Dari Kopi Ke Upil

97 7 8
                                    

"Gimana Del hari ini di sekolah?" tanya seorang lelaki dari belakang Adel. Adel menengok ke belakang dan menemukan Bambang berjalan mendekatinya. Atau sekarang Adel memanggilnya Nunno saja?

"Aku jam terakhirnya tadi kesenian,loh." Adel melihat ke arah wajah Nunno agar tahu reaksi yang Nunno keluarkan. Rupanya Nunno hanya mangut-mangut santai. Seakan ia tak menyadari kesalahan dia sama sekali.

"Guru keseniannya rajin ke kamar mandi?" tanya Nunno santai yang hanya dijawab oleh anggukan malas Adel. Adel gemas dengan Nunno yang masih santai saja, "kok bisa ya kamu ngenalin diri sebagai Bambang ke aku waktu itu?" tembak Adel menahan gemas.

Adel berjalan tanpa memedulikan Nunno yang masih asyik cengengesan di sebelahnya. Kebetulan rumah dengan sekolah Adel hanya perlu naik 1 kali angkot saja. Sayangnya, untuk naik angkot ke arah rumahnya, Adel harus berjalan keluar komplek terlebih dahulu. Padahal Adel sedang malas berurusan dengan Nunno untuk sekarang ini.

Tangan Adel ditarik oleh seseorang, Adel menengok untuk mengetahui siapa pemilik tangan yang berani menahan tangannya. Rupanya Nunno pemilik dari tangan tersebut. Nunno meringis melihat wajah Adel yang siap mencakar Nunno saat itu juga, "Del, aku anter ke rumah ya? Permintaan maaf karena aku sudah memperkenalkan diri sebagai Bambang. Gimana?" tanya Nunno memelas. Sayangnya Adel tak peduli.

"Del, aku traktir makan siang juga. Gimana? Irit ongkos dan makan loh," teriak Nunno saat Adel sudah lumayan jauh. Adel menghentikan langkahnya. Ada pikiran irit uang jajan hari ini ditambah ia tak akan lelah berjalan keluar komplek. Tapi egonya menyuruh untuk tetap berjalan meninggalkan Nunno.

Di luar komplek, Adel tak langsung naik angkot jurusannya. Perasaannya menyuruh tubuhnya untuk tetap berada di situ. Akal Adel berteriak kalau itu hanya perasaan tak enak karena jahat kepada Nunno. Hati kecil Adel diam saja. Tak tertarik untuk mengiyakan atau menyanggah akal Adel. Tapi Adel tahu pasti, kalau hati kecilnya menang sekali ini.

Ada suara klakson motor yang membuat Adel menoleh. Nunno dengan motor bebeknya di dekat Adel. Melihat lurus ke arah Adel. Adel duduk di bangku di dekatnya. Menunggu Nunno untuk pergi dulu. Adel berusaha yakin kalau Nunno akan pergi karena lelah menunggu Adel yang termasuk keras kepala. Seperti teman-teman Adel di Jakarta dulu yang akhirnya lelah menunggu Adel dan menyerah.

Tapi Nunno tetap bertahan di atas motornya. Bahkan ia asyik mengopi di atas motornya santai. Seakan Nunno tak keberatan jika harus menunggu Adel lama. Membuat Adel menghela napas kasar. Ia tak suka berada dalam situasi seperti ini. Terlebih sekitarnya sudah mulai sepi karena semua anak sekolahnya berebut untuk sampai rumah secepatnya.

Jam di tangan Adel sudah menunjukan pukul 4 sore. Sudah sejam ia menunggu Nunno pergi. Nyatanya tetap sama. Nunno tetap santai saja menunggu Adel. Bahkan Nunno datang menghampiri Adel dan duduk di sebelah Adel. Adel membiarkan Nunno duduk di sebelah Adel karena sesungguhnya Adel merasa bersalah.

"Del, tahu sesuatu?" tanya Nunno yang membuat Adel hanya menatapnya bingung. Adel menggeleng yang membuat Nunno tersenyum, "semua anak berebut pulang, soalnya jam segini angkot ke arah rumah kita sudah berenti ngangkut penumpang." Adel segera membelalakan mata melihat ke arah Nunno panik. Adel tak tahu akan kenyataan itu.

Akhirnya Adel memilih pulang bersama Nunno. Walau ia harus pulang terlambat karena Nunno mengajak makan terlebih dahulu. Sebenarnya, Nunno berbohong tentang angkot arah rumah mereka. Dan sebenarnya juga, Adel tahu karena baru saja angkot arah rumah mereka lewat. Tapi Adel membiarkannya saja. Ada rasa bersalah yang membuat Adel memilih pura-pura tak tahu.

