Chapter 2

3.3K 368 19
                                    

Semburat lembayung sudah memayungi kaki langit ketika Yoongi menyelesaikan konsep awal. Memang belum menjadi konsep yang maksimal. Ia tetap harus membicarakan konsep ini dengan Jimin untuk mendapatkan konsep pernikahan yang ideal. Bagaimanapun sebuah pernikahan adalah hari besar yang membutuhkan komitmen resiprokal.

"Selamat sore, calon Nyonya Park."

Suara Husky familiar itu membuat Yoongi seolah membeku. Bola mata coklatnya mencari di mana pemilik suara itu. Di sana, tepat di depan pintu. Masih mengenakan kemeja katun berwarna abu-abu, pertanda ia benar-benar baru pulang dari tuntutan pekerjaan yang terkadang membelenggu.

"Anda terlambat, Tuan Park."

"Oh ... baiklah. Aku minta maaf. Hari ini banyak mayat yang bergelimpangan," jelas Jimin.

Bila orang lain yang mendengarnya, mungkin mereka akan mengira kalau Jimin adalah seorang psikopat. Namun sebagai kekasihnya, Yoongi cukup paham bahwa Jimin memang terbiasa mengutarakan sesuatu secara singkat. Lagi pula ia mengerti bahwa yang dimaksud Jimin adalah hari ini ia dibuat sibuk dengan otopsi mayat.

"Korban pembunuhan lagi?" tanya Yoongi sembari mengambil kantung teh celup dari dalam kotak, menyiapkan minuman untuk pria berambut merah yang tiga bulan lagi akan menjadi suaminya.

"Bukan, kali ini korban kecelakaan lalu lintas," jawab Jimin, "jadi ini konsep pernikahan kita?" Mata hitamnya mengamati detail kertas yang tergeletak di atas meja.

"Itu untuk resepsinya. Aku yakin kau takkan suka dengan konsep pernikahan tradisional yang rumit, makanya aku memilih konsep yang modern dan cenderung minimalis. Untuk warna, kupikir warna pale green, teal atau turquoise akan menjadi warna yang segar. Menurutmu bagaimana?"

"Hmm...," Jimin menyesap teh yang baru disajikan Yoongi sembari berpikir, "menurutmu, apakah aneh jika kita menambahkan aksen coklat?"

"coklat?" ulang Yoongi tak percaya. Sejak kapan Jimin suka warna coklat?

"Kenapa? Apa kombinasinya aneh? Bukan coklat juga tidak apa-apa. Ganti saja dengan medium orchid atau lavender."

Lagi-lagi Yoongi terpana. Yang ia tahu, selama ini warna pilihan Jimin takkan pernah jauh dari warna-warna konservatif seperti hitam, putih, atau merah. Jadi, kenapa bisa warna semanis coklat bisa terlontar dari mulutnya?

", ya ... jika yang kauminta hanya aksen, kita bisa memakai bunga-bunga berwarna coklat. Bisa cosmos, mungkin alstroemeria, atau bahkan chrysanthemum. Ah, nanti aku akan minta rekomendasi Baekhyun," kata Yoongi, "dan karena kau minta coklat, kurasa aku akan menggunakan jingga saja agar warnanya lebih serasi."

"Kau tidak ingin tahu alasannya?" tanya Jimin.

"eh? Memangnya ada alasan khusus?" Bola mata Yoongi mengerjap, penuh kuriositas.

"Matamu," kata Jimin, "warna coklat dan turunannya mengingatkanku pada warna matamu. Dan karena mata adalah jendela hati, menatap matamu berarti membuatku bisa mengintip apa isi relung hatimu."

Untuk sejenak tulang pipi Yoongi bersemu tetapi sejurus kemudian reaksinya berubah. Tertawa kecil seolah tak tahan oleh visualisasi jenaka yang diberikan pemuda berambut merah.

"Kau tahu, kurasa aku harus setuju atas penilaian Taehyung terhadap dirimu," ucap Yoongi masih tertawa kecil.

"Soal apa?" tanya Jimin sembari mengerutkan kening.

"Makin lama ucapanmu makin terdengar seperti penyanyi dangdut."

Alih-alih mendecih tak suka, Jimin justru melingkarkan tangannya di sekeliling pinggang Yoongi dengan protektif. Menyusul kemudian kecupan di pelipis kiri Yoongi yang mengirim impuls seduktif. Orang lain mungkin akan menilai Jimin sebagai pribadi stoik dan elusif. Tetapi di depan Yoongi, ia bisa menjadi lebih permisif.

"Kurasa aku sudah menemukan permata yang cocok untuk cincin pernikahan kita. Kujamin kau pasti suka," bisik Jimin.

"Biar kutebak, pasti tidak akan jauh dari emerald atau amethys," tebak Yoongi.

Jimin hanya menyeringai tipis sembari mengeratkan pelukannya. Yoongi tahu bahwa 'bukan' adalah jawaban yang disampaikan Jimin meski tanpa persona.

-

TBC

Votement please 😊

WeddingTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang