0 1
w e l c o m e h o m e
Langkah kaki bergema, memancing Niall untuk menoleh dan melihat siapa yang datang; seorang perawat dengan banyak kunci di ikat pinggangnya, berseragam biru muda seperti perawat yang lain. Wajah mereka masam, Niall sudah mencatat itu juga ke daftar 10 Alasan Mengapa Aku Tak Suka Dreadment House. Lelaki itu memperhatikan selagi sang perawat masih melangkah perlahan mendekatinya; ada bekas cakaran di leher jenjang sang perawat, tampak seperti garis putih pucat tersinari lampu redup di antara kulit cokelat matangnya. Mata sang perawat menatap Niall dengan tajam seolah kalau tatapan itu terbuat untuk memotong, maka dia sudah akan terbelah.
"Ikut aku."
Hanya itu, dan Niall tidak memiliki pilihan selain mengikutinya saja. Beberapa kali mereka melewati lorong dengan banyak pintu yang terbuat dari kaca buram, tapi dia masih bisa melihat ada beberapa pasien yang dengan liar memberontak di belakang kaca, atau tangan-tangan yang menempel sampai memutih, seolah mencoba untuk menggapainya.
"Mereka memang begitu," kata sang perawat dingin; nada bicaranya seolah dia bisa membaca pikiran. "Biarkan saja."
"Ya, aku tidak bisa membiarkan saja pemandangan indah ini," balas Niall seraya menatap sang perawat meronggoh ikat pinggangnya mencari kunci. "Dengan siapa aku akan bertemu?"
"Dokter Astac Salazar...," perawat itu tampak ingin menambahkan sesuatu yang lebih detail, tapi dia akhirnya tetap diam.
Perawat membuka pintunya lebar-lebar, dan berdiri begitu saja di depan daun pintu seolah dia tak akan mengikuti Niall lagi untuk melangkah ke dalam. Jadi lelaki itu melangkah masuk, menunggu sang perawat menutup pintu di belakangnya dan ia pun mulai melihat sekeliling; sepi, banyak jamur yang sebetulnya bisa dibersihkan dengan pemutih, bau, dan dingin.
Niall mulai berjalan mengitari, menemukan hal-hal aneh di atas meja; seperti debu yang terlalu tebal, tengkorak bayi yang mungkin cuma bagian dari patung pahat (ia tak tahan untuk berpikir kalau itu tengkorak sungguhan), pisau dengan noda-noda hitam, atau alat tekanan darah yang rusak, serta alat medis lain yang Niall yakin dipakai oleh dokter psikopat pada abad ke-17 lalu.
"Mereka memakai potongan jari sebagai penghias meja?" gumam Niall, membungkuk untuk melihat dengan lebih jelas. "Apa ini bahkan jari sungguhan—"
"Menikmati pemandangan, Horan?" sahut seseorang di belakangnya, membuat Niall tersentak dan kembali berdiri tegak. "Dan ya, itu memang jari sungguhan. Beberapa dokter kami masih memakai sistem pengobatan menghilangkan organ tubuh ... jari itu adalah sebuah kecelakaan, karena itu adalah indera tubuh bukan organ—omong-omong, silahkan duduk," dia menambahkan seolah tadinya dia sedang membicarakan ramalan cuaca minggu ini.
Dengan bahu tegap sebagai tanda waspada, Niall melangkah menuju kursi kayu yang tampaknya akan roboh kalau terbebani kelinci sekalipun, sama sekali bukan kursi impian yang ingin kaududukki. Tapi toh Niall tetap duduk juga walaupun agak ragu, sementara Astac menuangkan teh kental ke dalam gelas bersih dan menawarkan Niall juga. Untuk kesopanan, Niall cuma mengangguk dan berterima kasih.
"Jadi, Horan, aku senang sekali mendapat izin rumah sakit asalmu untuk mengirimmu ke sini," kata Astac memulai. "Karena aku mendapat kesulitan dalam menangani satu pasienku; gadis bernama Linc Isaac. Dia adalah pasien terlama yang tinggal di sini, beberapa kali ia membodohi perawatku dan mencoba untuk kabur, berhati-hatilah—kau akan menemuinya besok sementara malam ini aku akan menjelaskan ini-itu dan kemudian Aim akan mengantarmu ke kamar bersama psikiater lain."
KAMU SEDANG MEMBACA
insane • n.h
FanficSemua tempat dan penghuninya memiliki rahasia mereka masing-masing. Beberapa membuatmu penasaran, beberapa yang lain membuatmu mundur. Niall Horan, remaja genius yang memilih untuk mendedikasikan hidupnya pada bidang psikologis, yang membuat ia terd...