Author pov
Bian masih berkutik dengan komputer didepanya. Sampai lagu Fabian "kesempurnaan cinta" yang merupakan nada panggilan masuk terdengar ditelinganya.
Ia melirik telponya malas.
Seolah ingin melempar seseorang yang mengganggu ketenanganya saat ini.
"Ya, hallo." Bian mengangkat handpone tanpa melihat nama pemanggil sebelumnya.
"Mas..." Terdengar suara lembut wanita dari seberang sana.
Wanita yang terpaksa berada diposisinya saat ini menggantikan Naya almarhum istri Bian.
Bian melihat kembali layar ponselnya yang memang terpampang nama Ala disana.
"Iya Ala , ada apa. .?" Bian berusaha bersikap baik, tak cuek seperti biasanya mengingat saat ini Ala tengah mengandung calon anaknya.
Setelah kehilangan calon anak pertama, Ia tak mau lagi kehilangan anaknya.
Cukup waktu itu, Ia harus mengurung diri dalam penjara yang sengaja Ia buat sendiri.
"Mas aku mau cek kesehatan kandunganku nanti. Mas bisa menemaniku," Bian dapat mendengar Ala bertanya dengan ragu. Ingin rasanya menemaninya, tapi. .!
Dulu ketika Ala masih menjadi sahabatnya, sesibuk apapun Bian ketika Ala butuh bantuan Ia selalu membantunya, meski menyita waktu pekerjaanya. Tapi, kini rasanya berat membantunya. Meski sebenarnya Ia cukup tahu kecelekaan itu bukanlah salahnya, hanya saja hati kecilnya belum bisa menerima.
"Maaf Ala, Mas sedang sibuk. Kamu bisa pergi dengan pak Dadang kan".
Bohong.
Ia bahkan sedang tak ada kerjaan. Berkutik didepan komputer, itu hanya kedoknya saja.
Hanya saja berat. Meski Ia sudah belajar untuk sedikit lunak pada wanita itu. Pulang lebih awal untuk menjaganya. Tak bersikap cuek seperti biasa. Tapi itu karna Ala sedang Mengandung calon anaknya. Tak lebih.
Ala menghela nafas,
"Baiklah Mas. Maaf mengganggu pekerjaanmu. Selamat siang""Tak apa-apa Ala . Hati-hati dijalan" dan hanya kata itu hingga sedetik kemudian sambungan terputus.
Jika Ala membantunya, lalu kenapa Ia tak bisa membalas perbuatan baik wanita itu.
Jahat. Dia memang jahat, Dia memaksakan wanita itu menggantikan Naya hanya untuk keegoisanya semata.
Meski sudah berusaha, pada akhirnya dia belum bisa. Dia belum bisa mengembalikan sikapnya yang dulu.
Sedangkan dilain tempat Ala menghela napas lemas saat menutup telpon dengan Bian. Tadi Ia berpikir Bian akan mengantarnya mengingat laki-laki itu tak pernah sekalipun menemaninya saat chek kehamilan dirumah sakit.
Tapi nyatanya, pria itu belum bisa membuka hatinya. Dan itu membuat Ala sesak, Ia hanya mengharapkan sesuatu yang kosong. Sesuatu yang Ia pikir dekat, namun masih terbentang jauh. Seperti bintang, yang bisa Ia lihat dengan telanjang mata, yang bisa Ia rasakan sinarnya, tapi berapa kalipun Ia berusaha menjangkaunya, tetap saja tak terjangkau.
Ala berjalan sepanjang lorong rumah sakit dengan sebelah tangan berada dipinggang. Rasanya belum beberapa meter Ia berjalan tapi mampu menguras tenaganya dan membuatnya lelah, mungkin karna bayi kembar yang dinantikanya itu.
Ia membuka pintu ruangan tempatnya memeriksa kandungan dan mendapati dua orang tengah bersenda gurau dengan bahagianya. Ada rasa iri saat menyaksikan kebersamaan mereka. Ada rasa iri yang membuatnya berharap dapat merasakan hal yang sama. Ala menatap dua orang yang sangat penting baginya itu dengan tersenyum.
KAMU SEDANG MEMBACA
Pengganti Istrimu (REVISI)
Romansa(PRIVATE) " Tak pernah adakah niat untuk sedikit saja membalas perasaanku Mas. Kita bersama disini karna hal yang sama, lalu kenapa tak berjalan bersama-sama ketika jalan yang kita lalui searah." Bisakah aku berharap hal tersebut pada seseorang yang...