni tidak menyukaimu. Ia membencimu.”
Chul Soo tertegun. Ji Tae membelai kepala Chul Soo. “Chul Soo, temukan gitarnya. Mungkin Su Ni akan mencintaimu jika kau menemukannya. Cepat temukan gitarnya.”
Lampu menyala kembali. Semua yang di rumah terkejut saat melihat layar monitor. Chul Soo hilang.
“Tolong, dia sedang mengamuk sekarang!” Ji Tae muncul seakan-akan baru diserang.
O-ow....
[Bersambung........
KAMU SEDANG MEMBACA
WEREWOLF A BOY
Fantasyini adalah salah satu movie korea yang saya suka. Berceritakan seseorang cowok sigala yang......