Aku tidak suka ke wahana rumah hantu, di mana orang-orang berteriak kaget, namun lalu tertawa terbahak-bahak karena mereka menganggap semua hantu itu palsu dan sudah diatur. Mereka hanya belum merasakan, bagaimana rasanya jika bertemu hantu sungguhan...
Sore yang indah itu kuhabiskan untuk bersenang-senang di taman hiburan bersama teman-teman ku. Sudah banyak wahana yang kita naiki, yang membuat kepala pening dan ingin muntah.
Semua wahana sudah, kecuali satu...
Dunia Lain
Rumah hantu itu memang terkenal karena seram.
"Hey, ayo kita coba yang satu ini!" Seru Jack.
"Kalian saja yang masuk. Aku akan menunggu di luar." Kataku.
"Penakut sekali! Kau harus ikut!" Paksa David.
"Oh ayolah, kita kan berempat! Tak ada yang perlu ditakutkan." Tambah Jeff.
"Tidak!" Kataku yakin.
"Aku tidak mau tau, pokoknya kau harus masuk! Jangan rusak suasana damai ini deh." Kata Jack mulai kesal.
"Huh... Baiklah." Akhirnya aku menyerah dan ikut masuk.
Sebuah pintu kayu terbuka sendiri, seakan menyuruh kami masuk. Aku membayangkan kalau setelah kami masuk, pintu itu terkunci selamanya. Aku bakal mati di sana.
Kejutan pertama, wanita berwajah rusak menyembul dari balik dinding dan memekik menyeramkan. Karena kaget, aku berteriak.
"Aaaaa!!!!!" Teriakku.
"Ya ampun... Begitu saja sudah kaget hahaha." Jeff menertawaiku.
"Aku takut kau akan mati kena serangan jantung." Timpal David.
"Gak lucu." Kataku kesal. "Ayo lanjut lagi." Ajakku.
"Wah, kau mau sok berani ya..." Kata Jack.
"Berisik!"
Kami terus berjalan melewati serambi yang penuh dengan fake blood. Lalu tiba kejutan kedua. Seorang suster rumah sakit berpakaian compang-camping menggenggam pergelangan kakiku. Otomatis aku berteriak histeris.
"AAAAA!!! WHAT THE HELL LEPASKAN KAKIKU SETAN!" Aku berteriak panik lalu berusaha menendang setan jadi-jadian itu.
Teman ku malah tertawa terbahak-bahak.
"Astaga Fritz! Kau sangat... Ahahahaha..." Semuanya mentertawaiku.
"Ini tidak lucu!"
"Ekspresimu Fritz hahaha... Harusnya aku membawa kamera tadi." Kata Jeff.
"Ugh... Aku cuma berguna jadi bahan lelucon kalian di sini ya?"
Mereka mengabaikanku dan tetap masih tertawa.
Akhirnya aku berlari meninggalkan mereka.
"Aku akan keluar duluan dan membuktikan aku bisa menghadapi para setan jadi-jadian itu sendirian!"
50 meter di depanku, ada sebuah pintu. Mungkin pintu keluar. Tapi kok tidak ada orang yang keluar ya? Ah mungkin karena aku berlari duluan sehingga rombonganku belum sampai.
Aku membuka pintu itu. Ternyata itu bukan pintu keluar. Itu sebuah pintu masuk ke ruangan gelap berbau apek.
Baru aku berjalan sendiri ke dalam, pintu di belakang ku terbanting keras.BLAM!
Aku memekik kaget. Aku berlari kembali ke pintu dan berusaha membukanya. Oh tidak... Pintu itu terkunci!
"TOLONGGG!!! AKU TERJEBAK DI DALAM SINI! SESEORANG! SIAPAPUN YANG MENDENGARKU TOLONG AKU!!!" aku berteriak.
Nihil. Aku mulai putus asa. Ketakutan melanda. Sekujur tubuhku merinding.
Perlahan-lahan, bau apek bercampur dengan bau anyir yang menusuk hidungku. Aku semakin ketakutan.
"Ruangan apa ini? Bau apa ini? Bagaimana nasibku?" Racauku.
"Hhh..." Aku bergidik ngeri. Hembusan nafas yang dingin terasa di tengkukku. Aku mematung. Aku terlalu takut untuk menoleh ke belakang dan melihat sosok apa itu.
"Si..si...siapapun k..kau... kumohon...he..hentikan lelucon ini. Kau pi..pihak rumah hantu ini kan? Kau manusia kan? Kumohon, a..aku s..sud...sudah keta..ketakutan. Aku menyerah!" Kataku pasrah.
Hembusan nafas itu makin membuatku ngeri. Aku tahu, bagaimanapun ini pasti hanya setan jadi-jadian. Jadi akhirnya, aku memberanikan membalik badan, dan mulutku ternganga melihat pemandangan di hadapanku.
Sesosok hantu entah asli atau jadi-jadian, menatapku dengan satu mata karena mata lainnya tercungkil dan mengeluarkan darah.
Aku ketakutan sesaat. Lalu, aku memberanikan diri memegangnya dan meminta ampun. Bagaimanapun, dia manusia kan? Bukan hantu asli kan?
Ternyata dugaanku salah total! Tanganku menembus saat mencoba memagangnya. Wajahnya menatapku marah.
Aku tak dapat berkata-kata. Hantu sungguhan itu menyergapku dan melukaiku dengan cakarnya yang panjang dan tajam bagaikan pisau.
"ARGHHH!!!"
Lalu semuanya menjadi gelap dan aku tak sadar kan diri.
***
Aku membuka mataku.
"Kau sudah sadar nak?" Tanya seorang pria.
"Ya. Di mana aku?"
"Di klinik taman hiburan. Tadi kau ditemukan pingsan di sebuah ruangan tertutup di rumah hantu."
Semua kejadian itu terlintas kembali di kepalaku.
"B..bagaimana kalian bisa menemukanku di ruangan itu? Tadi pintunya terkunci."
"Oh. Sebenarnya itu ruangan untuk membuat pajangan hantu jadi-jadian." Jelasnya. Bapak itu menoleh ke kanan dan ke kiri.
"Hei nak. Sebenarnya..." Bapak itu berbisik.
"Apa?"
"Rumah hantu itu bukan sekedar wahana. Itu rumah berhantu sungguhan. Aku tau penyebabmu shock di ruangan tadi. Kau pasti ketakutan ketika tahu kalau mereka tembus. Tapi mereka itu pendahulumu lho."
"Maksud bapak pendahulu?"
"Korban yang mendahuluimu. Mereka yang masuk ruangan itu akan dibunuh dan mayatnya akan dijadikan hantu untuk menakut-nakuti pada pengunjung. Jadi sebenarnya, di dalam rumah hantu itu tidak ada robot dan manusia kecuali para pengunjung. Semuanya mayat dan arwah pada korban."
Aku bergetar hebat, sangat ketakutan. Berarti...
"Ini bukan klinik taman hiburan, ini masih ruangan tadi lho." Perlahan wajah pria itu hancur. Dia tersenyum jahat. Dia mengacungkan tangannya dan menunjukkan cakar tajamnya.
"Selamat bergabung dengan kami."
Hantu itu menghujamkan cakarnya ke dadaku. Dan berakhirlah hidupku sebagai manusia dan hidup kembali sebagai penunggu rumah hantu itu.
***