5

4.3K 235 3
                                    

Alvira memasuki rumahnya, saat memasuki rumah Indra dan Susi sudah menunggu di ruang tengah. Indra dan Susi terkejut melihat kondisinya.

"Alviraaaa!" Indra membentak putrinya. Alvira menghela nafasnya.

"Alvira darimana saja kamu hah?!! Tadi Papa dipanggil ke sekolah kamu karna kamu buat ulah lagi!!" Tanya Indra masih dengan nada tinggi. Mamanya menenangkan Papanya, "Tenang dulu Pa, bicarakan baik-baik,"

Alvira tidak mendengarkan perkataan Indra. Ia hanya terus berjalan.

"Alvira! Kamu itu perempuan bukan laki-laki! Nggak seharusnya kamu berkelahi! Perempuan itu feminim bukan kayak kamu! Berandalan! Dasar anak gak tau diri! Papa nyesel punya anak kayak kamu!" Indra memarahi Alvira dengan berkobar-kobar. Kata-kata Indra berhasil menohok hati Alvira.

"Papa mau Alvira kayak gimana sih? Alvira selalu salah dimata Mama sama Papa! Yang ada Alvira yang nyesel punya Papa kayak Pak Indra! Papa gak pernah mau ngerti apa kemauan Alvira! Apa pernah Papa ngebanggain Alvira dimata semua orang?! Nggak pernah kan?! Papa cuma bisanya ngebanggain Kak Maura, Kak Maura, selalu Kak Maura! Semua yang ada di Kak Maura Papa banggain! Sedangkan Alvira? Papa selalu mandang Alvira lebih rendah dari Kak Maura! Alvira benci sama Papa!" Alvira balas membentak Indra yang sekarang terdiam oleh kata-kata yang baru saja di katakan Alvira.

"Alvira dengar penjelasan Papa dulu Nak, bukan begitu maksud Papa. Alvira!" Panggil Indra dengan nada yang lebih lembut.

Alvira berhenti kemudian menoleh ke arah Susi dan Indra.

"Sayang dengerin penjelasan Mama sama Papa dulu Nak, jangan seperti ini!" Susi berbicara sambil menangis.

"Penjelasan apalagi? Semuanya udah jelas! Papa nyeselkan punya anak kayak Alvira? Oke, Alvira bakal pergi dari rumah ini! Papa seneng kan? Haha. Yaiyalah orang anak berandalnya udah gak ada, jadi Papa gak usah repot-repot bolak-balik ke sekolah Alvira! Anggap aja Alvira udah MATI!" Balas Alvira sambil mengusap air mata dipipinya.

"Apa Papa masih inget kejadian 8 tahun yang lalu?!" Timpal Alvira tertawa kecil, Indra menunduk, Susi hanya menangis.

Flashback...

Waktu itu Alvira berusia 8 tahun dan Maura 10 tahun. Alvira masih nakal-nakalnya ia memanjat pohon mangga yang ada di depan halaman rumahnya.
"Kak Maura mau mangga gak? Alvira ambilin deh." Ucap Alvira memanjat.

"Alvira turun de, nanti kamu jatuh!" Maura melarang Alvira, tetapi Alvira ngeyel.

"Gak mau. Alvira mau diatas aja, diatas bisa liat pemandangan gak kayak dibawah jelek pemandangannya!" Bantah Alvira yang duduk di dahan pohon mangga.

Keringat Maura bercucuran, ia bingung harus bagaimana lagi agar adiknya itu mau turun. Tiba-tiba dahan pohon mangga itu patah dan..

..gabruk..

Alvira jatuh tangannya patah akibat terpentok batu dibawahnya, dan keningnya berdarah terkena ranting pohon.

"Alvira!" Teriak Maura menghampiri Alvra. Maura menangis melihat keadaan Alvira, tetapi Alvira menghapus air mata Maura.

"Alvira gak papa Kak, jangan nangis ya." Ucap Alvira tersenyum.

Papa dan Mamanya datang dan memarahi Alvira habis-habisan. Alvira dibawa kerumah sakit dan tangannya di gips serta keningnya di beri plester.

Back to problem...

"Apa Papa masih inget semua kenakalan Alvira? Gak kan?!" Ucap Alvira lagi sambil tertawa kecil, "Papa cuma inget semua keberhasilan Kak Maura! Dan Papa sama sekali gak mau inget semua tentang Alvira!" Balas Alvira sambil berlari ke kamarnya.

☆☆☆☆

Alvira masuk kedalam kamarnya, ia membereskan semua peralatan sekolah dan semua bajunya.

Diruang tengah Indra dan Susi sedang mencari cara agar Alvira tidak jadi pergi. Susi menangis didekapan Indra, sedangkan Indra memijat pangkal hidungnya yang terasa berdenyut.

"Pa cegah Alvira biar gak pergi Pa," Ucap Susi memukul dada Papanya pelan. Indra hanya diam.

Alvira selesai membereskan perlengkapannya, ia bergegas turun dari kamarnya. Tanpa ba-bi-bu ia langsung melangkahkan kakinya keluar dari rumah.

"Alvira jangan tinggalin Mama Nak," Ucap Susi menangis menahan tangan Alvira. Alvira mengusap air mata Susi sambil tersenyum kemudan pergi.

Indra hanya terdiam melihat kepergian Alvira, sebaliknya dengan Susi. Ia terus menangis di dekapan Indra.

☆☆☆☆

Alvira berjalan melewati perumahannya, ia bingung mau kemana. Masalahnya ia tidak punya teman di sini, ia mengitari perumahan dari blok D dan berhenti di suatu rumah yang berada di blok A.

Gue tidur didepan sini aja deh Alvira membatin.

☆☆☆☆

Keesokkan harinya, Valen berangkat lebih awal. Ia langsung turun untuk sarapan dan berpamitan kepada Mamanya.

"Ma Valen berangkat dulu, assalamu'alaikum," Ucap Valen mencium tangan Mamanya.

"Wa'alaikumsalam hati-hati, jangan ngebut-ngebutan," Jawab Mamanya melambaikan tangan ke arah Valen yang sudah menjauh.

Valen mengeluarkan motornya, saat sampai di depan gerbang rumahnya, ia melihat ada seorang perempuan lengkap dengan koper sedang tidur didepan gerbang.

Dasar orang gila enak banget tidur disini Valen membatin.

Valen membangunkan perempuan itu.

"Woy bangun ngapain tidur disini?" Teriak Valen menyentuh badan perempuan itu dengan kakinya.

"Apaan sih ganggu aja!" Balas perempuan itu menoleh ke arah Valen. Valen terkejut.

"Al-vira?" Ucap Valen terbelalak.

"Va-len?" Balas Alvira mengusap matanya yang sudah bengkak seperti panda.

"Lo ngapain disini? Diusir?" Timpal Valen mengernyitkab dahinya, Alvira mendengus.

"Gue minggat dari rumah," Balas Alvira singkat, Valen makin bingung dibuatnya.

"Ha ha ha, yaiyalah mana mau orang tua lo punya anak brandalan," Timpal Valen sambil tertawa, Alvira menampar Valen.

"Lo tau apa sih tentang gue? Jaga omongan lo!" Ucap Alvira menatap tajam Valen, "Sekali lagi lo ngomong kayak gitu, gue sumpel mulut lo!"

Valen meneguk air ludahnya, ia terdiam menanggapi reaksi Alvira. Sekarang Alvira meneteskan air matanya, Valen merasa bersalah.

Bego banget sih gue! Kenapa coba malah ngomong kayak gitu, yang jelas-jelas gue gak tau apa masalah dia Valen membatin.

Halo.
Maaf ya kalo kelanjutannya pendek dan gaje:'3
Mohon Vommentsnya ya^^
Kalau ada kritik, komentar, dan saran jangan lupa komen disini aja ya hehe.
Thank you.

See you again^^

Trouble Maker GirlTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang