03 | hallucination

272 37 24
                                    


0 3

h a l l u c i n a t i o n


Niall memundurkan tubuhnya seolah ia sudah tak tertarik lagi pada apapun, sementara Linc juga sudah ditarik lagi dari dunia nyata. Gadis itu menatap kaki Niall dengan tatapan kosong, yang membuat Niall curiga, halusinasi apa yang sedang dilihat Linc pada kakinya. Mungkin seharusnya Niall memasangkan pakaian pengikat itu saja, namun sudah terlalu terlambat untuk mengubah keputusan—lagipula gadis ini tampaknya lebih suka melamun daripada menerkam. Dan tentang 'karena barangkali itu bisa membunuhmu' itu, Niall sekarang ingin mencari tahu apa maksudnya.

Ia berdeham, meminta perhatian Linc. "Apa maksudnya itu?"

"Maksud apa?" tanya Linc.

"Barangkali itu bisa membunuhmu," ulang Niall.

Linc tampak tersentak, seolah baru menyadari kehadiran Niall. Lantas ia memainkan jemarinya dengan gelisah, kemudian menggelengkan kepalanya pelan. "Kau lebih baik tak mengetahuinya."

"Jelas aku harus mengetahuinya," kata Niall tak sabar. "Karena barangkali itu bisa membunuhku," ia melanjutkan, mengikuti suara Linc.

"Aku ... aku tak tahulah," kata Linc menunduk. "Aku hanya berusaha untuk melindungimu. Aku selalu berusaha untuk melindungi. Di sinilah aku sekarang, karena aku berusaha melindungi."

Niall memejamkan matanya menahan kesabaran—kalau Linc terlalu banyak berhalusinasi, mungkin itulah yang membuat Linc tampak agak gila dan kebingungan memilah mana dunia nyata dan mana dunia alam bawah sadar. Niall bisa membuat obat untuknya, agar Linc bisa diajak bekerja sama, lalu kemudian Niall akan pulang setelah pekerjaannya selesai.

"Aku akan membuatkan obat untukmu," Niall memutuskan. "Untuk menarikmu dari dunia halusinasi itu, agar kau bersih dari asam lisergat dietilamida itu."

"Apa?" tanya Linc.

"Lupakan," dengus Niall. "Intinya, besok aku akan kembali. Sulit sekali berbicara denganmu sekarang."

Linc mengangkat bahunya, memperhatikan Niall yang mulai memberesi kertas-kertas di tangan kemudian melangkah pergi. Mungkin seharusnya Linc tidak mengucapkan kalimat itu tadi; Niall adalah tipikal orang yang ingin tahu. Sekarang Niall akan mencari tahu, dan anak seperti lelaki itu pasti akan menemukan jawabannya—kemudian apa? Niall akan meninggalkannya. Linc tahu ini adalah kesalahannya. Linc ada di sini semenjak pembunuhan itu ... Astac langsung membawanya ke sini, dengan iming-iming Linc terkena trauma berat, lantas terkena skizofrenia. Tapi tak pernah Linc mendapat pengobatan, mungkin karena ia memang tidak gila, hanya saja obat-obatan mereka memberatinya sampai sekarang.

Setiap elektroshock itu, mereka menanyakan sesuatu; terlebih tentang si pembunuh. Mungkinkah mereka ingin tahu tentang si pembunuh? Mungkin saja. Yang pasti, Astac menginginkan sesuatu. Tapi Linc takkan membiarkan Astac mendapatkannya.

Suhu ruangan menurun, membuat Linc bersikap waspada. Suhu selalu turun saat ia sedang sendirian, kemudian ...

"Linc," panggil seseorang. Tubuh Linc bergetar, suara ini pun selalu datang. "Linc, kau tak boleh memberitahu ini kepada siapapun."

"Niall akan mati kalau dia mengetahuinya," kata Linc seraya mendongak. "Iya, kan?"

Siluet hitam itu mengangguk kalem. "Ya."

"Apa yang harus kulakukan?"

"Tak ada," kata si siluet. "Tak perlu ada yang kaulakukan, diam saja di sini. Lindungi aku."

"Kau membunuh keluargaku," Linc terisak.

"Oh, Linc Sayang," kata siluet itu mendayu. "Kau kan sudah tahu apa alasannya."

"Aku masih tetap tak mengerti."

Siluet duduk di depan Linc, suhunya yang dingin merambat sampai membuat kulit Linc menggigil. Gadis itu bergetar ketakutan, siluet ini selalu datang ... siluet ini hanya halusinasi ... tapi Linc tak bisa mengusirnya pergi.

Di samping telinga Linc, suara itu berbisik. "Suatu saat kau akan mengerti.".

"Pergi." Linc menutup telinganya, dipejamkan matanya erat-erat. Halusinasi ini tak boleh menguasai dirinya.

"Ohohoho, tidak," kata si siluet. "Ada sesuatu yang harus kuberitahu."

"Kau hanya halusinasi."

"Bukan, Linc," kata siluet itu. "Ini yang harus kaumengerti..."

"Kau hanya halusinasi."

"...dunia akan hancur jika Astac menemukanku..."

"Pergi."

"....dan maksudku hancur adalah benar-benar hancur..."

"Kau hanya halusinasi."

"....itu alasan yang cukup kuat..."

"Pergi."

"...untuk kau melindungiku..."

"PERGI."

"...KAU AKAN MELINDUNGIKU..."

"PERGI."

"...KARENA AKU JUGA MELINDUNGIMU..."

Teriakan itu membuat Linc bergetar semakin hebat, masalahnya suara itu tidak ia dengar di telinganya saja, namun mengaum di dalam otaknya. Linc mencoba untuk tetap tenang dan mengambil alih kuasa dirinya.

"Kau hanya halusinasi," kata Linc seraya menghembuskan napasnya. "Kau akan pergi."

Suhu dingin itu menghilang, tak ada lagi suara si siluet. Gadis itu menghembuskan napasnya pelan. Perlahan Linc membuka matanya, hanya untuk melihat kalau ibunya terbaring berdarah di ranjang sana, menatapnya dengan penuh permohonan seperti di malam itu. Tangan Linc bergetar, sementara si siluet berlutut di atas mayat ibunya dengan sebilah pisau tajam. 

Siluet itu menyeringai, menatap Linc dengan matanya yang tak tampak, "ini semua salahmu."


---

short chapie with big clue he he he

insane • n.hTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang