The Innoncent Sita

29 2 0
                                    


"Kalau lo denger suara-suara aneh di tengah malem dari kamar nomor 4, tinggal tidur aja."

Sita memandang jam dinding Hello Kitty yang menunjukkan waktu tengah malam. Dan tepat saat itu Sita mendengar suara orang seperti merapal mantra. Sita bukannya tidak ingat pesan kak Rara tadi siang, hanya saja iya tidak tahu dari arah mana rapalan mantra itu berasal. Dari kamar nomor 4 kah? Atau dari arah lain?

Sita memutuskan turun dari tempat tidurnya guna menyelidiki suara-suara aneh yang kali ini terdengar seperti bahasa latin di telinganya. Sita membuka pintu kamarnya perlahan, kakinya berjinjit-jinjit menyusuri lorong dengan jejeran kamar yang berada di kanan-kirinya. Dan benar seperti kata kak Rara, suara itu berasal dari kamar nomor 4. Sita menelan ludahnya perlahan, ragu, antara mundur saja dan kembali tidur seperti saran kak Rara atau mencari tahu lebih lanjut.

"Permisi." Dan adrenalinnya menang. Sekarang Sita mengerti orang-orang yang ia bilang bodoh di film-film horror tidak benar-benar bodoh, melainkan hanya merasa tertantang dan sangat penasaran.

Ragu-ragu Sita mengetuk pintu. "Permisi?"

"Yes, comiiing!" jawab suara dari dalam dengan nada ala-ala penyanyi seriosa. "Oh, hai, Sita. Ada apa?" Puja menyapa dari pintu yang terbuka.

"Lho, Puja?"

"Yes, I am!" Puja masih tampak segar bugar pada tengah malam seperti ini. "Ada apa?"

Pertanyaan yang sama dilontarkan Puja untuk kedua kalinya. "Errr─" Sita menggaruk kepalanya dengan harapan muncul ide untuk menjawab pertanyaan dari Puja. Sita tidak mungkin menjawab kalau dia kira Puja kuntilanak atau hantu kompeni yang sedang berpersta kan? Terkesan kasar─setidaknya bagi Sita.

Puja yang sudah tidak sabaran akhirnya mengambil inisiatif menarik Sita untuk bertamu ke kamarnya. "Masuk aja deh. Duduk deh dimana gitu, terserah. Aku lanjutin gambar dulu."

Pandangan Sita berkeliaran ke seisi kamar. Tidak banyak pernak-pernik yang menghiasi kamar Puja, bahkan sekedar jam dinding atau jam weaker saja tidak ada. Hanya ada sebingkai foto yang bertengger di meja belajar yang Sita yakini adalah foto keluarga Puja. Sisanya hanya berisi buku-buku. Tidak ada boneka, tidak ada wall sticker macam-macam. Minimalis.

Sita menurunkan pandangannya ke Puja yang tengah meringkuk di atas karpet dengan banyak kertas karton yang menggulung. Satu yang terbuka tengah digambari oleh Puja. Sita tidak yakin dengan obyek yang sedang digambar Puja, seperti gajah tapi bercula. Mungkin badak? Atau Mammoth?

"Gambar apa sih, Ja?"

Puja mendongak sebentar memandang Sita sebelum kembali tenggelam dalam gambarannya yang tak jelas. "Awalnya gue mau gambar ayam, terus jadinya aneh, gue ubah jadi gajah tapi gue nggak bisa gambar kupingnya, jadinya sekarang malah kayak cireng goreng ketancep bambu runcing." Puja menertawakan hasil gambarnya sendiri.

"Mau aku bantuin, Ja?"

"Lo bisa gambar?" Mata Puja langsung berbinar-binar.

"Kebetulan anak seni rupa. Hehe," jawab Sita malu-malu.

"WAH! Pas, mantap! Tolong dong Sit." Puja mendekatkan gulungan-gulungan karton ke arah Sita. "Biasanya ada temen gue anak DKV yang bantuin tapi doi lagi sibuk ngelayap sama pangeran jadi gue nggak ada yang bantuin." Jelas Puja dengan memberikan semua peralatan tulis menulisnya kepada Sita. "Tolong gambar hewan-hewan yang di daftar ini ya. Nggak usah gede nggakpapa sih. Yang penting jelas aja itu hewan apaan."

Sita ngangguk dengan tangannya yang terampil menggambar binatang satu persatu di atas kertas karton. "Buat apaan sih emang? Tugas kampus ya?"

"Bukan. Gue ngasih tutor gratis gitu buat anak-anak jalanan. Mereka belum pernah ke kebun binatang, karena gue belum cukup duit buat ngebawa mereka ke Ragunan jadi ya sementara gambar dulu aja deh."

ConfeitoTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang