Fireworks

642 80 11
                                    

Brak!!

Atmosfer dalam ruangan yang dipenuhi orang-orang berseragam itu kian berat ketika seorang pria paruh baya menggebrak meja dengan keras, di sebelahnya, seorang wanita yang juga merupakan isterinya tampak terisak pelan.

"Aku tidak bisa menunggu lebih lama lagi! Yang diculik orang itu adalah putriku! Putriku!!" cetusnya tak sabar.

"P-pak, tolong tenanglah sebentar, kami sedang memproses kasus ini. Anda tidak--"

"Ada ribut-ribut apa ini?" Suara pria lain yang terdengar berwibawa membuat orang-orang itu menoleh. Melihat atasannya menghampiri mereka, anggota kepolisian berpangkatkan sersan yang sebelumnya bicara segera berdiri.

"Inspektur, kami mendapatkan laporan penculikan sore ini. Korban adalah Alice, siswa sekolah menengah, dan dilaporkan menghilang kurang dari dua jam yang lalu. Mereka berdua orangtua korban. Tersangka meninggalkan pesan untuk mereka, juga untuk pihak kepolisian melalui pesan suara dari handphone milik korban," lapornya.

"Apa isi pesannya?" tanya Inspektur itu lagi.

"Di sini." Ia menyerahkan telepon genggam milik ayah Alice.

"Anak ini sementara akan kujadikan sandera. Aku tidak akan meminta tebusan apa pun, aku hanya ingin seluruh orang dari pihak kepolisian datang menjemputnya. Semua, tak kurang satu orang pun. Orangtua anak ini tak perlu datang, aku hanya menginginkan pihak kepolisian.

"Jika kalian tak merasa keberatan dengan syarat ini, datanglah ke gedung kosong yang berada di perfektur F sebelum pukul empat sore. Kuperingatkan untuk tak bermain-main denganku, karena jika kalian membuat kesalahan ... aku tidak bisa menjamin keselamatan anak ini!"

"Dia hanya menginginkan orang-orang dari kepolisian, katanya?" Sang Inspektur mengulangi kalimat yang didengarnya, permintaan si Penculik.

Bawahannya tampak mengangguk. "Benar, Pak. Bagaimana menurut Anda? Haruskah kita ke sana? Melihat dari apa yang diminta orang ini, sudah pasti dia memiliki maksud tertentu. Entah apa yang dia siapkan di sana hingga dengan nekatnya dia meminta hal semacam itu."

"Komohon, tolonglah anak kami, Pak Inspektur," sela wanita yang merupakan ibu korban di sela isakan kecilnya.

Sang Inspektur tampak menimbang sejenak. Sekilas, matanya melirik ke arah jam dinding yang menunjukkan kurang dari tiga puluh menit menuju pukul empat sore. Mereka tak memiliki banyak waktu.

"Jika itu permintaannya, maka kumpulkan anggota yang sedang tak bertugas sekarang. Kita akan menjemputnya ke sana," titah sang Inspektur akhirnya.

"Apa? Pak, ini tidak masuk akal, kita--"

"Jangan membantah perintah atasanmu, Sersan! Anak itu juga bagian dari masyarakat sipil yang harus kita lindungi. Siapkan semuanya sekarang!" ulang Inspektur dengan tegas.

"Baik, Pak!" Dan tanpa banyak bicara lagi, polisi yang sebelumnya segera undur diri guna melaksanakan perintah.

Sang Inspektur kemudian beralih pada kedua orangtua korban. "Kalian berdua kembalilah ke rumah, kami akan segera memberi kabar."

---|----|---

Gadis itu duduk dengan tenang di sofa, menatap tanpa ekspresi seorang pria paruh baya yang tampak sibuk berbicara sendiri sembari mondar-mandir menggunakan handphone miliknya. Mungkin sedang menelepon atau apa, ia tak tahu dan hanya menyimak seadanya.

"... Jika kalian tak merasa keberatan dengan syarat ini, datanglah ke gedung kosong yang berada di perfektur F sebelum pukul empat sore. Kuperingatkan untuk tak bermain-main denganku, karena jika kalian membuat kesalahan ... aku tidak bisa menjamin keselamatan anak ini!"

GenreFest: ThrillerTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang