Chapter 8 End

15.9K 433 15
                                    

***


"Ya Tuhan, Anna!" teriak Justin yang membuatku mendongak. Astaga, mengapa dia begitu berlebihan? Aku hanya ingin kiriman paket dari Max. Well, kotaknya memang besar sekali. Aku tidak tahu ini dari siapa tapi ini diperuntukan untukku. Dan astaga, mengapa Justin begitu berlebihan? Aku menaruh kembali kotak ini. Kurasa itu adalah tempat tidur untuk bayi. Astaga, aku senang sekali. Tapi dari siapa? Mungkin orang tua Justin.

Justin mendekatiku dan melihatku dengan tatapan khawatir dan langsung memegang kedua bahuku. Ini adalah kehamilanku yang kelima bulan dan ini adalah hari terakhirnya. Perutku sudah sangat besar.

"Justin ini hanyalah sebuah kotak, tidak masalah," ujarku memegang tangannya yang berada di pundakku. "Tidak apa-apa," lanjutku lagi. Ia mendesah pelan dan menurunkan tangannya pada perutku. Aku tertawa geli akibat elusannya. Tiba-tiba saja perutku ditendang oleh si kecil. Justin terkejut dan matanya langsung melebar. Aku tertawa, meringis.

"Tidak apa-apa," bisikku lagi. Justin menghembuskan nafas lega dan lalu tangannya mulai mendekati pada kotak yang dibungkus oleh kertas cokelat. Ia membukanya dengan semangat dan benar saja! Itu adalah tempat tidur untuk si kecil. Justin berjongkok dan mengamati kardus itu. Ia membaca bagian belakangnya dan kemudian ia mendongak. Senyumnya mengembang.

"Dari orang tuaku," ujarnya. "Apa kau ingin memasang ini sekarang?" tanyanya. Aku menganggukan kepalaku dengan penuh semangat. Lalu tangan Justin kembali menjamah perutku dan mengelusnya dengan lembut.

"Yeah, ayahmu mempunyai pekerjaan baru nak. Hargai ayahmu jika kau sudah keluar dari perut ibumu," ujar Justin dengan suara yang benar-benar serius, "jangan mengompol di atas sana nanti,"

"Justin!" aku menegurnya. Kemudian Justin tertawa konyol. Aku jadi ikut tertawa konyol bersamanya. Kemudian aku berjalan menaiki tangga. Ah, kakiku benar-benar sakit jika harus menaiki tangga. Perutku terlalu besar. Dan tubuhku begitu mungil. Berat badanku tidak terlalu naik drastis. Justru kata Dr. Connel, badanku tidak mengalami perubahan besar seperti ibu-ibu lainnya. Justin bahkan sering memanjakanku untuk membeli makanan yang si kecil inginkan. Tapi tubuhku tidak banyak mengalami perubahan.

"Pelan-pelan Anna," ujar Justin yang berjalan di belakangku. Aku hanya menggumam dan berjalan melewati tangga sambil memegang pinggangku agar perutku lebih menyembul. Itu bisa mengurangi rasa beratnya.

Ah, akhirnya. Aku mendesah pelan saat aku sudah berada di lantai atas. Huh, cukup melelahkan untuk melewati tangga tadi. Kami berjalan melewati lorong, melewati kamar kami dan masuk ke dalam kamarku yang dulu. Memang kamar ini cukup besar untuk bayi. Tapi tidak apa-apa. Jika kami memiliki dua anak, mereka akan tidur di sini. Mataku menatap ke seluruh penjuru ruangan ini. Kami belum memutuskan untuk mencatnya warna apa. Meski Dr. Connel bilang bahwa anak kami ternyata adalah anak laki-laki. Tapi Justin bilang padaku untuk tidak melakukan itu cepat-cepat. Entahlah, aku ingin tembok ini dicat bergambar anak-anak anjing dengan penuh warna.

Justin sudah membuka kardus besar itu dan mengeluarkan bagian-bagian dari tempat tidur yang masih terpisah-pisah. Kemudian ia mengambil buku panduan. Aku terduduk di atas tempat tidur yang masih berada di dalam ruangan ini. Menatap Justin yang mulai membagi-bagi bagian tempat tidur si kecil dengan rapi. Ia terlihat begitu tampan jika sudah berkonsentrasi seperti ini.

Ia seperti malaikat yang tercipta untukku. Sungguh beruntungnya aku akan mendapatkannya dan mendapatkan si kecil. Apalagi si kecil adalah seorang lelaki. Well, apa yang bisa kukatakan? Justin cukup kesal saat ia tahu anak kami adalah anak lelaki. Ia benar-benar cemburu dan kadang ia selalu marah padaku jika aku menolaknya untuk tidak berhubungan badan. Well, yeah, kita masih sering berhubungan badan, kata Dr. Connel tidak apa-apa. Tapi saat kehamilanku menginjak 5 bulan –sebentar lagi akan 6 bulan. Justin bilang padaku kalau aku lebih mencintai anak ini dibanding dirinya. Cukup konyol disaat ia cemburu pada anaknya sendiri. Itu tidak masuk akal. Tapi aku hanya menanggapinya dengan tawaan dan meyakinkan dirinya bahwa aku mencintainya sama seperti aku mencintai anak kami.

Dominan Submissive - (By Herren Jerk)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang