Jennar

377 50 10
                                    

Ardian tidak pernah menyangka akan membeli rumah baru itu dengan harga yang sangat murah. Gedung klasik dominasi kayu tersebut sudah menjadi miliknya dengan setengah dari harga rumah pada umumnya. Sempat ia berpikir akan kembali ke rumah orang tuanya setelah semua pertengkaran yang terjadi, tapi tiba-tiba iklan rumah itu muncul begitu saja di pop-up internetnya.

Sejak kapan kita bisa percaya pop-up yang sembarang lewat di internet?

"Sejak lu bisa dapet rumah segede ini dengan harga lima ratus juta, Milen."

"Udah gila kali, lu!" Milen menggeleng tak percaya. Minuman di tangan kiri, dan makanan di tangan kanan. Open house Ardian hari ini benar-benar meriah buat perutnya yang Indomie fams.

Ardian berkeliling rumahnya dan tersenyum puas. Teman-temannya di sini, bisnisnya sukses, rumahnya murah meriah... yang kurang mungkin cuma satu hal dalam jejeran harta, tahta, dan...

"DIAN, ADA YANG NYARIIN WOY! CAKEP, BENING!"

Ardian tersentak. "S-sebentar!" Ia menaruh gelasnya dan berlari kecil menuju pintu depannya setelah bergumam puluhan permisi.

Di depan pintu sana, sudah ada seorang perempuan berambut sepinggang dengan wajah pucat dan pias, namun di situlah kecantikannya. Matanya bagai bulatan manik coklat, menatap Ardian dengan seloyang lasagna panas. Harumnya seperti parfum campur dapur, jadi pasti ialah sang koki.

"Hei, Dian! Untung lo langsung dateng, kalau gak gue embat nih cewek punya nomor! Kenalin!" Janu menarik tangan perempuan itu dan tangan Ardian, lalu mempertemukannya. "Jennar, ini Ardian. Ardian, ini Jennar."

Perempuan itu tersenyum manis. Tangannya sangat lembut dalam benak Ardian.

"Saya ke sini cuma mau ngasih warm welcome aja. Berhubung saya pemilik baru rumah ini, saya juga mau bawain masakan andalan saya." Jennar menyerahkan loyang itu ke tangan Ardian. Lagi-lagi Ardian bisa merasakan lembutnya tangan Jennar.

"Saya pulang dulu, ya. Selamat pesta!"

Dan Ardian tidak pernah lupa, apalagi cara perempuan itu berjalan dari belakang.

---|----|---

Rumah penuh sampah itu tidak dibersihkan sampai jam dua siang. Pemiliknya malah tepar di sofa, setelah tengah malam tadi semua tamunya pulang satu-satu dengan sendirinya. Kepala Ardian rasanya pusing, apalagi saat Rion membawa dua box bir. Rasanya sudah lama minuman itu tidak mengalir di tenggorokan Ardian. Sejak... bapak berisik itu mengatur hidupnya saat ia sudah menyelesaikan kuliahnya di Jogja dan kembali lagi ke Jakarta.

Ah sialan, si orang tua itu lagi!

Ardian membuka matanya perlahan. Cahaya mulai masuk, disusul sesosok tubuh kurus di sudut matanya. Lamat-lamat Ardian menyadari bahwa sosok itu adalah Jennar yang membawa semangkuk bubur.

"Pagi, Ardian. Saya lihat pintu kamu kebuka. Ini, saya buatkan bubur..."

"Makasih..."

Ardian duduk dan menghabiskan buburnya sambil bercakap dengan Jennar. Ia mendapati perempuan ini sangat atraktif, manis, dan cerdas. Belum lama, Ardian sudah dibuat kagum akan pengetahuan soal kesehatan yang perempuan ini miliki.

"Makanannya sudah habis? Saya bawa mangkuknya pulang, ya?"

"Gak dicuci dulu? Sini, gue cuci."

Jennar bangkit dan menggeleng. "Saya pulang dulu."

Ardian tersenyum lagi dan lagi, melihat sosok itu berlalu dari hadapannya. Nampaknya, ia jatuh cinta...

---|----|---

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Jun 19, 2016 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

GenreFest: ThrillerTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang