Gagal bikin twoshoot, tapi di part ketiga sudah selesai! Ini belum ending ^-^
Madeon menatapi lukisannya dalam diam. Pikirannya berkelana ke masa-masa indah di Tibet bersama Savio, yang entah laki-laki itu kemana sekarang. Hatinya sungguh takut. Biarpun sudah terbiasa berjauhan, tapi Savio tidak pernah menghilang secara misterius begini.
Madeon berdiri, memutuskan untuk pergi kerumah Savio lagi. Dia keluar melalui pintu samping rumah dan mengayuh sepedanya ditengah angin malam. Dengan berkendara melalui jalan tikus, cukup jauh untuk mencapai rumah kekasihnya. Tapi Madeon tidak peduli.
Dia sampai didepan gerbang rumah Savio dan keadaan masih sama. Rumah itu gelap, terkunci, dan sepi. Madeon berniat menanyakan para tetangga tapi ini sudah malam, tentunya akan sangat mengganggu.
Dengan penuh sesal, Madeon mengayuh sepedanya kembali kerumah. Dia membanting setiap pintu yang dilewatinya, membuat para pelayan kaget dan bingung.
Sampai di ruang membaca pribadinya tempat Madeon meletakkan lukisan itu, Ibu Madeon berdiri disana.
"Sedang apa?" Tanya Madeon risih.
Ibunya menengok, "Lukisanmu semakin fantastis."
"Tibet yang fantastis, bukan aku."
"Ini pemandumu yang memotret?"
Madeon tergugu, "Ya..... Bisakah Ibu keluar?"
"Oh, yah. Tentu saja." Sang Ibu melenggang pergi, menyisakan Madeon dengan rasa resahnya.
Lukisan itu memang bagus. Savio pasti senang. Tapi bahkan dia tidak kelihatan sampai sekarang. Madeon mengacak salah satu laci, mengambil sebatang rokok dan pemantik, kemudian menyalakannya. Sambil menghisap rokok, Madeon memeriksa ponsel. Semua pesan kepada Savio tidak dibalas.
Madeon semakin khawatir.
**Keesokan harinya...
"Ow! Ada apa dengan wajah itu, bung?" Giovander —teman terdekat Madeon yang tengah duduk diatas meja— langsung berseru ketika Madeon memasuki kelas dengan wajah ditekuk. Alhasil teman-teman sekelas pun ikut memerhatikan Madeon.
"Aku mencari seseorang." Jawab Madeon malas.
"Savio?"
Madeon langsung menoleh ke asal suara. Ternyata Junego.
"Kau disini?" Kata Madeon, hampir saja jantungnya copot."Hm, bosan di kelasku. Sejak kemarin kau aneh, bung." Sahut Junego.
"Savio? Si cowok cantik itu? Ada apa dengan dia?" Cecar Giovander.
"Tidak....." Madeon membeku, tanpa sadar matanya berhenti pada mata Solara —mantan pacarnya— yang menatap padanya juga. "......Aku tidak mencarinya."
Solara beranjak dari kursinya di barisan ujung dan keluar kelas. Madeon mengikuti gerakan gadis itu.
"Oh, kau mencari Solara?" Goda Junego, "Ternyata begitu, ya? Teman-teman, setuju kalau Madeon dan Solara rujuk?"
Satu kelas pun langsung heboh menyoraki. Sedangkan Madeon merasa amarahnya mau meledak. Dia duduk dengan wajah keras.
Sepulang sekolah, Madeon kembali menyampiri rumah Savio dengan sepedanya. Kali ini perasaannya sudah campur aduk, membuat nafasnya menjadi tidak teratur.
Tapi rumah itu masih sama: sepi dan terbengkalai seperti tidak ada kehidupan. Madeon pun memarkir sepedanya didepan gerbang, kemudian nekat ke minimarket tempat ibu Savio bekerja. Sampai disana, dia mendekati salah satu karyawan muda yang menatapnya dengan terpesona.
ŞİMDİ OKUDUĞUN
Dream and Destiny [THREESHOOT - COMPLETED]
RomanceWARNING! Mengangkat tema Cinta Sesama Jenis! Kalau tidak sereg, CLOSE COY! :")