Rupanya Nunno mengajak Adel pergi ke daerah Lembang. Kebetulan besok adalah akhir pekan. Jadi Adel tak masalah dibawa jalan oleh Nunno. Lagipula Adel bisa melihat dengan jelas kalau Nunno terkenal. Jadi Adel menarik kesimpulan kalau Nunno tak akan berani melakukan hal yang bukan-bukan.

Adel merasa seperti berjam-jam berada di atas motor bersama Nunno. Terlebih Adel baru mengenal Nunno kemarin. Bukan karena ia tak percaya pada Nunno sehingga ingat kalau ia berkenalan dengan Nunno kemarin. Tapi ada banyak hal yang tak bisa ia bahas dengan Nunno. Adel tak tahu kesukaan, hobi, hal yang dibenci, klub bola, atau apapun.

Disaat Adel sibuk mencari topik, motor Nunno sudah berhenti. Adel melihat dimana mereka berhenti. Rupanya mereka berhenti di sebuah warung tenda nasi uduk. Adel bingung mengapa Nunno mengajaknya jauh-jauh ke Lembang padahal banyak warung tenda nasi uduk di dekat rumah mereka. Tapi Adel mengurungkan niat untuk bertanya.

"Tadi pas aku minum kopi, aku tiba-tiba kepikiran sesuatu," kata Nunno mencoba membuka pembicaraan. Adel menatap ke arah Nunno dan bertanya, "kepikiran sesuatu apa, No?"

"Kalau misalnya kamu itu diibaratkan kopi hitam, maka aku cangkirnya. Dan ampas jadi jaraknya," ucap Nunno santai. Pipi Adel memanas karena malu, tapi Adel berusaha biasa saja. Seumur hidupnya baru saat ini ada lelaki yang berkata seperti itu pada Adel.

"Tapi kan kita dekat. 5 langkah saja tak sampai." Adel menjawab santai setengah mengingat lirik lagu dangdut. Nunno menepuk jidatnya seakan lupa akan hal itu. Nunno tampak berpikir sebentar lalu berkata lagi, "aku ganti perandaian deh. Jadi kalau diibaratkan, kamu tuh upil aku. Jangan tanya kenapa yaa, yang penting kamu ada di dalam tubuhku, meskipun aku ambil, kamu masih tetap ada. Tentuya masih ada jarak ke hati. Tapi lebih dekat ke otak."

Adel tertawa terbahak-bahak. Ia tak menyangka kalau Nunno akan menjadikan upil sebagai perumpamaan pengganti kopi. Reflek Adel menyentuh hidungnya yang dapat dikategorikan mungil. Hidungnya terasa gatal dan ia teringat upil karena ucapan Nunno. Membuat Nunno tertawa melihat tingkah Adel dan berkata, "kalau kamu mau ngupil, ngupil saja. Aku juga dari tadi nahan buat ngupil. Makanya, aku pakai perumpamaan mengupil."

Adel tertawa mendengar ucapan polos dari Nunno. Pertama kalinya Adel menemukan lelaki dengan pemikiran polos dan lurus seperti Nunno. Terlalu mengeluarkan apa yang ada dalam pikirannya dengan santai tanpa malu-malu. Adel menyukai sekaligus iri dengan kemampuan Nunno seperti itu.

Mereka berjalan beriringan masuk ke dalam tenda nasi uduk. Memesan nasi uduk dengan ati ampela serta teh manis hangat. Nunno duduk sambil melihat ke arah jalanan santai, sementara Adel asyik menikmati suasana yang ia rasakan sekarang. Aroma nasi uduk panas dan ati ampela yang sedang digoreng ditambah udara dingin Lembang yang membuat perut Adel semakin berbunyi.

"Di sini itu nasi uduk paling enak sepanjang umur aku. Kamu harus coba pokoknya." Nunno memainkan alis sambil cengengesan pada Adel. Adel mengangguk-angguk sebagai respon pernyataan yang dilontarkan Nunno. Ada rasa penasaran tentang seberapa enak nasi uduk yang dibanggakan Nunno.

Adel mulai mencicipi nasi uduk dan ati ampela yang ada di depannya. Udara dingin tempatnya memang membuat nasi uduk hangat di hadapannya menjadi nasi uduk paling nikmat. Adetak menyadari bahwa ia makan dengan sangat lahap hingga Nunno tertawa melihat Adel makan.

"Kamu lapar atau kesurupan, Del? Makannya sampai rambut. Resep biar rambut kamu tebal ya? Jadi rambut kamu dapat nutrisi dari makanan kamu gitu," canda Nunno yang membuat Adel tersipu malu.

Guitar BoyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang