***
Berpura-pura ceria itu sakit, teman :)
***Aku berjalan goyah menuju halte depan sekolah. Tidak tahu apa yang ku rasakan kali ini. Hanya kosong. Entah sadar atau bagaimana, aku sudah duduk manis di dalam angkot jurusan stasiun. Selama perjalanan kurang lebih 15 menit itu aku hanya diam menatap jalan hingga ternyata aku sudah sampai di stasiun. Aku turun dan memasuki kawasan ramai itu.
Keadaannya penuh sesak walaupun jarum jam baru menunjukan pukul 02.18.pm. Terik matahari dan juga gas karbondioksida yang meningkat membuat peluh dengan sukses membasahi seragamku. Langsung saja aku mengeluarkan kartu multi trip ku dari dalam tas dan menempelkannya di pintu penghalang yang memisahkan gedung utama stasiun dengan peron. Setelah tanda ceklisnya berubah menjadi hijau, aku melangkahkan kaki kecil ini menuju peron dua. Menunggu kereta jurusan mana saja yang akan lewat.
Selang beberapa menit, sebuah kereta jurusan Jakarta Kota datang. Aku naik bersama puluhan orang lainnya. Untungnya kereta dalam keadaan cukup sepi. Segera saja aku berjalan menuju gerbong khusus wanita dan duduk di bagian paling pojok. Sebelum duduk aku mengeluarkan sweater, earphone, dan ponselku. Ku kenakan sweater berwarna putih milikku dan melepas karet kuncir yang dari tadi menyatukan helai rambutku. Ku sambungkan kabel earphone dengan ponselku dan menyumbatkannya ke telinga. Saat itu juga sebuah lagu mengalun lembut di telingaku.
Setelah kupahami aku bukan yang terbaik
Yang ada di hatimu
Tak dapat kusangsikan
Ternyata dirinyalah yang mengerti kamu
Bukanlah diriku ..Kini maafkanlah aku
Bila aku menjadi bisu kepada dirimu
Bukan santunku terbungkam
Hanya hatiku berbatas 'tuk mengerti kamu
Maafkanlah aku..Aku menghela napas berat dan menyenderkan kepala ke body kereta. Tanpa dikomando, air mata sialan itu turun lagi.
Cih! Begini rasa patah hati.
Tak pernah sekali pun ada di pikiran ku bahwa Kak Ardan besama dengan Kak Atha. Dan yang lebih parahnya lagi, aku tak bisa membenci Kak Atha, dia terlalu baik.
Setetes air mata bergulir di pipiku. Namun lama-lama, tetes itu menjadi semakin deras. Aku terisak ditempatku.
Aku tau, berjuang untuknya memang tidak akan mudah. Namun yang tak ku sangka adalah jika rasanya akan semenyesakan ini. Dari awal aku sudah paham jika aku dan dia bagaikan bumi dan langit, tapi yang ku lupakan adalah sedekat apapun bumi dengan langit, bumi tetap bukan apa-apa tanpa langit, sedangkan langit tetaplah langit tanpa bumi sekalipun.
Dua tahun aku menunggu. Menunggu dia melihatku, berbalik ke arah ku, tapi apa? Aku tak dapat apa-apa. Sungguh menyakitkan rasanya menunggu begitu lama, dan kau tau apa yang lebih menyakitkan dari menunggu? Yaitu menunggu sesuatu yang kau tau tak akan pernah datang.
Dan selama itu aku berjuang sendirian. Namun lagi-lagi aku dihadapkan dengan kenyataan bahwa adal hal yang lebih menyedihkan dari berjuang sendirian, yaitu berjuang untuk sesuatu yang kau tau tak akan mungkin untuk diperjuangkan.
Ardan dan Atha. Nama yang saat ini begitu melekat di hati dan pikiranku. Harus aku akui, mereka-Ardan dan Atha-memang cocok.
Ternyata semenyakitkan ini rasanya kehilangan seseorang yang tak pernah dimiliki.
Walau ku masih mencintaimu
Ku harus meninggalkanmu
Ku harus melupakanmu
Meski hatiku menyayangimu
Nurani membutuhkanmu
Ku harus merelakanmuSAMSONS - Bukan Diriku
Reff dari lagu yang sedari tadi ku dengar terus mengalun di telingaku. Anehnya, lagu itu malah berputar bising di hatiku, bukan di telingaku.