"Tidak bisa kujelaskan pada orang yang baru aku lihat beberapa menit yang lalu haha"
Percakapan kami begitu akrab, laki-laki itu bernama Dipa, nama yang lucu, pikirku. Kami bercakap-cakap sampai tenggelamnya matahari di senja ini. Kata-katanya selirih angin sore mampu menenggelamkanku dalam kenyamanan. Ketika matahari mulai redup, sang awan pun dengan seksama jadi penguasa langit, terimakasih untuk senja sore ini.
Dipa : "bisakah lain kali kita menikmati senja bersama lagi?"
Riani : "tentu saja aku akan senang"
***
Beberapa bulan telah kulewati, kemesraan ku dengan Dipa mun semakin erat sampai sang senja pun cemburu melihat kemesraan kita. Kemesraan yang ditunjukan sebagai teman ini sungguh tak biasa, namun jika dirasakan sebagai kekasih pun itu tak mungkin, karena diantara kami tidak ada rasa apapu melebihi teman, hanya sebagai tempat sandaran untuk saling melempar cerita, untuk meluapkan kekesalan, dan tempat untuk melepaskan lelah dari masalah-masalah yang pernah singgah. Dipa seperti memberikanku sebuah energy baru untuk bangkit kembali dari keterpurukan, dengannya aku banyak belajar bagaimana cara menikmati hidup ini, dia membawaku ke dalam dunia baru yang sungguh sangat menakjubkan, dia selalu hadir dalam setiap canda dan tawaku, bahkan di setiap luka.
Arsyn..kota ini memberikanku sebuah kedamaian dan ketentraman jiwa yang tidak pernah kutemukan sebelumnya, meski hanya tinggal di sebuah tempat sederhana tapi aku merasa hidup dalam duniaku sendiri. Setiap pagi saat hangatnya mentari menembus tubuh Dipa selalu mengajakku untuk menikmati indahnya Arsyn, setiap senja saat mentari mulai tenggelam kita selalu menikmatinya bersama. Dengannya aku lebih mengenal Arsyn, dari setiap detail sudut kota ini aku sudah sangat hafal.
Riani : "terimakasih kau selalu menunjukan setiap detail keindahan arsyn"
Dipa : "Arsyn lebih indah karena ada kamu"
Namun ada sebuah tanda Tanya besar yang selalu kucoba temukan jawabannya, dalam kurun waktu beberapa bulan ini, ada kejanggalan yang selalu aku temukan. Setiap hari Kamis minggu ke dua setiap bulan aku selalu melihat orang-orang berbadan kekar dengan penampilan seperti orang eskimo datang ke kota ini. Mereka terlihat dingin, kaku dan pucat, mata yang biru kulit yang putih seperti salju seperti tidak ada darah yang mengalir dalam tubuh mereka. Pemandangan yang aneh, karna setauku Arsyn adalah tempat yang hangat, musim dingin disini tidak separah itu, meskipun ini musim semi tetapi orang-orang asing itu tetap berpenampilan seperti orang Eskimo.
Aku mencoba bertanya kepada Dipa siapa orang-orang itu, namun dia selalu enggan untuk menjawab, dia hanya memberikanku sebuah alasan yang membuatku merasa aman. Dan aku sangat percaya dengannya. Namun pada saat hari itu juga, orang-orang kota terasa sepi, seperti tidak ada kehidupan, hanya beberapa orang yang keluar rumah pada hari itu. Akupun begitu mungkin hanya sekitar 4 kali aku keluar di hari itu, dan selalu kutemukan orang-orang asing itu seperti menguasai kota ini.
***
KAMU SEDANG MEMBACA
Arsyn
RomanceTempat nyaman sebagai pelarian yang berujung seperti bom waktu akibat ulah orang-orang permafrost