RARA SUHITA sengaja tidak mendekat, sampai mereka menyelesaikan seluruh rangkaian tata geraknya terlebih dahulu.
"Alas mereka sama", berkata Rara Suhita dalam hati.
"Yang membedakan adalah beberapa jalur perguruan yang menyatu dalam tata gerak itu. Jalur Kedungjati sedikit banyak ikut memberi warna dalam tata gerak Sukra. Ternyata Kakangmbok Sekar Mirah sering memberi petunjuk kepadanya."Seleret senyum di bibir Rara Suhita disaat dua orang yang tengah berlatih itu telah selesai dan berdiri termangu mangu memandanginya.
Sukra mendahului berkata, begitu Rara Suhita telah mendekat. "Apa sudah lama Kakangmbok Suhita berdiri di situ?"
"Tidak terlalu lama, Sukra. Memang sengaja aku tetap berdiri disana menunggu sampai kalian menyelesaikan latihan bersama itu."
"Aku memang terlambat, Kakangmbok. Andai dahulu tidak terlalu bergantung kepada pliridan, tentu aku hanya selapis tipis saja di bawah Wira Permana."
"Ah, kau terlalu suka merendahkan dirimu sendiri", desis Wira Permana.
"Yang membuat penilaian bukan dirimu, Sukra", berkata Rara Suhita kemudian. "Itulah pentingnya akan kehadiran seorang guru. Dia yang akan menahan jika kita terlalu cepat dan begitu sebaliknya seorang guru seakan seperti cambuk yang akan terus berbunyi sampai kita mau berjalan kembali.
Dan apa yang aku lihat tadi adalah alas tata gerak yang sama namun menjadi berlainan karena telah luluh dengan beragam jalur yang berlainan itu."Wira Permana nampak mengangguk-anggukkan kepalanya.
Lalu berkata perlahan, "Terima kasih Mbokayu."Sukra sendiri yang masih berdiri termangu-mangu di tempatnya hanya mampu menganggukkan kepalanya dengan kedua tangannya mengatup di atas dada.
Rara Suhita menjadi berdebar-debar dibuatnya.
"Apakah mereka tersinggung", batin Rara Suhita."Ah, semoga tidak. Mereka berdua pasti memahami maksudku. Justru karena aku telah mereka anggap seperti kakak kandungnya sendiri."
Sebenarnyalah setelah beberapa pekan di rumah Agung Sedayu, hubungan mereka bertiga semakin erat, sama seperti yang dirasakan oleh Rara Suhita dengan penghuni rumah lainnya.
Mungkin hanya berbeda tipis keakrabannya, itu juga karena pembawaan dari Wira Permana sendiri yang agak pendiam.
Dalam pada itu, Sukra pun berkata sesaat kemudian.
"Apakah Kakangmbok Suhita akan ke tepi kolam seperti biasanya dahulu, sebelum masuk ke sanggar?"Walau perasaan itu terkadang masing datang, namun semakin dengan berlalunya waktu, Sukra telah mampu meletakkan dan membuat semua menjadi wajar dalam pergaulan kesehariannya.
"Bukankah aku hanya meniru apa yang kau serta Wira Permana kerjakan disaat malam seperti ini." Rara Suhita tersenyum sambil bergantian memandangi wajah dua pemuda yang sedang berdiri dihadapannya itu.
"Ah, itu jawaban yang selalu kau ulang-ulang", Kakangmbok!"
"Bukankah memang benar seperti itu", menyahut Wira Permana perlahan.
"He, sejak kapan kau juga memperhatikan kesibukan Kakangmbok Rara Suhita?."
Sukra sendiri begitu selesai berkata, telah melompat agak menjauh sambil tertawa berkepanjangan.
Sebenarnyalah walau malam itu cukup gelap, seolah olah tetap tidak mampu menutupi rona merah di wajah Wira Permana. Begitu tiba-tiba Sukra dalam mengatakannya, sehingga Rara Suhita sendiri juga hanya mampu terdiam dalam beberapa saat.
Sukra sendiri yang sebelumnya menunggu Wira Permana segera membalas gurauannya, akhirnya juga ikut terdiam.
Ketiga orang itu pun akhirnya sibuk bergelut dengan alam pikirannya masing-masing.
KAMU SEDANG MEMBACA
LANJUTAN API DI BUKIT MENOREH
Fanfictionkarya : Nyi Flam Zahra (terbatas untuk penggemar AdBM, tidak untuk di komersialisasikan)