hari pembuktian

8 0 0
                                    

Seperti ketergesaan mengartikan malam tadi, secepat pagi kembali. Pada selembar daun-daun basah. Setetes embun mula-mula terasing. Pagi dan sejuta beban di kepala, masih tentang tanya, bagaimana aku mampu melepaskan diri, melepaskan diri dari perasaan yang entah apa namanya dan rasa penasaran akan orang-orang asing yang selalu datang ke kota ini. Ya hari ini tepat hari kamis minggu kedua di bulan ini.
Riani : "aku mau menagih janji"
Dipa : "yaampun sepagi ini?"
Riani : "kamu tak tau seberapa susahnya aku menunggu waktu ini"
Dipa : "bila kau bertanya siapa mereka sebenarnya, jangan pernah berharap itu yang sebenarnya"
Kata-kata yang sangat menimbulkan tanda tanya besar, karena aku terus membujuknya, Dipa membawaku ke sebuah bukit di pinggir kota. Kita pergi mengendap-endap supaya tidak ketauan oleh orang-orang asing itu. Setibanya disana aku melihat seperti sebuah markas besar yang sedang dibangun, sebuah lahan mereka hancurkan. Pemandangan apa ini? Aku bertanya kepada Dipa apa yang mereka lakukan.
Dipa : "mereka adalah orang-orang dari permafrost tempat dimana tanahnya berada di bawah titik beku. Mereka tak pernah menemukan kehangatan, tumbuh-tumbuhan pun tidak tumbuh disana. Kemudian mereka menjajah tempat ini, awalnya mereka berlaku brutal dengan menghancurkan apa yang mereka lihat untuk menguasai tempat ini. Mereka sangat menyukai tempat ini, tempat yang sempurna menurut mereka. Tak ada yang bisa melawan mereka, orang-orang disini seperti pasrah akan keberadaan mereka tak ada yang bisa berbuat apa-apa. Hingga suatu hari mereka membuat perjanjian dengan kami, mereka hanya akan datang sebulan sekali dan tidak akan mencelakai siapapun. Namun mereka meminta waktu untuk membangun sebuah markas jika telah selesai mereka akan menguasai tempat ini, tempat ini akan mereka hancurkan, dan mungkin arsyn hanya akan jadi sejarah. Di dalam sebuah rantai makanan pasti ada yang menempati puncak rantai. Tempat ini seperti bom waktu yang sewaktu-waktu akan meledak, tempat ini tak ayal adalah sebuah kemunafikan, kota yang indah namun suatu hari kau akan tau keburukan kota ini, kelemahan warga kota ini termasuk aku.
Jawaban itu sungguh membuat kecewa, kenapa Dipa tak memberitauku dari awal, kenapa dia menyembunyikannya. Kenapaa? Tanpa sepatah kata pun Aku berlari meninggalkan tempat itu dengan perasaan kacau dan gelisah haruskah pergi atau tetap tinggal menunggu kematian di Arsyn. Salah seorang permafrost itu melihatku, dia mengejarku, aku terus berlari akhirnya aku bisa bersembunyi dari permafrost itu. Dipa menemukanku dan membawaku ke tempat yang aman.
Dipa : "kau tidak apa-apa kan?"
Riani : "aku ingin pulang"
Di apartemen Dipa kembali menjelaskan.
Riani : "kenapa tak memberitauku dari awal?"
Dipa : "hmm butuh sekian banyak nyali yang aku kumpulkan selama sebulan ini, taukah tadi malam aku tak bisa tidur, hanya memikirkan bagaimana caranya menghadapi hari ini. Selama bertahun-tahun ini aku hidup dalam kegelisahan, ketakutan, hidupku hanya dihabiskan untuk menunggu kapan tempat ini akan hancur. Tak ada akal sehat untuk membuat keadaan membaik. Namun, setelah kamu datang ke tempat ini kamu seperti membawakan sebuah kehidupan baru untukku, saat pertama kali kita bertemu di atap aku merasakan keteduhan yang ada pada dirimu, yang mampu membuatku bangkit. Hari-hariku mulai berubah, aku tak lagi mengingat kapan tempat ini akan hancur. Yang ada dalam pikiranku adalah bagaimana caranya mempertahankan kamu untuk terus berada didekatku. Namun sekarang aku sadar aku tak boleh egois kamu berhak tau atas tempat ini. Karna apapun yang terjadi aku tidak akan pindah dari tempat ini. Lebih baik sekarang kau pulang ke tempat yang aman, ke tempat asalmu Inari. Aku akan mengantarkanmu. Maafkan aku maafkan atas keegoisanku, aku terlalu takut untuk kehilanganmu. Terimakasih telah membuat hidupku kembali.
Aku hanya terdiam mendengarkan setiap kata yang Dipa ucapkan, percakapan kami tak sehangat seperti biasanya, percakapan yang dingin dan kaku. Sampai akhirnya kita memutuskan untuk pergi ke kamar masing-masing.
Dalam petak kamar yang tidak cukup luas itu semuanya seperti dikuasai oleh pikiranku. Namun aku sadar bahwa Arsyn lebih baik dari Inari, disini aku mendapatkan kedamaian yang selama ini aku harapkan, Inari selalu memberikan kenangan akan sakitnya ditinggalkan oleh orang yang sangat aku sayangi. Ibu. Aku pun merasakan hal yang sama dengan Dipa, aku tidak mau kehilangannya, aku nyaman berada didekatnya. Apapun yang terjadi aku akan terus berada di samping dia. Jika pun aku harus mati di tempat ini itu tak apa, aku hanya berharap bisa bertemu dengan ibu di surga.
***

ArsynTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang